Thursday, December 29, 2005

Pemakaman


:Bule’ Sri Lestari
(31 Des 1953 – 28 Des 2005)

Gundukan tanah merah, setengah basah dikepung puluhan peziarah mengantar pergimu. Duka belum lagi pergi dari hati hati yang kehilangan, berjongkok dan merendah pada kedalaman bela sungkawa. Jasad yang semata wayang, telah ditanam, ditabur bunga dan juga doa doa mengiringnya. Tangan menengadah, memohonkan ampun atas dosa dosa. Semua terjemahan kata perpisahan semata.

Hari ini selesai sudah cerita hidupnya. Akan segera hilang ditelan angakasa, ditanam berdesak diantara pendahulu. Ia telah bertahun menahan nanah dalam dirinya, yang tersembunyi dibalik tulang dan kulitnya yang merapuh. Adakah juga air mata tumpah dibawah tanah sana, Bule’?

Sekarang waktunya untuk sendiri, hanya bersama malaikat dan barangkali bidadari. Semua berjalan membelakangi, perlahan menjauh mengusung duka hati pulang, membawa kelegaan kerumah kehidupan.

Selamat jalan, Bule’ Anto'…Selamat menempuh perjalanan lain lagimu, menuju kemanapun hendak engkau tuju…

Tanah Kusir cemetery, 28 Desember 2005

Wednesday, December 28, 2005

Risalah Sunyi


Bau khas sisa hujan masih menyerebak. Sisa ketakjuban atas kejadian alam yang kemudian menggenangi hati dengan rasa melolong lolong, hampa penuh keindahan sendirian, menjadi sang raja dikerajaan bernama sunyi. Menjadi raja atas bukan apa apa, atas bukan siapa siapa, sendiri!!

Sore tadi dikantor.
Mendapati hampir kepala semua orang dikantor sudah berhambur direncana mereka masing masing menyambut akhir minggu di akhir tahun, sebagian lagi natal, semua orang sebegitu sibuknya dengan keriangan masing masing, menunggu jam lima untuk segera berendam ke kehangatan keluarga masing masing. Ya, itu menyadarkan bahwa ketika mereka terbias dikehangatan keluarga masing masing, aku akan tenggelam dikedalaman lautan peradaban dikamar kost. Tidak ada siapa siapa yang tinggal dikedalaman itu. Semua orang dikantor nampaknya sudah terbius dengan atmosphere perayaan. Perayaan atas apa? Zaman yang semakin tua atau hidup yang baru tiba? Apa bedanya juga kalau keduanya sama sama tidak kita kenali? Masa depan dan masalalu, bukan?

Pikiran itu terus berpilin menggubal kemana mana, seperti percakapan antara mencari kesejatian dan sekedar memprotes keadaan. Seperti kedalaman lautan kehidupan, fikiran itu menempatkan aku menjadi selembar bulu elang yang gugur diangkasa dan terbang melayang layang, sementara sang elang dengan kepala diam dan mata buasnya gagah melanglang, sayapnya yang kehilangan satu lembar bulu tetap menjeprak lebar sesekali mengepak anggun menjelajahi ketinggian. Sang bulu tak lagi menjadi bagian dari sayap yang gagah mengaggumkan itu, ia luruh kebumi karena gaya gravitasi dan mengalami proses yang sangat membosankan sesuai kehendak angin dan udara. Sungguh dia tidak berdaya apa apa lagi. Menjadi permainan ketiadaan. Terkadang harus diikutinya jalan kekanan, kekiri, menukik, melambung dan berjumpalitan. Dia tidak berdaya, dan dia nikmati itu menjadi satu maneuver penuh estetika. Indah adanya!

Ketika jam lima betul betul akhirnya datang mengampiri bumi, kantor menjadi makin ramai orang mau pulang. Diluar gedung, gelap pekat menyelimuti rupanya. Dikepala terbayang kamar kost, libur akhir pekan dan warna abu abu yang maha luas. Dan angkasa menjadi kelam, hampir tanpa warna. Tak ada yang terlihat oleh mata, hanya angan yang mampu menerawang menembusi gelap, meraba raba apa bakal terjadinya nanti. Hidup menjadi kotak kotak kubus teka teki masadepan.

Melangkah keluar pintu lobby sesudah kantor terasa sepi, gerimis menciumi kepala dan muka dengan manja, sepatu kets hitam melangkah tenang menjejaki gerimis, menatap keatas dan terkesima oleh sebentuk pelangi, warnanya kabur melengkung ragu diatas graha simatupang yang menjulang. Pelangi itu…warnanya hambar ditikami mendung. Cerita nenek dulu, pelangi adalah kluwung jembatan bagi para bidadari dan putri kayangan turun ke bumi, mandi di telaga suci pilihan para dewa. Lalu dimanakah turunya bidadari2 itu? dimanakah telaga suci itu? Adakah bidadari berhati tuan putri yang turun kebumi dan menjadi penghuni? Ah, aku ingat cerita tentang Nawangwulan dan Joko Tarub. Legenda jawa yang akhirnya melahirkan ‘dogma’ jawa bahwa pantang bagi laki laki untuk membuka tutup dandang menanak nasi sang istri. Haihhhh…dunia demikian tuanya ternyata….!

Kaki kecilku melangkah tenang meninggalkan bayangan tentang kehidupan keluarga, dimana hangat terasa karena ada cinta yang saling mengikat jiwa jiwa penghuninya, karena berisi hati yang saling menyelimuti dan melindungi, dan menjadi tempat dimana segala urusan dunia berpulang. Dalam belaian gerimis, menuju kamar kost dunia angan angan, dunia kedalaman lautan hati. Bikini bottom tanpa Sponge Bob!! Didasar kedalaman dimana hanya berteman putri duyung yang kesepian dan nyai roro kidul yang cantik jelita. Dunia dongeng semata!

Tentang sebuah negeri bikini bottom yang maha luas dan sunyi. Berisi lembah lembah yang luas penuh harapan, berisi jurang jurang curam yang mengerikan, berisi hutan belantara penuh kemisterian, namun semuanya teduh dan indah. Hawanya sejuk dan menyamankan, menandakan memang seluruh negeri adalah istana bagi kesunyian itu sendiri.

Keindahan sunyi, sebetulnya tercipta secara alami oleh ketidak berdayaan melawan, improvisasi dari keadaan yang buruk menyedihkan menjadi cantik dan menyenangkan. Kemudian menjadi warna dunia yang terasa bagi jiwa. Aku jadi menyukai hening dan teduhnya. Ruang privacy yang luas bagaikan rimba . Demikianlah diri berusaha menempatkan dengan layaknya pasrah kepada kondisi bernama kesendirian itu.

Episode Kepasrahan


Ada rasa tiba-tiba tergantung hampa di dasar hati saat hentakan kisah terbaik datang dari sebuah jiwa yang terabaikan. Senyuman manis dan doa gembira yang di paksakan di persembahkan untuk meramaikan suasana jiwa pengharapan. Sebuah kecupan sinis mendarat lembut dan belati kenyataan menikam sopan di relung lubuk yg terdalam. Kesadaran yang terlambat datangnya (atau sengaja di tahan lajunya) bahwa ini semua metamorfosa dimana kenyataan sebenarnya disembunyikan untuk menghidupkan logika.

Ah..logika , sudah lama dia pingsan berkepanjangan(sebetulnya paling pantas kalau dibilang mati tapi sebuah jiwa yang lain meyakinkan bahwa logikaku hanya pingsan dan menunggu 'waktu' untuk sadar) sejak beberapa waktu yang lalu, ketika lembaran berharga menjadi penentu pergaulan nista. Begitu besar keinginan untuk terus bermimpi dan bermain dengan kealpaan jiwa yang terlonjak-lonjak mengharapkan perhatian. Jiwa yang pongah dan selalu menengadah ke atas mempermanis dosa yang di abadikan sebagai kejadian hidup yang patut di pecundangi . Belum ada sengatan lebah pengingat yang bisa mencubit hati yang melamun.

Ah...lagi-lagi soal hati, lagi-lagi soal jiwa, beruntun soal nurani. Kapan bisa tulisan ini dialihkan menjadi sebuah berita universal ? Berita tentang hidup orang lain,tentang hajat orang banyak, terbitan empati yang tulus kepada sesama dan bukan merumpikan tentang hati yang sudah hilang warna merahnya.

Ya..ini bukan tulisan , ini percakapan batin yang rusak, penuh dengan kuasa atas kebohongan yang tertanam rapi, harum bangkai dan terlaknatkan yang terbaca oleh manusia pemikir. Lebih dari seribu kali dicoba untuk menghalalkan pikiran kalau kebohongan hanyalah kejujuran yang tertunda tapi tetap terharamkan oleh olengan simpati dan rasa kesenasiban. Dan yang terpenting, karena saat kebohongan bermain peran, justru kejujuran dengan setia menontonnya berakting bahkan terkadang sebagai pemeran pembantu di layar hidup.

....
Dan lara masih bergemuruh nyaring di lubuk kosong merompong, tidak ada sedikit pun keinginan untuk pemenuhan hati yg stabil. hal yang paling salut adalah dia bisa menempatkan diri sebagai sebuah tiang sanggahan kepedihan,sebagai wadah penampung...dan sebagai terompet kematian rasa bersalah...

Mungkin ini saatnya untuk bercermin, memoles diri dengan kepasrahan dan tawakkal, memuluskan kulit wajah dari cacian duniawi, membungkus erat kekecewaan dengan keikhlasan batiniah. Tutup episode kuasa atas kebohongan dengan pembinasaan karakter surgawi dunia.

Thursday, December 22, 2005

Mimpi Buruk


(Seperti terbagi kepada seorang teman hati)
Pagi ini, angkasa hati berisi Batara Kala (dalam legenda jawa dikenal sebagai visualisasi dari angkara murka, berbentuk raksasa dan bisa melakukan segalanya). Dia datang dari mimpi buruk berderet panjang semalam tadi, ketika kenangan yang menempel dipunggung menampilkan lagi slide kelukaan tanpa bisa mempengaruhinya dengan keinginan.
Pagi ini api menyambar dada, menghanguskan semua harapan dan kemapanan yang selama ini menjadi senjata.

Mimpi tadi malam, terasa seperti ratusan malam sebelumnya yang melulu berisi perkelahian, darah dan tangis. Entah oleh apa, entah dari sudut mana merasakanya, tapi ia ada didalam sana, rapi tersembunyi menjadi mutan penguasa satu ruang hati yang amat tersembunyi, dipagari oleh kepurapuraan logika.Semalam aku melihat tubuhku yang digoda olah batara kala, dipecundangi dengan semena mena. Hidup kesayangan dirusakkan tanpa hati, dan ditertawakan dengan bengis. Aku harus melawan sampai pada titik ketika senyum menghilang dari peredaran. Aku melawan sekuat kuatnya melawan, mengejar sekuat kuatnya berlari, sekedar untuk menyampaikan pesan bahwa dia tidak punya hak untuk menghancurkan apa yang aku cintai; hidup ini. Melewati lembah dan gunung, menuruni jurang jurang yang curam, perkelahian itu melelahkan hati, melemahkan syaraf. Dan aku terus berkelahi sampai akhirnya dia terkapar tak berdaya kecuali menunggu belas kasihan.Aku bisa lihat, punggungku yang terluka, menganga lebar oleh perkelahian itu. Darah merah muda masih bergelimang disana, perihnya tak terasa tertindih oleh letih yang panjang. Aku harus berhenti disana, membawanya kerumah sakit untuk si batara kala dan merawatnya dengan sebaik baiknya perawatan. Luka dipunggung aku lupakan, letih dibadan aku abaikan, semua hambar terasa.Lalu datang seorang bernama Simun itu, yang entah dari belahan bumi mana aku kenal, datang hanya untuk berkoar koar untuk berteriak teriak bahwa aku keji seperti iblis, bahwa aku bengis melebihi setan. Dia mabuk, bau alcohol menyembur dari mulutnya yang jarang dibersihkan. Kata katanya kotor menjijikkan, menyemburkan sumpah serapah dan kesombongan. Semua menghujatku. Tak ada lainya.
Lalu semua orang pergi, tinggal aku sendirian saja diruangan itu. Si sakit sudah membaik, sudah bisa tertawa dan buang air sendiri, menyantap makanannya sendiri. Aku temukan kehidupan yang aku cintai ambrol, kehilangan warna dan rasa. Aku begitu sendiri memunguti serpihan kebaanggan yang aku bangun selama bertahun, dengan darah menggenang dan mata berkunang kunang. Kepedihan memenjara hati, kekecewaan menindih perasaan dalam mimpi itu. Luka itu menjadi kentara dari sudut pemandanganku karena terletak diatas bekas luka yang tertutup dengan kulit baru. Antara marah, kesal, kecewa dan sedih, aku menangis mengasihani diri.

Mata masih basah dan nafas terengah engah. Matahari mencemooh dari sudut jendela. Mengumpulkan nyawa yang tercecer berantakan, bergegas kekamar mandi dan menyiram seluruh tubuh berharap sekam dalam dada yang disusupi bara perlahan memadam, lalu lenyap. Tetapi asapnya tetap saja menyesakkan dada, menyisakan amarah meletup letup tanpa alamat. Dan hari berjalan seperti biasanya….lalulang manusia semakin menyumbat kepala.Sungguh aku mencari pemahaman, dimana menyesali mimpi adalah kemewahan yang sia sia belaka…
Kantor, menjelang makan siang 21 Desember 2005

Nasehat dari hati


Mimpi burukmu...Adalah hari yang sedang tidak bersahabat saat ini mungkin. Menggoda hati yang sedang tidur nyenyak pagi ini meski mimpi panjang yang mengerikan semalam menyeruak keluar dari perasaan yang ikut tidur pagi ini. Dan badai, apa pun namanya juga ikutan tergiur oleh alunan hari yang sumbang. Bukankah ini pernah terjadi sebelumnya ? entah dalam bentuk seperti apa, tapi pasti pernah menjumpai dan bertegur sapa dengan jiwa.

Ini "hanya" soal waktu, yang bersekutu kuat dengan hari. Dua keajaiban Tuhan ( tidak bisa dilihat, hanya bisa dirasakan dan diikuti) yang bisa memporak porandakan atau bahkan merapikan jiwa seorang makhlukNya yang paling disempurnakan. Ada teka teki sanubari yang sedang diberikan untuk di pecahkan. Kalau memang begitu, lakukanlah yang terbaik demi sebuah jawaban sempurna, ikutkan logika dan jiwa sebagai tim suksesnya. Rumah hati sedang menunggu pajangan yang terbaik.

Kehadiran sebuah raga adalah bentuk konfirmasi fisik atas hati yang bergelayut manja , memastikan bahwa informasi hati benar adanya . Sebuah usapan lembut di atas rambut rambut kecil tajam, mengelabui sinar kepahitan di mata, dan melipat gandakan menjadi seribu sentuhan kebaikan penyayangnya yang mengharapkan bila suatu saat raga tak lagi kuat untuk menopang kepala yang terkulai lemah , masih ada kupu kupu yang bersedia membantu mengangkatnya.

Wednesday, December 14, 2005

Tafsir Senja


(sekedar catatan kepada seorang teman yang mencemaskan kematian)

Menafsirkan senja seperti halnya mengeja sebuah kemungkinan yang menganga bernama masadepan. Tak terlihat, penuh rahasia. Seperti juga malam yang turun dengan kegelapanya ketika matahari beranjak pergi bersembunyi diperut bumi. Senja akan tetap lewat, malam akan tetap datang dan semua siklus kehidupan akan terus berjalan dalam tracknya masing masing.

Menafsirkan senja seperti juga halnya menghitung jejak perjalanan hari, lalu merenungkannya perlahan menjadikanya catatan hari ini, yang akan menjadi masalalu, menjadi batu fosil tanpa bisa lagi diubah bentuk maupun warnanya. Terkadang menyisakan sesal, menyisakan letih, terkadang juga menyisakan rasa enggan untuk melepaskan sebuah hari berlalu, berharap jarum jam bisa dihentikan dan matahari bisa dibendung lajunya. Senja selalu saja menyuguhkan kontemplasi kecil dalam hati, tentang apa yang telah terlewati hari ini. Tawa, canda, obrolan, kejadian, kesaksian, tangis adalah isi dari catatan bernama pengalaman.

Senja selalu saja menjadi permulaan bagi sebuah kehidupan kedua, berkemas menyongsong datangnya warna hidup hitam setelah seharian berwaran putih. Hitam putih hidup, aturan baku bagi setiap mahluk dan kehidupan alam. Sebagian orang menghitung rugi laba hari ini, sebagian orang akan tergesa menyiapkan segala upacara penghamburan hati, menyiapkan kehidupan pribadi. Mengaktualisasikan diri dalam kehidupan yang bukan melulu berisi tidur, lalu bangun lagi ketika matahari datang lagi menjelajah bumi besok pagi.

Ya, secara umum senja mengantarkan orang untuk memasuki kehidupan pribadi masing masing, bersama kehidupan sosial yang lebih pribadi. Ada juga bagi sebagian orang senja berarti pagi dimana kehidupan baru dimulai, menjadi pelayan bagi kehidupan malam orang orang yang hidup dalam kehidupan pribadi.

Menafsirkan senja, sebenarnya adalah menafsirkan kehidupan secara manusiawi. Senja mengajarkan untuk mengkalkulasi masalalu dan mempersiapkan diri untuk masuk ke masadepan yang misterius. Senja adalah penggambaran dari siklus kehidupan bumi manusia, dimana semua yang berawal pasti menemui akhiran, seperti halnya kelahiran adalah tanda tangan kontrak untuk kematian. Semua berjalan sesuai siklusnya dalam irama dan genre yang sudah ditentukan Tuhan, manusia tinggal menjadi pelaku, dengan rencana dan keputusan, lalu mengikuti konskwensinya dimasa depan yang akan menjadi masa lalu besok besok hari.

Kehadiran senja mengusung kesepian yang indah kehidupan lain lagi dalam satu bundel besar riwayat diri. Menyuguhkan kesadaran, bahwa hidup patutlah disyukuri dengan cara dinikmati. Menempatkan diri dalam antrean panjang umat manusia menuju kematian yang secara random sudah ditentukanNya. Kita tinggal menjalani siklus yang sudah dengan agenda yang disembunyikanNya. Maka teman, jangan cemaskan kematian karena itu pasti datang. Hal biasa dalam kehidupan…

Bagi sedikit orang, melewati senja adalah memasuki labirin angan angan, penuh kemeranaan yang memilukan, sendirian…

Warung Nabiel, senja 13 Desember 2005

Monday, December 12, 2005

Dua ton beban sesudah makan malam


Warung tenda itu begitu meriah dengan pembeli dan aktifitas memasaknya, dengan semua crewnya laki laki, sebagian berlogat jawa bagian barat sekitar Tegal atau Banyumas. Sepuluh meja yang disediakan menampung total sekitar delapan puluh orang dalam dua lajur dipinggir jalan yang seharusnya mungkin menjadi trotoar. Hampir selalu terisi penuh dengan orang orang yang datang makan, berkelompok, juga sekeluarga kadang kadang, bahkan berdua dengan pasanganpun tak terlewatkan. Dan hampir keseluruhannya adalah etnis tionghoa. Bahasa cina (entah mandarin entah hokian karena kedua duanya aku tak menguasai) terdengar disana sini disela gemuruh suara kompor pompa dan masakan didalam kwali penggorengan. Semua sibuk melayani, seperti semua sibuk menikmati hidangan istimewa; seafood.

Diseberang kali mati yang airnya diam sesekali bau anyir tercium. Genangan air ditepi jalan sisa hujan terlindung oleh mobil mobil mengkilat para tamu yang berjejer sepanjang tenda. Orang yang jajan bermobil menjadi sumber rezeki bagi tukang parkir. Kemegahan WTC Mangga Dua dan Hotel Novotelnya menampakkan kemahalan yang angkuh diseberang jalan raya dengan lampu beraneka rupa, dengan dagangan yang ditawarkan memenuhi hampir seluruh kebutuhan hidup dunia.

Duduk membaca menu, menuliskan pesanan makanan; baronang bakar, cah kangkung cumi, kerang dara rebus dan kerang hijau saus padang. Tukang majalah datang dengan berbagai judul dari femina, kartini, tempo sampai cosmopolitan. Lambaian tangan penolakan mengusung barang barang itu pergi dari hadapan. Hmm…bagaimana akan membaca majalah jika tangan pasti sibuk dengan lumuran bumbu masakan?? Orientasi bisnis yang buruk? Atau hanya pandangaku saja yang terlalu skeptis menilai? Semua berusaha menangguk rezeki, sebagian lagi memanfaatkannya disini.

Ketika hidangan tiba dimeja, dan tangan berlumur saus dan bumbu masakan, pengamen tunggal dengan gitar menyanyikan lagu yang belum pernah terdengarkan ditelinga. Mengharap duli meja didepan untuk menyisakan uang recehan, seribu atau limaratus rupiahpun jadi. Pandanganya mengharap, sedangkan tangan yang berlumur bumbu masakan mustahil menelusup kekentong untuk sekedar uang recehan. Lambaian tangan dan senyum kilat mengusirnya pergi dari hadapan. Mengamen hakikatnya adalah menghibur, bukan membuat orang jadi risih, bukan mengemis dengan modal gitar. Jadi adalah hak untuk tidak meladeni pengamen karena merasa tidak terhibur.

Hidangan tiba dimeja, memenuhi hampir semua permukaanya. Semua tersaji cepat dan panas baru masak. Baronang yang merah kehitaman, kerang hijau yang kering berlumur saus, kerang dara yang gendut gendut dengan saus plus bawang putih, dan cah kangkung cumi mengepul mengundang selera makan membuncah. Hidup terasa begitu nikmat dengan semua karunia yang diberikanNya.

Disudut belakang sebelah kananku, disebuah bangku plastik yang tak terisi oleh satu keluarga mulai dari kakek sampai cucunya yang sedang rusuh menyantap hidangan, seorang gadis cilik memangku keranjang, berisi makanan terbungkus dalam plastik plastik kemasan. Wajah tiong hoanya datar menawarkan dagangan tanpa kata kata, sebentar sebentar berjalan menjajakan daganganya kepada tamu yang datang. Tampaknya sepi malam ini daganganya. Rona wajahnya yang polos tertampak letih, sinar matanya yang bening berisi penuh harap, dan dari gerak tubuhnya terpancar semangat muda yang gigih. Dibelakang samping kanan, pandangan dan keberadaanya menikam empatiku, satu satunya pembeli pribumi ditempat itu.

Gadis tiong hoa kecil yang menjajakan makanan dalam keranjang, bayanganya mengikuti langkahku meninggalkan Kalimati dengan dua ton beban perenungan dalam dada seperti air kali yang menggenang mat. Seharusnya, aku membeli apapun yang dijualnya. Maafkan aku, wahai adik kecil…

Seafood 49, Kalimati – 11 Desember 2005 -

Friday, December 09, 2005

Menyayangi


Menyayangi, bukan berarti harus mengalami apa yang ego inginkan. Menyayangi adalah juga menghormati serta memahami orang lain sebagai sebuah pribadi apa adanya tanpa dikte apapun. Membiarkan bathin orang lain tumbuh subur dalam hidup sebagai dia apa adanya tanpa berupaya membentuk menjadi seperti kehendak diri. Barangkali ibaratnya adalah sebagai lahan dimana orang yang kita sayangi sebagai pohon (juga berlaku sebaliknya) yang tumbuh kokoh dengan akar meneracap jauh kedasar. Menyayangi adalah tetap membiarkan orang tersayang sebagai penguasa atas pribadinya sendiri tanpa ada keharusan untuk mengikuti apalagi menjadi seperti kita. Membiarkan dan merawat orang lain dengan kelengkapan atribut kepribadiannya sendiri.

Menyayangi juga mengandung konskwensi nurani, dimana diri merasa berkewajiban untuk terus menjaga hormat, menempatkan orang yang disayangi di posisi aman dalam setiap hal. Kewajiban itu bukanlah keharusan melainkan sukarela, tumbuh dengan sendirinya tanpa diminta dan tak bisa dipaksa. Rasa sayang tidak mengijinkan sedikitpun orang tersayang untuk menjadi susah karena hubungan, mendapat masalah dari kebersamaan. Terkadang rasa sayang tumbuh liar dirimba hati, yang samasekali tidak bisa ditolerir oleh dunia nalar, juga oleh logika yang sedang pulas terbius. Kita bisa menikmati semua penghamburan hati, hanya ketika logika terbungkam dan semua berjalan mengikuti kehendak hati.

Perasaan sayang juga melingkupi upaya keras untuk bisa memahami apa jalan fikiran serta perasaan orang yang kita sayangi. Beban beban rasa bersalah yang muncul satu persatu dari persembunyian, kecemasan kecemasan yang berderet memamerkan kengerian, perhitungan perhitungan akal sehat yang memaparkan kemungkinan kemungkinan pahit, semua berjajar menghadang kehendak untuk meneguk habis cawan berisi ‘kebahagiaan’ yang dijanjikan hati. Seharusnya tidak akan ada penilaian naïf atau kecewa apabila akhirnya logika mampu menciptakan barricade yang hati tidak sanggup menembusnya. Bahkan akan menghargai sikap apapun yang terambil nanti, tanpa harus dibebani perasaan negatif. Tetap menghormati dia sebagi pribadi yang indah dan independen. Akal sehat dan hati memang otomatis akan berperang ketika nurani mulai terabaikan. Orang yang patut disayang adalah orang yang punya dasar nurani yang baik, yang tidak ingin melukai dan menyusahkan siapapun dimuka bumi ini.

Maka ketika bathin mulai letih oleh pertentangan antara hati dan logika, hentikan semua peperangan dalam bathin, biarkan semua mengendap tenang, dan definisikan ulang keinginan keinginan. Ajaklah logika untuk duduk dimeja perundingan dan biarkan hati dan logika menyampaikan argumenya masing masing. Tetaplah mengawal proses itu dengan kedewasaan sikap. Hati jangan dipaksa, dan logika jangan diracuni. Terkadang tidak ada salahnya mendengarkan logika berbicara karena tugasnya memang melindungi nurani dari beban rasa bersalah dan penyesalan.

Masa depan adalah miliaran pintu kemungkinan, dimana kita hanya punya hak satu saja untuk memasuki dan melewatinya. Pintu pintu itu akan otomatis terbuka oleh sikap yang kita tentukan hari ini. Bahkan terkadang kita harus melewati pintu yang tidak pernah kita perhitungkan samasekali sebelumnya. Pintu pintu itu lahir dari pilihan – sebab hidup hanya pilihan -, dengan pilihan pilihan yang sudah ditentukan olehNya. Menentukan pilihan berarti juga mengambil konskwensi resiko yang dkandungkanya.

Apabila sebuah keputusan yang dilematis itu belum benar benar terjadi, jika logika keras memperingatkan ada baiknya juga mendengarkan pelan pelan. Sekuat dan sebasar apapun hati menginginkan sebuah rencana indah terjadi, tidak akan mengurangi kualitas rasa sayang, apalagi mengurangi itikad baik untuk menempatkan orang tersayang ke posisi yang aman. Teori ini tentu murni produk logika, ketika hati sedang tak berdaya dengan mulut terlakban dan tangan terborgol. Kalaupun sebuah rencana indah tidak terjadi, kita harus bisa menerima itu dengan lapang dada dan menghormati dia sebagai pribadi yang kuat, yang belajar dari pengalaman masalalu. Kita tidak akan hancur, dunia tidak akan kiamat meskipun seandainya rencana besar itu tidak terlaksana. Barangkali hanya tertunda sampai hati dan logika bisa bersinergi untuk mengizinkan itu terjadi.

Apabila logika yang menang, rasa menyayangi mengedepankan semua keinginan untuk menempatkan orang tersayang pada posisi yang bebas resiko, bebas masalah, dan itu harus dengan kehati hatian yang sangat tinggi mengingat cinta tidak sepenuhnya real dan tidak sepenuhnya fake. Nilai dari keberadaan seseorang dalam kehidupan pribadi adalah anugerah yang selayaknya disyukuri, dan tidak ada alasan apapun untuk memaksakan keinginan, karena menyayangi, bukan untuk menyesatkan. Menyayangi mungkin justru akan menimbulkan efek hancur dan kecewa apabila kebersamaan berbuah kehancuran, berbuah penyesalan dan beban bersalah. Saat itulah, seorang pecinta akan menghukum diri sendiri karena telah menghancurkan hidup orang yang amat disayanginya.


Kost, 0115hrs - 151208


Thursday, December 08, 2005

Ketika Logika siuman dari pembiusan.


(kepada seorang istimewa, yang tengah dilanda peperangan)
Hari hari belakangan ini seperti hitungan mundur. Hajat besar dalam hidup yang amat pribadi itu mau tidak mau melibatkan segala unsur yang ada didalam alam bathin yang dikuasai dua kutub bertentangan; kubu tuan hati dan kubu tuan logika. Mereka adalah dua majikan yang mengendalikan emosi dan sikap. Dua duanya penguasa, hanya bergantian saja in charge dalam hidup. Tidak ada yang langgeng sebagai penguasa, terus bertentangan kadang dan saling kalah juga kadang saling menang.

Dua kubu itu memiliki pasukanya sendiri sendiri, andalanya sendiri sendiri, juga senjatanya sendiri sendiri. Kubu tuan hati memiliki pasukan bernama romantisme, kasih sayang dan ketenteraman dengan kehendak kebahagiaan sebagai senjatanya. Sedangkan kubu logika, memiliki pasukan bernama kepatutan, tenggang rasa, dan perhitungan matematis dengan pengalaman sebagai senjatanya. Keduanya sama sama hebat, sama sama kuat. Masing masing kubu ketika memenangkan pertempuran itu akan membawa dampak dan konskwensi yang berbeda beda. Manifestasi peperangan itu adalah munculnya perasaan ragu, bimbang, takut bahkan bingung.

Sudah jadi pengalaman bahwa mengikuti hati sepenuhnya dan membiarkan logika mati suri terlalu lama bisa berakibat fatal, bikin logika tak henti memaki dan memojokkan diri sendiri, menyalahkan tuan hati yang terlalu mengabaikan logika. Tetapi ada kalanya juga hati mendesis geram kepada logika yang terlalu penakut untuk menciptakan perbuatan seperti yang pernah disarankan hati. Penyesalan kerap datang dari hati karena logika yang terlalu bawel dan banyak berhitung, merintangi kemauan hati. Kontradiksi itu tercipta ketika nurani (baca: sifat baik manusia) menjadi ajang perebutan simpati antara hati dan logika.

Pada moment tertentu, dua kubupun bisa bekerja dalam harmoni, selaras saling mengisi dan melengkapi. Ialah ketika hal hal spontan terjadi, atau ketika kedua kubu memberi kontribusi seimbang dalam menentukan sikap. Idealnya begini; hati menginginkan sesuatu lalu logika setelah menghitung resiko dan menyimpulkan kemungkinan konskwensinya bisa ditolerir mengizinkan. Inilah yang disebut hidup harmoni, hidup suasana ideal. Kebahagiaan yang tidak berdampak pada beban moral oleh nurani, kalis dari kecemasan dan kekhawatiran macam macam.

Sayangnya hidup tidak selamanya berjalan ideal. Setiap masa punya catatan peristiwanya sendiri sendiri, dan setiap peristiwa terjadi karena keputusan yang diambil dan dibuat oleh hati maupun logika. Setiap peristiwa adalah konskwensi dari kemenangan hati maupun logika, dan sebenarnya itulah inti kehidupan setitik debu bernama manusia. Ya, hidup manusia sebenarnya hanya menjalani setiap keputusan yang pernah dibuat. Keyakinan yang terlalu kuat akan kebenaran tentang sesuatu terkadang terbukti salah apabila berakhir sebagai sesuatu yang dianggap kegagalan. Dan sebagai penghiburan diri sendiri, kegagalan itu disimpulkan sebagai kecelakaan, padahal kecelakaan selalu bisa diminimalisir atau dihindarkan jika memahami prinsip prinsip kejadian.

Hajat besar sang ego adalah juga perang besar ketika tuan logika mulai terusik dan siuman dari efek bius tuan hati yang bermain sekilit. Perang besar antara hati dan logika! Dimana mana, perang selalu melelahkan bahkan menyisakan kepedihan. Dua kubu punya kesempatan yang sama untuk menang juga untuk kalah.
Setelah perang usai, kita tinggal akan menjadi hamba sahaya dari siapapun yang memenangkan peperangan itu, entah hati entah logika, entah hina entah mulia…

Selepas hujan badai, kamar kost 7 Desember 2005, 2350.

Wednesday, December 07, 2005

Perbedaan yang melengkapkan


Beda, bisa diartikan sebagai satu keadaan yang tidak sama untuk membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lainya. Perbedaan bentuk maupun nuansa, yang bersifat materialistik maupun yang naïf. Perbedaan bisa diukur dari panca indera maupun dengan kepekaan sensor perasaan seetiap orang. Akan sangat mudah secara harfiah memandang perbedaan antara misalnya besi dan kayu, hitam dan putih dan sebagainya. Tetapi apakah semua orang bisa mendefiniskan perbedaan itu?

Dalam kemajemukan sosial yang semakin rumit dan kompleks perbedaanpun muncul dari segala lini. Sisi sisi perbedaan non fisik, non material seperti opini, pemikiran gagasan maupun sering kali dijadikan senjata untuk menentang maupun melawan perbedaan lainya. Orang makin kehilangan cara berfikir yang sederhana bahwa perbedaan memang ada sejak pertama bumi diciptakan dan Tuhan menciptakan perbedaan itu untuk saling melengkapi. Potongan potongan puzzle adalah penggambaran yang paling mudah dicerna otak manusia bahwa perbedaan itu justru adalah material untuk sebuah keselarasan. Untuk saling mengisi kekurangan masing masing komponen yang akhirnya menciptakan satu kesamaan dalam bentuk yang lain, yang lebih sempurna daripada ketika komponen itu berdiri sendiri sendiri. Contoh yang paling kongkrit dari teori ini adalah perbedaan mencolok antara laki laki dan perempuan. Dua perbedaan yang saling melengkapi, seperti dua potong puzzle yang click. Dan ketika dua hati perbedaan itu menemukan “click” nya, maka yang ada adalah penggabungan dua beda menjadi satu kesatuan dalam bentuk cinta. Rumah tangga adalah hal yang lazim menjadi manivestasi dari perbedaan itu.

Manusia, setiap individu juga memiliki kekhasanya sendiri sendiri yang menciptakan perbedaan perbedaan sesuai dengan karakter, cara berfikir, sikap dan lainya yang ditentukan oleh beribu ribu faktor. Cuma sayang, banyak orang menganggap perbedaan adalah ancaman. Perbedaan agama, status, suku, pendapat, bahkan ideologi sering didramatisir sebagai pangkal perpecahan, alasan saling menghancurkan. Orang seperti ini melihat perbedaan sebagai ancaman terhadap diri maupun kelompoknya, dan berkehendak bahwa semua orang dimuka bumi ini sama dan sepakat dengan apa yang ada pada dirinya.

Sebenarnya, perbedaan bisa dijadikan sesuatu yang indah selama kita bisa melihat dari angle yang tepat. Selama memiliki sifat yang sama, perbedaan selalu bisa melahirkan harmonisasi keadaan, bahkan menciptakan suatu pengalaman bathin yang diluar dari jangkauan dugaan. Perbedaan hanyalah cara kita mengartikulasikan sesuatu sesuai kemampuan penalaran kita. Menerima perbedaan sebagai warna yang mencerahkan kehidupan adalah sikap yang paling bijak tanpa tendensi untuk merubah perbedaan itu menjadi seperti diri kita.

Tuhan menciptakan perbedaan untuk saling melengkapi agar kehidupan berjalan selaras..
Kost, 6 Desember 2005

Tuesday, December 06, 2005

Balada seorang lelaki



Laki laki tua itu kini tinggal punya kenangan dan berjuta prasangka. Kakinya telanjang menjuntai diawang awang, jauh dari tanah bumi bernama kenyataan tempat dimana semestinya hidup dipijakkan. Melambung timbul tenggelam diantara bangkai kemewahan yang menobatkanya sebagai raja atas keinginan dan kesenangan hidup tanpa batas dimasa lalunya.

Dia kehilangan kebanggaanya sebagai laki laki, sebagai raja yang menciptakan tirani dengan kata katanya. Materi menjadi satu satunya nilai hidup, begitu miskin dengan penghargaan atas nilai kemanusaan bahkan tenggang rasa. Dalam kelumpuhann jiwa dan raganya, dia memberontak keadaannya sendiri yang tak boleh terjadi dan harus dia terima, yang tak menyempurnakan kesenanganya hingga ajal tiba. Dalam kealpaanya digugatnya zaman yang tak mau mengikuti kemauan individualnya. Kesulitan kehidupan sungguh menjadi monster yang menggerogoti kepribadianya, melupakan kodrat sebagai seorang manusia biasa yang menitiskan ruh dan raga kepada berpuluh puluh nyawa; anak anaknya.

Telinganya tuli, matanya buta, dan panca inderanya matirasa. Dia hanya tahu menjadi diri sendiri dan penguasa, tak peduli apa yang orang lain rasa. Hatinya gersang oleh cinta yang dimanifestasikan dalam pemenuhan hajat hidup yang sungguh kacau lagi bobrok tanpa format. Tanggung jawab adalah hal yang tak pernah dipelajari maupun dihayatinya. Seluruh penampilan fisiknya menterjemahkan status sosial yang bukan pakaianya; dia hidup di bangkai kemewahan masa mudanya, enggan kehilangan sesuatu yang bukan lagi menjadi miliknya. Dia petik hampir semua yang dikehendaki tanpa belajar menanam, menjadikan kesombongan sebagai kebanggaan, tak sadar dia telah kehilangan pengakuan.

Telah dihabiskanya seluruh energi dimasa muda untuk menghamburkan kesenangan manusiawi, tanpa menyisakan sedikitpun untuk masa tuanya. Dia menjadi manusia aneh dengan nilai manusia yang hampir nihil. Dunianya hayali bahkan tak ada Tuhan didalam sanubarinya. Diwariskanya kepada siapa saja yang bertalian darah dengannya sederet rongga kesengsaraan, berpuluh tahun terjalani dan akan bersambung berpuluh tahun lagi. Tak ada tauladan yang patut disimpan sebagai catatan sebagai seorang pelindung dan pembimbing atas nama kebijaksanaan. Patriark yang otoriter, feodal yang kolot dan sangat dangkal pemahaman tentang nurani.

Usia menunggu maut datang menjemput, dia mengharap kematian tak pernah ada. Dia hanya tinggal tahu, menindas orang orang yang mencintainya tanpa syarat, sebab hanya itu cara dia menjaga bangkai kemewahannya tetap terasa…




Jakarta, 5 Desember 2005

Monday, December 05, 2005

Jatuh Cinta


(catatan untuk teman yang sedang jatuh cinta)
Jatuh cinta adalah bunuh diri yang terindah. Ketika kita jatuh cinta, kita membiarkan ego dalam diri kita secara sangat individual mati sesaat, teracuni oleh gejolak hati. Jatuh cinta juga adalah puncak estetik dari nilai nilai hidup, dimana sang hati menjadi raja diraja penguasa yang memerintahkan seluruh syaraf rasa mengubah sudut pandang menjadi seni yang serba indah. Jatuh cinta mutlak menjadi urusan hati, dunia perasaan dan angan angan. Dan menurutkan hidup mengikuti hati, maka batasnya adalah nisbi belaka; dari ujung langit ke ujung lainya. Alias tidak ada. Nihil.

Jiwa manusia membawa dua unsur dunia, yaitu dunia hati dan dunia logika. Dunia hati mengurusi hal hal yang bersentuhan dengan perasaan dan emosi, sedangkan dunia logika berkepentingan dengan urusan urusan perhitungan matetis dan akal sehat. Dan ketika hati menjadi raja bagi jiwa ketika kita jatuh cinta, maka logika akan secara sadar dimati surikan atau mungkin diabaikan. Logika tidak bisa menalar dengan sistematis apa yang terjadi didunia hati, sedangkan hati menemukan egonya bahwa keindahan ketika jatuh cinta tidak ada sangkut pautanya sama logika. Logika yang memandang kelakuan hati akan mengusik usik bahkan memperingatkan untuk tetap dijalur logis, tetapi hati yang jatuh cinta biasanya hanya memandangnya sebagai anjuran yang tidak harus menjadi panutan.

Seperti semua hal didunia ini, bahwa tidak ada sesuatupun yang everlasting, maka jatuh cintapun sebenarnya adalah keadaan sesaat belaka. Ada masanya perasaan cinta yang menggebu lengkap dengan segala macam atributnya itu akan memudar bahkan padam. Tidak dipungkiri, jatuh cinta kepada seseorang dan mendapat sambutan seimbang adalah pengalama bathin yang luar biasa, tidak bisa akan lupa sekaligus pada saatnya ketika mabuk cinta sudah mereda, semua akan tampak wajar dan biasa saja. Jatuh cinta menghadirkan segala perasaan serba indah dan romantis bagi setiap individu. Hal hal sepele dan biasa bisa berubah menjadi dramatis. Sebagian orang menjalani kehidupan dengan dramatisasi emosi yang kental, dengan pemahaman bahwa segala yang disediakan oleh hidup adalah seni. Alam, manusia, perasaan, dan seluruh kehidupan memiliki nilai estetika yang tinggi. Jika orang seperti ini jatuh cinta, maka dunia angan anganya akan berubah menjadi segala sesuatu yang berhubungan dengan terjadinya keajaiban.

Jatuh cinta bagi orang luar yang tidak mengalaminya juga memiliki potensi distruktif, menghancurkan. Banyak orang menafsirkan jatuh cinta sebagai keinginan untuk bersama sama terus, berkomunikasi terus, bahkan sebagian orang menafsirkan sebagai kebebasan untuk bersebadan maupun berduaan dengan bebas dengan lawan jenis. Jatuh cinta seperti ini tentu memiliki kualitas yang rendah dan belum patut dinamakan jatuh cinta, kecuali ketertarikan akan lawan jenis; sexual needs fulfillment.

Jatuh cinta hakiki adalah seni komunikasi hati, dus tidak ada yang instant. Mungkin berawal dari rasa “click”, kemudian simpati, kemudian timbul perasaan perasaan halus yang membuai yang menimbulkan rasa peduli dan kerelaan untuk terlibat terhadap individu lain sekaligus memiliki dasar dasar rasa hormat dan tentu memuja. Jatuh cinta yang baik berisi hal hal yang saling menjaga tanpa mengekang.

Jatuh cinta adalah ketika diri membiarkan hati mengambil kendali, ketika logika mati suri, penghayatan terhadap setiap moment terjadinya komunikasi dua hati dengan cara apapun yang berujung pada satu kesimpulan; memuja rasa.


Minggu, 4 Desember 2005
Perenungan pada siang bolong dari kamar kost…