Friday, March 04, 2005

Hati dan Logika



Kesombongan mengenalkan diri sebagi yang terlatih oleh pengalaman dan terbiasa untuk mandiri, mumpuni dan sekaligus menyandang kodrat atas gender. Dewasa, dan kokoh dalam diam serta sebagai pribadi yang bukan pemberontak. Selalu berusaha keras untuk tetap menabur benih bahagia bagi hati sendiri hampir pada setiap kesempatan dan menikmati semua yang terlewati sambil belajar darinya. Kepada orang yang tersayangi selalu menimbulkan hasrat untuk mengabdi, menjadi sinar samar samar ketika pandanganya mengabur, menjadi tiang ala kadar ketika kakinya goyah, menjadi apapun yang menguatkan ketika keyakinanya menjenuh. Mereka tidak pantas untuk bersedih bahkan untuk menangis sendirian, mereka punya segalanya untuk menolak bahwa kesedihan memang layak untuk dilalui.

Keyakinan bahwa hidup memang karya Tuhan yang misterius, tanpa tertebak dan bahkan terlalu banyak penjabaranya. Tetapi juga meyakini bahwa hidup manusia hanyalah manjalani keputusan yang dibuatnya sendiri. Setelah sekian tahun berkutat dengan amarah yang meluap, dendam yang menghanguskan dan kekecewaan yang memerihkan hati setiap detik, bersyukur sekali bahwa bisa cope dengan itu, bisa berkompromi dengan itu dan memandangnya sebagai salah satu episode dalam riwayat hidup. Kesedihan kadang juga datang menyergap kesendirian yang sempurna, dan itu belakangan bisa terimprovisasi dengan hal hal yang menenteramkan hati sendiri. Begitu juga ketika diri merasa harus pasrah pada keadaan bahwa inilah yang harus dijalani, tetapi pada detik lainya harus dengan kekuatan hati menghentikanya sebelum semuanya menjadi semakin parah.

Hati dan logika, pekerjakan dua unsur itu untuk tetap bertahan mencari perbaikan, mencari kompromi kompromi dan bahkan kalau mungkin improvisasi. Ikuti apa kehendak hati, dan biarkan logika sebagai pedang pengawal kebebasan hati. Apapun bisa terjadi pada siapapun, dan ketika hal terekstrim sekalipun terjadi, maka terjadilah sebagai kejadian yang memang wajar terjadi dimuka bumi ini, di lingkaran komunitas yang terkotak kotak oleh produk budaya. Hidup haru terus berjalan dan memang akan terus berjalan, maka jalani saja semuanya sebab hanya diri sendirilah yang memegang kemudi hidup secara penuh, tidak orang lain. Hidup untuk diri sendiri meskipun sekarang harus banyak terbagi oleh hadirnya orang orang tercinta sebagai jimat penyemangat, sebagai harta paling berharga. Maka, ketika bathin galau, ketika pandangan mengabur dan ketika langkah goyah, kembalilah pada hati yang paling jujur, dan biarkan akal sehat menimbang nimbangnya untuk kemudian membuat keputusan yang harus secara konskwen dijalani. Mencari jawaban atas pertanyaan " apa " yang paling membuat hati bahagia dan tenteram, lalu mengikuti jawaban itu dengan ikhlas, dengan landasan bahwa tidak menggulung kebahagiaan apalagi kehormatan orang lain.

Ah aku kenyang betul dengan menghayal dan mengandai andai, bahkan hal yang tidak mungkin sekalipun. Jadi ingat, banyak andai andai menjadi kenyataan kemudian suatu saat, suatu hari ketika pengandaian pengandaian itu sendiri sudah lewat dari angan angan.


Nuansa Indah #317 – Balikpapan, 3 Maret 2005