Wednesday, March 13, 2019

Epicentrum



:MP
Genap sebulan sejak letupan bencana batin itu terjadi. Guncanganya masih saja seperti kemarin terjadi. Segalanya porak poranda sehingga mengaburkan masa depan. Langkah langkah bingung dan goyah oleh luka yang majemuk mencari arah yang tak dapat ditemukan. Luka luka menganga menandakan pertempuran yang dahsyat dan mengerikan. Setiap orang terluka, sobek di dada atau kepala oleh tebasan pedang kenyataan. Dunia seolah berhenti berkehidupan dan hanya seolah mencacah jumlah kerugian akibat hancur oleh khianat.

Sebulan berlalu dan badai mengamuk belum lagi reda. Peperangan yang sangat diam melahirkan jiwa jiwa penuh luka, penuh dengan dendam dan keletihan. Leleran darah dari luka segar tak jua mengering meskipun badan letih oleh perang batin. Kehilangan dan penyesalan telah bertransformasi menjadi kesedihan yang pekat. Erang kesakian dan jerit ketakutan ditebar sepanjang jalan demi terlampiaskannya kecewa yang bagaikan cuilan batu menancap di telapak kaki. Malam malam berisi api yang membakar dada dan kepala, melahirkan sumpah serapah layaknya manusia sampah.

Rangka rangka masa depan berguguran oleh sebab terbengkalai ketika batin sibuk berperang dalam bisu. Putus asa telah menguras seluruh isi pesediaan energy yang biasanya begitu menggairahkan, kini berubah lunglai tanpa pengharapan. Langkah langkah hara-kiri mulai dilirik untuk dijadikan alasan terakhir menyelesaikan peperangan batin.

Begitu banyak orang terluka. Ada yang berteriak menggelepar, ada yang mengerang seolah tubuhnya terbelah. Tak kurang tujuh orang sudah berlumuran darah, masing masing memamerkan luka menganga yang melambangkan duka terdalam. Semua terjadi hanya karena satu langkah yang lupa diri, ketika dunia membutakan mata dari ketulusan dan kedalaman kasih yang tumbuh secara alami. Semua rubuh ke tanah, tertikam oleh kebohongan panjang demi dengus pelacuran. Satu langkah khianat telah menyebabkan dunia bagai kiamat. Pikiran hilang arah, badan hancur dijajah, dan batin yang compang camping dipermainkan kenyataan.

Kebingungan mempermainkan gelap pandangan, tak jua mengendap segala keruh debu kenangan. Iblis menari nari disana sini, mempermainkan jiwa yang tak berdaya ditikam segala bentuk kebencian. Belum ada tanda tanda akan datang cahaya hikmah yang akan menuntuk kepada sebuah hidayah. Tetap saja semuanya  harus hanya diterima dan dijalani sebab hidup tidak akan berhenti hanya karena masalah hati. Bahasa hati punya komuniatasnya sendiri, komunitas sangat rahasia yang tidak ada sama antara satu dan yang lainnya. Semua peristiwa melahirkan cermin benggala dimana kita diingatkan untuk selalu setia kepada nurani. Sebab hati nurani adalah tiang tengah yang harus jadi pegangan karena berisi hukum etis tentang kepantasan, kelayakan dan adab. Semua berkaca, menyelami diri yang selama ini terasa lena hidup bahagia. Nyatanya memang segala yang terbentuk dari hati akan berakhir abadi. Keinginan tak pernah ikut menua bersama usia. Harapaatn harapan baru dibangun sebagai penghiburan atas getir  aturan peradaban.

Badai akan mereda, lalu langit akan terlihat lebih cerah dari biasanya.



Bambuapus 190313