Wednesday, October 05, 2005

Setelah Bali Meledak Lagi


Senja lepas dari mayapada. Dari tepi pantai Kuta, matahari baru saja lindap dibalik garis horizontal yang menyisakan bias merah menggelap diangkuti ombak yang lantas mendamparkanya ditepian, amblas dihisap pasir putih sepanjang bibir samudera. Diatas pasir, ditepi pantai dan dibawah langit meja meja kayu telah rapi ditata, orang orang enggan melepas matahari keperaduan, menatapi ujung barat yang tinggal pekat. Lazuardi bening. Sabtu malam baru mulai, eksotisme Bali membuncah pada atmosphere yang tecipta disetiap sudut kota. Lalulintas jalan seminyak begitu bersemarak menyambut datangnya malam minggu pada tanggal muda 1 Oktober 2005. Tak ada duka yang tersembunyi dari ribuan kepala dan hati yang berkelana disetiap ruang sepanjang jangkauan sinar lampu. Kemesuman membisik malu malu pada malam yang belia. Dewata sedang bercengkerama dengan semua penghuni kehidupan disana, diberkati setiap tawa yang meledak dari mana mananya.

1942WITA, sebuah gelegar dahsyat terdengar dari Raja’s cafĂ©. Menit berikutnya dua ledakan serupa membahana dari pantai Jimbaran* ketika orang bercengkerama bersama kekasih hidup mereka dibawah langit, diatas pasir, ditepi samudera kafe Manage dan kafe Nyoman. Ledakan itu menjadi titik kulminasi yang membalikkan kisah dari hitam ke putih, memberangus romantisme kehidupan yang berlaku, mengubah ketenteraman menjadi malapetaka. Detik berikutnya kepanikan merajalela. Manusia, kendaraan dan segala jenis kekacauan bebas menghambur dijalan jalan dan dimanapun. Suara klakson mengiringi jeritan dan teriakan, disusul lengking berpuluh ambulans menambah resah. Hati hati yang ceria berubah menjadi gelap gulita. Dewata entah ada dimana, mengilang seketikan dari dalam hati dan kepala. Asap pekat membumbung, segala keteraturan berhamburan acak tak tentuan. Sebuah aksi terror baru saja sukses dilaksanakan!! Sebuah tindakan dengan tujuan untuk melahirkan efek takut dan terancam; terorisme.

27 orang berubah menjadi mayat; tewas dengan tubuh compang camping, sedangkan 129 lainya harus dirawat masuk IGD rumah sakit karena luka yang kebanyakan karena terbakar dan cedera tulang. Korban tidak dipilih berdasarkan kriteria dosa dan kebejatan ahlaknya, tetapi random berdasarkan peruntungan hari naas masing masing, dari bocah, manula, remaja, dewasa bahkan binatang sekalipun menjadi korban - meskipun tidak masuk dalam hitungan angka statistik ‘death toll’ resmi - . Polisi kita dengan detasemen 88 antiteror andalanya cekatan bertindak. Dua hari setelah kejadian polisi menyimpulkan; modus operandi: suicide bombing. Pelaku: tiga orang pria, tinggal kepala doang. Identitasnya, dalam proses penyidikan.

Dunia mengecam aksi kriminal sadis ini. Bahkan semua orang yang msih punya nurani menghujat tiga butir kepala si pelaku peledakan. Sikap kelompok pelaku yang banci membisu tak berani mengklaim sebagai fihak yang bertanggung jawab membuat banyak fihak dan banyak orang menyampaikan analisa, terkumpul menjadi teori berdasarkan penguasaan materi dibumbui dengan asumsi teknis. Dari banyak ‘narasumber’ sukarela itu ditarik garis garis besar sebagai berikut; pelakunya dicurigai adalah kelompok islam radikal Jamaah Islamiyah. Motifnya, bisa memang terror murni anti Amerika dan Australia yang memanfaatkan kealpaan popularitas Bali sebagai media atau serangan terhadap sistem demokrasi Indonesia yang menghisap Bali habis habisan atau “SMS” kepada dunia bahwa institusi keamanan di Indonesia loyo atau pukulan terhadap arogansi Bali yang notabene mayoritas Hindu karena issue tuntutan otonomi khusus bahkan ada yang dengan sinis menyimpulkan aksi itu adalah gaya mengalihkan perhatian orang terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM yang mencekik leher dan mengeksploitasi keberadaan keluarga miskin.

Teori teori diatas menjadi tidak penting ketika fakta menunjukkan bahwa tigaperempat lebih korban ledakan adalah orang Indonesia sendiri dan 100% adalah tidak mengerti seluk beluk misi terorisme (kecuali ketiga korban yang hanya tinggal kepala, tentu). Obyek yang diserangpun bukan lagi gedung, bangunan ataupun instalasi vital milik negara lain, tapi tempat umum yang biasa dipakai untuk rendezvous, kongkow kongkow.

Dalam pemahamanku, aksi brutal itu tetaplah perbuatan diluar batas ukuran orang bermental sehat, bodoh dan destruktif. Siapapun pelakunya adalah manusia yang sangat patut dikasihani karena kemelaratan nuraninya. Atau lebih patut diterapi karena kesesatan jiwanya. Ada pribadi invalid telah menebarkan virus budi pekerti kepada orang orang bodoh yang bisa didoktrin untuk menjadi monster dengan iming iming surga berlabel agama yaitu dengan melilitkan bahan peledak sejenis Trinitrotoluena (TNT) dengan imbalan perjalanan aman menuju surga. Menurutku sistem pengajaran akidah di negeri tercinta ini masih bersifat konservatif dimana agama dijejalkan diotak sebagai ideologi akal dan Tuhan diperkenalkan sebagai ‘algojo’. Seyogianya agama diperkenalkan sebagai sebuah ideologi nurani sebagai dasar dan patokan berperilaku sedangkan Tuhan adalah sang causa prima, pengawal nurani setiap jiwa. Dalam sejarahnya, agama timbul sebagai reaksi korektif dari kemerosotan budi pekerti pada suatu kaum. Ajaran dasarnya universal, yaitu cinta kasih kepada semua mahluk. Cinta kasih adalah sumber dan akar dari budi pekerti yang seyogianya menjadi dasar dari sikap hidup penuh harmoni. Perkembanganya, agama menjadi tunggangan bagi segelintir orang ambisius dengan pemahaman yang keliru untuk mengkampanyekan agenda individualistik terselubung dalam kamuflase agama.
Type orang seperti itu aku namai saja; Bajingan!


Kost Simatupang, 04 Oktober 2005



* Pantai Jimbaran: dimana pada sebuah sore November 1992 aku dengan ceria memunguti puluhan ikan layang layang yang terdampar, mabok oleh angin pancaroba dan perubahan suhu di samudera Hindia. Kubawa pulang ke gubukku dan berpesta bersama Blackie, anjing kecil hitamku yang mati tertabrak mobil dua bulan kemudian di depan Santa Fe bar and grill Jl, Dhyana Pura 11A, Seminyak – Kuta.


.





MARHABAN YA RAMADHAN



Besok Ramadhan datang lagi. Ritual puasa sebulan penuh dimulai. Hari ini demonstran menolak kenaikan harga bahan bakar minyak masih meramaikan jalan jalan protokol Jakarta. Dua ribuan massa bergerombol dan membuang engergi sekaligus mengganggu pengguna jalan di seputaran HI dan dekat RSCM. Dari mushola samping kostku suara orang bertadarus mendayu dayu lewat corong loudspeaker. Entah surah apa yang dibacanya, entah apa pula maknanya.

Dikantor, sore tadi menjelang pulang orang bersalam salaman, meminta maaf dan mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa. Harmonisasi komunitas ataukah bagian dari ritual Ramadhan, tak perlu dipertanyakan karena memang bagus demikian diadakan, meninggikan rasa kehormatan dan penghargaan terhadap satu kepercayaan bathin, tuntunan perilaku dan mungkin sebagian orang lagi adalah komunikasi vertikal antara mahluk dan sang Khalik.

Ramadhan tahun ini berangkat dengan bobot yang sedang sedang saja dalam ukuran pendalaman kebatinan pribadi. Puasa, yang pada hakekatnya adalah pengendalian diri lebih merupakan momentum rutin yang tercetak baku dalam konsepsi masa. Seperti tahun kemarin, seperti tahun yang akan datang, Ramadhan akan datang. Nilai “kesucian” seperti yang dikampanyekan ahli dakwah belum datang menyentuh kedasar sanubari yang bisa meluruhkan segala jenis kegersangan dalam jiwa. Aku menunggu hidayah, sebab hanya bisa menunggunya.

Selamat datang Ramadhan. Selamat datang bulan suci, aku menyambut dengan ucapan. Melewatinya dan menjadi catatan yang tak teramalkan. Tetap, duapuluh empat jam sehari dan tujuh hari dalam seminggu berjalan, meski bulan suci Ramadhan datang, hingga tiba hari lebaran….bulan depan.
Setidaknya, abab kita bau wangi bunga kesturi kata Mami Sita…kejadian langka, bukan?!

MARHABAN YA RAMADHAN….SELAMAT DATANG BULAN PENUH BERKAH DAN KESEMPATAN….


Simatupang, 4 Oktober 2005.