Monday, May 11, 2009

Sebuah Pertemuan

:
(Pada setiap pertemuan, takdir yang berbicara)
Lambaian tangan dan tatapan mata terakhir di ujung tangga berjalan menutup pertemuan, lalu seluruh keberadaanmu mengikuti sepanjang jalan, sepanjang aspal basah yang tertindas ribuan langkah. Percakapan denganmu tak terhenti hanya oleh jarak yang semakin menjauh. Nanti, kita akan bertemu lagi di suatu hari. Atau bisa jadi inilah pertemuan terakhir kita. Sometimes, “next time” doesn’t exist, demikianlah kata kata peredam duka jika ternyata pertemuan kali ini adalah yang terakhir kali oleh sebab setiap hal dalam kehidupan selalu berpotensi sebagai hal yang terakhir yang kita alami.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, tiap pertemuan selalu menghasilkan pertanyaan pertanyaan dan kesan pikiran. Sesaat setelah pertemuan ini begitu banyak hal yang menjejali pikiran, tapi tak satupun yang mampu tersusun jadi percakapan. Mungkin memang tidak diperlukan percakapan, ketika semua kejadian hanya ada di perasaan, dalam hati dan angan angan saja. Pertemuan membuka babak sejarah baru dalam cerita hidup setiap individu sebagai persinggahan kisah kisah yang kelak memperkaya isi cerita sejarah diri.

Bertemu dengannmu, bagiku adalah peristiwa tidak biasa dalam hidup. Setelah bertahun tahun hanya bayangan yang tak tersentuh, seperti peri bersayap kupu kupu yang menebar cantikmu tanpa suara; jadi buram di pandangan mata. Sungguh terasa bahwa anugerah apapun yang dalam hidup bermula dari keinginan sederhana yang terkadang menjelma mimpi, mimpi alam sadar yang dilumuri doa. Bertemu denganmupun menyadarkan bahwa diri pernah meminta sangat berharap suatu hari akan bertemu denganmu. Dan semuanya terjadi dengan cara yang sangat sederhana. Dan, terimakasih, hari ini telah kau lunaskan tunai mimpi itu. Tidak ada arah tujuan dari pertemuan ini, hanya menglir saja mengikuti apa kata sang hari.

Hujan diluar jendela sejak tadi tidak juga berhenti. Hujan ini seperti mengurung fikiran, memutar mutarkan pertanyaan tanpa jawaban; semua tentangmu! Aku begitu suka dengan hujan, dengan udara yang mengiringi, dengan bebauan dan suara yang datang bersama curah air sejuk segar itu. Aku suka hujan karena ia memberi indah bagi fikiran. Seluruh isi pikiran seperti berdesakan diujung jari, berdesakan saling menyumbat aliran darah ke jari jemari.

Inilah secuil dari bergumpal gumpal buah pikiran yang tertangkap lewat tulisan. Jika ini dianggap sebagai kesalahan hanya kata maaf yang bisa jadi tebusan, sebab kesalahan perasaan tidak termasuk dalam hal yang diatur dalam hukum pidana di Indonesia.


Bambuapus - 090511