Saturday, April 18, 2009

Catatan Tulisan Tangan

Sejuk hawa malam kota Bandung menyergap segenap batin, seluruh angan angan menghambur dan membaur dengan keberadaanmu dalam hati. Jam Sembilan lewat duapuluh satu malam, rembulan setengah lingkaran merangkak pelan. Perjalanan yang kurang menyenangkan sepanjang tol karena cuaca dan ramainya kendaraan seperti tertebus oleh gemerlap kota Bandung begitu keluar dari pintu tol Pasteur. Membaur dengan hiruk pikuk Bandung sebentar, membelok ke kiri di persimpangan pertama dan ajaib, tidak jauh dari situ berdiri gagah Universitas Maranatha. Ah, kehidupan alam batin masih begitu penuh tentangmu. Semua tentangmu, dan mengangankanmu memberikan kemewahan privacy yang tak terlukiskan dengan kata kata. Dan kemewahan seperti itu hanya bisa didapatkan bersamamu, tentangmu. Ah, rindu itu rupanya sudah menjadi bagian dari darah dan tulang yang menghuni kalbu, sampai saat inipun.

Malam ini diri merasa berada bersama masalalumu, bercengkerama dengan hati, kata kata dan sikap yang digerakkan oleh kekuatan luar biasa. Bandung…ya…bahkan kota inipun seperti melambangkan jejak jejakmu. Ah, andai saja kita bertemu raga saat seperti ini, di tempat ini dan dengan angan yang ada kini. Pastilah moment itu akan menjadi moment terindah yang pernah dialami oleh dua orang manusia. Keindahannya bisa menjadi juara seandainya ada kontes rasa terindah di dunia ini. Ya, setiap pertemuan yang kita buat selalu menjadi moment terindah sepanjang kisah cinta manusia. Kita juga menjadi juara untuk kontes rahasia terindah. Ah, rindunya hati melihat lagi gigimu yang kecil kecil itu.

Mengenangkan masalalu yang tercatat di belantara langit, lembar demi lembar kenangan terselip diantar kisi kisi bintang gemintang. Begitu banyak hal yang pernah kita bicarakan rupanya, dan begitu dalamnya kita saling mengenal masing masing. Ataukah hanya orang sinting yang merasakan seperti itu? Ah, pasti tidak. Kita selalu merasakan apa yang kita rasakan seperti layaknya jiwa yang terbelah dua, bukan?! Persekutuan rasa kita tidak pernah sekalipun mampu untuk diragukan. Sekarang rasa rindu menyerang keinginan melihat lagi mata siptmu, yang tinggal menjadi garis ketika engkau tertawa, dengan demikian tidak pernah pupus rasa ingin membuatmu selalu tertawa dan tersenyum…

Terkadang muncul godaan dalam angan angan, bahwa kita kembali menjadi dua orang asing di dunia ini, menjalani hidup masing masing seolah olah kita tidak pernah saling ada melebur sukma dalam penghamburan rasa. Cuaca Jakarta belakangan ini menggiring diri untuk bertahyul bahwa itu firasat kalau dihatimu kini satu demi satu huruf nama matahari rontok di alam batin. Bahkan jika itupun benar, diri masih sangat bersyukur pernah mengalami hal hal hebat bersamamu.

Dari lantai 5 secuil Bandung terlihat berhias kerlap kerlip lampu warna warni. Kuning, Merah, Biru, dan lain lainnya diliputi oleh temaram malam. Kota ini indah, eksotik! Bersama butiran embun yang mengembara melintasi atap atap rumah yang beku, doa terikirim untukmu, tidak putus putus agar bahagia dan tenteram menjadi pengisi setiap detik bagi hidupmu kini, dimanapun engkau berada. Doa yang mengalir dari palung hati bersama rindu menggebu yang tak juga surut oleh pautan sang waktu...

Bandung 090418