Monday, February 05, 2007

Larva di kepompong jiwa

Sebuah sentuhan yang awalnya sederhana ternyata bisa menyuntikkan jutaan larva, menyelip diantara lipatan bangkai waktu dan terus tumbuh hidup diantara badai dan gelisah, antara sedih dan amarah. Larva larva iblis yang masih bayi dan lembek seolah benda mati yang tak akan memberikan dampak apa apa bagi masa depan. Kegagahan diri tampak sebagai tameng yang menghalangi apapun untuk datang menerjang, menyombongkan diri atas kekuatan hati yang dipaksakan, berharap diberi seutas medali penghargaan.

Dan saudara, catatan masa adalah proses metamorfosa yang sebenarnya. Menyimpan kekokohnya dalam bungkus keseharian yang sempurna, dan merasakan bayi bayi iblis perlahan lahan menggerogoti sampai ke setiap sudut yang tersembunyi sekalipun dalam nurani. Membusuk dan rapuh, hingga bolong bolong dinding pertahanan emosi, tertinggal sejuta lobang tempat iblis dewasa datang dan pergi sesuka hatinya. Tak ada lagi larva, tak ada lagi cita cita yang dikandungkan si kepompong, hanya tinggal bangkai tak bernyawa penghias ranting di belantara dunia.

Lantas kemana perginya jutaan larva iblis itu, saudara? Mereka telah menjadi iblis dewasa yang mentransformasikan kehidupan dalam warna amarah dan kesedihan. Mereka terbang berhamburang menempati setiap sudut pandang dunia fana, dan menjadi klilip bagi mata yang memandangnya, slilit bagi fikiran yang mengandungkannya. Iblis iblis menjadi algojo penyiksa yang datang sesuka hati, kapan saja dari subuh hingga subuh berikutnya. Hati yang semata wayang menjadi compang camping kehilangan bentuk, dicabik dan ditindasnya tanpa perikemusiaan. Seranganya tak mematikan hanya melumpuhkan segala syaraf rasa.

Tak ada lagi yang bisa diberontak sebab semua berjalan hanya mengikuti siklus waktu yang bermetamorfosa pelan pelan dan tanpa akses kesalahan, kecuali diri yang terus menyesali karena dibiarkan sebuah sentuhan sederhana terjadi dahulu kala di suatu hari. Menganggap kekuatan hati boleh menampung beban apapun yang bakalan datang, apalagi hanya segerombol belatung lembek di telapak kaki. Siapa menyangka jika akhirnya sang belatung berubah menjadi sekelompok monster yang meremukkan segenap kesejatian diri?

Nutricia, ketika hujan tak jua reda, ketika amarah tak jua sirna 0701201