Monday, February 19, 2007

Permaafan

Seorang biasa pernah dengan bijak menyampaikan kata ini :” Seberapapun kesalahan yang dia buat, tidak menghalangi saya untuk tetap mencintainya. Jika saya marah atas perbuatanya, saya takut nanti justru amarah itu akan menyeret saya ke arah sikap yang salah dalam menyikapi kesalahanya”. Padahal lelaki yang belum terlalu tua itu baru saja kehilangan 3 orang anak kandungnya yang tewas dibunuh oleh ibunya sendiri yang notabene adalah istri yang dinikaihnya dulu karena cinta. Demikianlah maka ia telah betul betul berkomitmen terhadap cintanya kepada istri. Ketika sang istri oleh pengadilan dibebaskan karean mengalami gangguan jiwa berat, sang suami dengan tabah hati harus menerima semuanya dengan ikhlas bahkan semasa persidangan sekalipun suami luar biasa ini tetap setia mendampingi istrinya, pembunuh tiga anak kandungnya.

Tidak banyak yang diharap dari sang suami, kecuali agar supaya istrinya kembali menjadi wanita normal dengan pemikiran yang normal. Ketidak normalan cara berfikir telah menyebabkan anak anak titipan Illahi harus berujung di liang lahat pada usia yang masih sangat muda.

Ketauladanan si suami ini menjadi godam pemukul hati ketika kita begitu sibuk menghitung dan mendokumentasikan kesalahan orang lain dan sakit hati yang ditimbulkan oleh orang lain terhadap kita. Kebesaran hati dan kekuatan jiwanya telah membawa pandangan jernih dalam situasi yang samasekali tidak terbayangkan dalam emosional yang normal. Air mata yang masih terus mengalir tak menghalangi niat maupun pandanganya bahwa maaf harus diberikan mutlak kepada siapapun yang bersalah dan harus dengan ikhlas diberikan agar tidak mengaburkan pandangan ke arah yang lebih salah dari kesalahan pertama.

Bagi kebanyakan orang memaafkan adalah hal sulit dalam hidup. Melihat apa yang kita kerjakan bertahun tahun hanya berakhir dengan penghinaan, atau melihat perbuatan kesengajaan terhadap sikap baik kita, tentu akan menimbulkan luka mengaanga di dalah hati. Jadi teringat tentang sebuah paku dan kayu, jika kesalahan itu diibaratkan paku, maka hati manusia ibaratnya adalah sang kayu. Bisa saja dipaku, kemudian dicabut, tapi tetap saja meninggalkan bekas luka. Demikian juga manusia, sekali berbuat salah, dan seberapapun permohonan maaf yang disampaikan, tetap saja didalam hati tersimpan bekas luka.

Tapi sang suami yang tertulis diatas tentu beda dari kebanyakan dari kita karena dia termasuk satu dari sedikit manusia luar biasa dimuka bumi ini…


Nutricia, 070217