Thursday, September 22, 2005

IM3 Corner Manado



Disaksikan rembulan yang malu malu muncul diperadaban bumi, kuhirup anyir pasir lautan dan sayup gelisah lautan pantai Boulevard di teluk Manado. Eksotisme kota ini telah menjadi kemesuman menjijikkan dijiwaku yang sakit. Aku merindukan kamar hotelku yang kosong sunyi ketika dialog meliuk bagaikan puting beliung. Kebisingan kulalui bagaikan mute mode dalam layar TV. Sunyi dihati.

Ah, musik dari loudspeaker itu, bikin aku muak ingin muntah. Musik yang mendengingkan dendam dan menayangkan badut dengan cemoohan atas diri yang terpecundangi. Lampu lampu berbisik tentang kasak kusuk sepanjang pantai, ketika orang orang berpasangan bergandengan berlalu dari hadapan. Entah apa yang diperbuat dalam gelap sana!

Dan dialog kami terus saja berkisar. Dua jam duduk untuk satu gelas teh jeruk nipis hangat, ketika coklat panas tak tersedia. Dinegeri tropis tanah airku sendiri dimana jutaan hektar bidang tanah ditanami kakao, dan aku gagal menikmati coklat panas yang sudah mengepul dikepala. Dan obrolan terus saja berkisar, dan musik terus saja mengalun, bagai palu godam dalam fikiran.

Angin datang dan pergi sesuka hati, kadang kencang kadang sepoi. Mejaku kini penuh gagasan gagasan penutup lubang menganga atas siapa diri. Aku menjadi idealis jalanan paling dominan tiba tiba, bicara tentang Jalan Roda dalam perspektif sederhana. Bicara tentang kota ini dalam ketidak pedulianku yang sesungguhnya.

Tempat ini telah menjadi bedebah dalam diriku. Eksotismenya terterjemahkan menjadi kemesuman menjijikkan dikepalaku. Aku ingin pulang, kekamar hotelku yang senyap menenteramkan…




IM3 Corner Megamas – Manado, 21 Septmber 2005