Sunday, October 09, 2005

Refleksi dari kamar mandi



Jika jiwa adalah samudera maka raga hanyalah biduk kecil tanpa layar ditengahnya. Jika jiwa adalah langit, raga hanyalah sebuah bintang diantara keleluasaanya. Refleksi dari kamar mandi bercerita tentang ketelanjangan diri atas keberadaan jiwa yang sunyi senyap maha luas.

Senyap dan lengang yang menyerbu menghadirkan badai bisu yang mencekam, menggelisahkan. Keyakinan bahwa diri tetap hidup dalam hati orang orang terkasih lelah terombang ambing dalam keraguan sendiri. Angan tertancap dibeton masa, tanpa harapan dan hanya masa lalu yang memilukan. Bahkan musim berjalan tanpa suara dan tanpa rasa. Kekosongan menjadi begitu sempurna dikamar mandi, mengharap sesuatu terjadi, datang dari langit.

Khayal dan pemikiran pun membentur pada langit langit tempurung pengetahuan, dimana hanya ketelanjangan semata yang tertayang. Pertanyaan ragu menikam nikam; benarkah bumi telah kehilangan gravitasi dan kedap segala? Ruang ini, sudahkan hampa udara? Atau barangkali nyawa ini masihkan punya harga?

Semestinya, selama jarum jam tetap berdetak memutar dan siklus perjalanan matahari belum rusak, tentu harapan tetaplah ada, meski buram tak kentara. Membawa diri mengikuti arus takdir tidaklah akan sampai kemana mana kecuali mati. Mati? Betapa indah dan menyedihakan sebuah kematian dalam kehampaan ini. Akankah dibalik kematian ada para bidadari telanjang dan orang orang baik hati penuh ketulusan? Ataukah itu hanya dongeng yang menjadi bingkai nurani?

Dari kamar mandi, ketiadaan hanya melahirkan pertanyaan pertanyaan tanpa jawaban semata…

Kost Simatupang, 08 Oktober 2005