:MP
Dari ketinggian
jelajah tigabelas ribu kaki dan terus menurun, pulau tujuan itu nampak seperti
seonggok kotoran yang terapung di luasnya air berwarna biru. Kerlap kerlip riak
ombak tampak seperti permata yang menyambut pesawat kecil yang terombang ambing
dipermainkan altitude. Langit begitu
cerah dan biru, awan gemawan mengambang disekitaran seperti kapas dan kembang
gula. Warnanya yang putih berlarian ke belakang seolah menyilahkan diri untuk
datang mencicipi bumi baru, bumi larungan tanpa masa lalu.
Bandara yang
lebih menyerupai airstrip menyambut
dengan guncangan dan sedikit kecemasan akan terjadinya celaka diperjalanan.
Angin berhembus membawa bau laut menyapu wajah, memperkenalkan diri sebagai
tuan baru bagi diri dengan batin kosong melompong yang berkehendak membuang
diri ke dalam ketidak tahuan orang orang yang pernah dikenal sebelumnya.
Salam kenal
wahai Larungan, bumi kecil tempat masa depan akan terancang dengan hati hati.
Luka dan dendam yang tersimpan di hati akan menjadi pengigat abadi dan penghias
bagi gemilang yang nanti mungkin menjelang. Kamp
kecil menyambut, diiringi oleh sopir penyambut yang langsung memperkenalkan
diri begitu kaki menginjak pintu keluar bandara kecil dan sederhana itu.
Berkendara dalam
mobil double cabin dan sambil
mendengarkan pak sopir berceita tentang tempat tempat, bangunan beratap seng,
pagar pagar kawat dan marka marka menunjukkan bahwa inilah areal tambang nickel
yang menjadi ladang pangan dan sekaligus arena mengaktualisasikan diri bagi
begitu banyak orang, begitu banyak nyawa. Tantangan dan rintangan tidak akan
menghalangi, sebab diri datang hanya membawa nyawa yang terbuang. Betapa sendirinya manusia hidup membawa semua
kehidupannya.
Masa lalu telah
mati, roboh oleh khianat kekasih hati, sebuah istana batin yang runtuh sekali
sentuh oleh dia yang paling memahami cara menyakiti. Catatan catatan kekaguman
dan kesetiaan telah berubah menjadi duri duri pengingat sakit hati yang tidak
akan tercabut sampai akhir hayat nanti. Perihnya melebihi perih dari kulit yang
tergores oleh pisau cutter pada saat
kepala hanya berisi api. Amarah yang membuncah setiap siang malam bahkan sampai
ke alam mimpi menjadi rahasia paling pribadi yang tidak satu orangpun yang akan
mengetahui. Luka itu dibawa dari pertarungan diam yang sangat panjang,
dicetuskan oleh penghianatan yang diulang oleh malaikat yang dulunya menolong
ketika mulut tak kuat lagi mengerang kesakitan.
Alam baru yang
serba asing seolah tunduk oleh diri yang tak lagi berpribadi, tak ber masalalu
dan tak punya harga selain nyawa yang dibawa. Hewan dan tumbuhan seperti memaklumi
keadaan diri yang polos tanpa tendensi. Akulah orang baru yang terlahir dari
badai yang menderu. Masalaluku telah mati bersama dengan orang orang yang
tercintai. Hanya badan dan kaki sedikit pincang yang akan bertahan
mempertaruhkan nyawa demi masa depan. Akulah manusia baru di bumi Larungan,
yang berharap dari puing ingatan akan tumbuh dunia baru dengan harapan harapan
baru dan mimpi mimpi yang baru. Duka lara kusimpan dalam diam, kujadikan
kenangan paling kelam dalam sejarah kehidupan.
O, Larungan yang
cantik, sebentar lagi akan menjadi surga tak bertuan dimana aku akan menjadi
raja bagi diri dan keinginganku sendiri. Persetan dengan semua yang datang
hanya untuk menyakiti sesudah sekian tumpuk kesetiaan tercatat rapi. Kesedihan
yang terbawa akan mejadi alas tidur diam diam dimana tak seorangpun akan dapat
mengeja kisahnya. Semua terkubur hanya dalam ingatan meskipun sesekali
menyeruak berontak dari otak di dalam mimpi yang samar samar, didalam tangisan
tak sadar yang liar.
Luka dari
seluruh luka, sakit dari semua sakit terbawa dalam dunia diam. Erangan dan
jerit kesakitan harus ditahankan demi menerima dan menjalani takdir yang
diciptakan para durjana. Kekecewaan dan kesedihan harus ditahankan dan
dirahasiakan oleh sebab mustahil dapat melupakan. Malaikat kecil berambut ikal,
yang telah berubah menjadi iblis keji tidak akan dapat berubah jadi malaikat
lagi. Hati yang terlalu dalam mencintai telah terlanjur koyak dan bernanah
kini. Koreng dalam jiwa masih membiru ketika langkah kaki menapaki halaman
kantor tempat satu satunya diri merasa diterima dan ada; disini di tempat yang
jauh dimana tidak seorangpun tahu: Larungan.
Pulau Larungan akan
berarti pula menjadi obituari yang bermakna pulau Kabar Duka, akan menjadi bumi baru tempat semua masalalu
terpendam rapi dalam api abadi dalam hati. Pulau itu tidak terlalu besar, tidak
ada kota yang ada hanya rumah rumah penduduk beratap seng disepanjang tepi
pantai yang landai. Kapal ferry
datang setiap tiga kali dalam seminggu untuk mengantar perbekalan dan sarana
transportasi. Pesawat rintis akan datang dua kali dalam sebulan yang lebih
banyak digunakan charter oleh perusahaan
tambang yang seolah seenaknya sendiri mengeksploitasi bumi kecil Larungan.
Mercu suar
tempat kantor baru berdiri sendirian sejak zaman Belanda. Berdiri tegak dan
tegar selama puluhan tahun kesendirian. Aku ingin belajar dari keteguhan sang
suar, atas kesetiaanya kepada alam dan memberi kebaikan bagi kehidupan para
pemakai jalur pelayaran. Ditempat itu hanya sepi dan isi hati yang berbincang
tanpa henti. Jutaan kata kata dan kalimat akan tersusun dalam berjilid jilid
kisah indah tentang cinta yang tak pernah terjadi di dunia nyata. Kisah kisah
tragis tentang penghianatan dan sakit hati akan tertoreh dengan indah hingga
tak seorangpun pembaca akan menyaadari betapa dalam luka yang diderita sang
penulisnya.
Inilah manusia
kosong berbatin compang camping yang melarungkan diri ke tempat paling sepi.
Berharap suatu saat disinilah dia akan bertemu mati. Kehidupan nun jauh
diseberang akan tetap dipelihara sebagai kewajiban menjadi manusia. Sementara,
jiwa yang merana melarungkan diri ke tempat yang tanpa alamat. Satu dua orang
sahabat telah menjadi kerabat yang tak tertandingi. Kepada mereka tertitip
pesan agar jasad tanpa nyawa milik diri seorang kelak dapat dipulangkan ke
hangat dan damai pangkuan bunda di kampung halaman dan tak perlu kenangan
khusus atasnya; cukup menuliskan nama di batu nisannya.
Bambuapus 190312