Monday, December 18, 2006

Catatan pagi

Menatap ladang hari dari pinggiran pematang bernama pagi, hati kecut membayangkan matahari yang bakalan terik menghujam ubun ubun sampai ke dalam hati ketika diri membungkuk menyiangi tetanaman pengalaman yang dieprtahankan dan dipelihara demi eksistensi semata. Ditangan hanya ada belati, bekal dari sang bunda untuk membunuhi gulma nurani, dan berkonsep mimpi yang terbentuk dari satu demi satu detik yang terjalani di masa lalu, berharap terkumpul jadi satu rangkaian cerita biografi tentang seorang penghuni muka bumi.

Ternyata cinta yang menempatkan diri terlalu tinggi pada suatu saat sesuatu akan membantingnya keras ke permukaan bumi, kepada pijakan kaki; ladang garapan kehidupan sendiri. Awan gemawan di langit terang benderang seperti membujuk untuk terus menatapi, bahkan terkadang terlalu indah untuk mengabaikan sayap untuk tidak berkepak dan menari diantara gumpalanya, bertualang rasa diantara kerahasiaanya dan menjadi raja atas bukan siapa siapa kecuali diri sendiri.

Menatap ladang garapan hari ditepi pematang pagi, hati kecut menengok tetanaman yang binasa bekas pesta para durjana. Mencuri kepercayaan, merampok kasih sayang, dan menggadaikan pengorbanan atas ribuan tahun mengembara sendirian. Tidak apa, bujuk sang nurani. Matahari pagi ini akan menuntunmu untuk menabur lagi bebijian untuk benih harapan, diladang kering yang kelak akan menunggu datangnya hujan. Turunlah kemari, ke bumi di atas tanah merah dan letakkan sejenak sayap khayali, buka baju biarkan angin dan matahari menciumi dada dengan bebas.

Setetes embun yang tersisa di ujung sehelai rumput, menghentakkan kesadaran akan fikiran yang selama ini hanya melulu berisi tembok tembok tinggi pembatas kemampuan. Embun setia datang setiap pagi, menungguku setia di pematang sebelum melangkah jalani hari. Isak tangis akan ada, entah punya siapa. Pandangan bengis akan tetap ada, entah dari mana, juga cemburu yang membakar hati, akan tetap tinggal disana, entah karena apa. Tetapi kaki harus terus diayunkan maju kedepan, meninggalkan jejak dan juga jarak. Dan ladang harapan harus terus dipelihara menjadi sesutau yang menghidupi.

Dan ketika matahari merangkak mengangkangi bumi, mata tertuju hanya untuk mengikuti. Entah apa rasanya, tetapi menemukan diri sendiri dan kemudian menjalani mimpi dalam kehidupan adalah rasa dari hidup yang senyatanya. Demikianlah alam, hanya mimpilah yang patut untuk diperjuangkan agar diri bisa berselancar diantara perih dan indahnya.


Nutricia , dibawah mendung 061218