Wednesday, February 21, 2007

Melukis langit

Suatu pagi yang tidak begitu cerah, langkah yang goyah membawa fikiran gundah menjauh dari satu titik keberadaan, melewati tikungan dan belokan, tanjakan dan turunan bersama ratusan orang lainya yang entah mau kemana atau dari mana. Sebagian berpasang pasangan, diatas kendaraan mereka masing masing. Sepeda motor, mobil dan sedikit lagi berjalan kaki. Keramaian dunia dimulai lagi pagi ini.

Sisa embun terlupakan di dahan pohon mangga, seperti memang tidak pernah ada yang memperhatikan samasekali kehadiranya. Sebentar lagi matahari muncul, menyeruak diantara sekumpulan mendung kelabu yang menggantung di awang awang. Lalu apa? Harapan! Ya harapan bahwa hari ini sesuatu yang berwarna akan mengisi kalbu kita, akan mengisi fikiran kita dengan semangat dan kebanggaan atas eksistensi diri.

Ternyata gerimis yang datang menaburi dunia, membawa kesan muram yang membalut keindahanya. Ia datang membawa pesan tentang satu hari mendatang yang akan berjalan biasa biasa saja, seperti kemarin kemarin, seperti berabad abad silam. Sapa dari kejauhan dan ucapan selamat pagi dari seberang lauatanpun tak menggantikan kemurungan pagi, meraba raba apa yang hendak diperbuat dan apa yang akan terjadi sepanjang hari nanti.

Langkah yang tercetak di tanah berlumpur tempo hari perlahan pudar coraknya, berganti dengan genangan kenangan yang mengaburkan optimisme diri. Sederet angka dan setumpuk kewajiban siap berjibaku dalam diamnya, dalam penghayatan yang kekal. Kontradiksi demi kontradiksi terjadi dan orang orang terpelanting oleh kebingunganya sendiri menterjemahkan arti hidup yang tengah dijalani, sebagian lagi tertancap di tiang kebekuan tak hilang tak jua pergi.

Mimpi semalam terbawa ke ruang kerja, berbaur dalam rumit tanda tangan yang harus dibubuhkan bersama isi perut yang melilit, menyatu dalam syaraf di otak yang serasa terjepit perih. Kalendar di dinding membatu tak mengisyaratkan apa apa, demikian juga riuh para pekerja yang seolah tak memiliki dunia, kehilangan ruang privacynya. Batu batu dongkal kepribadian menghalangi pandangan, menggempurnya menjadikan kelelahan. Sebagian telah tercabut dari cadas tancapan, sebagian lagi masih mencoba coba mengukur kekuatan sang mental diri.

Melukis langit dikala pagi tak begitu cerah adalah meraba jawaban atas terkaan kabur, tentang apa yang mungkin akan terjadi seharian penuh nanti. Dilangit, tergambar kecemasan dan kebosanan, keinginan untuk pergi berlari jauh .…

Nutricia ketika gerimis menyapa 070221