Friday, July 28, 2006

Jauh

Jarak yang mempertajam sunyi mengundang gerimis untuk memupuk cabang pohon kehidupan menjadi lebih kokoh dan ngrembuyung menerima terpaan matahari yang sesekali mempertontonkan diri. Romansa perjalanan menyeberangi pulau pulau, ribuan kota dan jutaan kampung lindap dalam keterasingan yang sempurna sudah.

Keterpencilan telah membuka ribuan pintu gerbang pada iblis yang menyerbu menjadi hama, menggerogoti fikiran dengan amarah tanpa tujuan dan dendam tanpa tuan. Berandai andai hanyalah mengalihkan fikiran terhadap kenyataan yang berlawan. Gerimis setia mengawal pagi, tanah basah penuh misteri. Kenangan buruk rajin datang menyambangi, ia datang menjadi pengisi udara menjadi penuh dengan suara bisik, gambar dan rasa tentang penyiksaan perasaan. Ribuan iblis yang rajin berpesta membawa letih tak terkira.

Mengharap matahari datang menuntun semangat, ketidak pastian datang sebagai jawaban. Khayalan menjadi pengobatnya, meski pada kenyataanya jiwa dikerdilkan oleh perilaku durjana yang datang begitu saja diluar segala perkiraan akal sehat dimasa lalu. Nyata sudah bahwa khayalan hanya mimpi indah semata; tentang sebuah rumah sederhana di lereng bukit dimana hidup hanya berisi cinta, penghargaan, penghormatan dan penghabisan akan sisa usia dalam dekapan damai.

Siapa kuasa mengendalikan datang dan perginya kenangan dan rombongan rasa yang menyertainya ketika hati masih berfungsi dan jaringan syaraf dalam otak masih bekerja? Ia menjadi bagian dari darah, daging, tulang dan aura yang melingkupi keberadaan diri, nun jauh terasing di perantauan. Dan ketika sepi menghimpit, keberadaanya menjadi nyata, perihnya makin terasa juga segala pikiran negative yang beranak pinak dalam ketersembunyian masa. Pincang semata yang ada menjalani nasib dengan setengah hati. Kematian yang diharap datang tak bertanda, entah dimana rimbanya.

Melepas harapan ke angkasapun tak banyak membantu ketika diri dikelilingi oleh budak budak kepentingan kapital yang pintar berfilsafat tentang hal hal basi semata. Mengikuti arus fikiran sungguhlah sesuatu yang mematikan kepentingan ego, menyembunyikanya rapat hingga kelak meledak menjadi satu batu patokan langkah pengukuh nilai tawar. Rupanya di dunia hidup juga orang orang yang hanya mampu memandang apa yang ada dalam dirinya, mengesampingkan kepentingan orang lain apalagi berusaha menyelami apa yang terasa oleh orang atas apa yang diucap maupun sikap yang dipertontonkan.

Ketika jarak tempuhan jauh, pengalaman merelief di dinding ingatan, sebagian hidup kembali membwa banjir darah masa silam. And those demons…I can only stop them from coming in if I could only stop my mind from thinking, and I can stop thinking when I stop breathing.

Porta camp mile 38 – Papua 060728