Wednesday, December 30, 2009

Risalah Sakit Hati

Badai masih mengumbang ambingkan pikiran dan mempermainkan emosi. Didalam dada tipis ada gunung berapi yang siap meledak dan memuntahkan lahar panas yang menghancurkan siapa saja, apa saja yang dilintasinya. Tidak ada yang akan bisa menanggungkan akibatnya, maka akan bijaksanalah untuk menghindari komunikasi dengan, apalagi dengan penyebab bencana. Ibaratnya, setiap detik dan menit amarah itu membuncah, hanya penyebab bencanalah yang layak untuk menerimanya tumpahan kesalaha. Dan itu akan merusak, melukai serta merendahkan diri sendiri.

Hati bekas, berupa bangunan puing yang berdiri diatas puing pula. Akan lebih baik bagi siapapun jika gugatan atas keadaan itu diekspresikan dengan mengasihani diri dengan cara sendiri. Pikiran negative bukan hanya peristiwa muslihat yang diterima saja, tetapi berkembang biak menjadi anak anak prasangka yang begitu jahat menjajah kepala. Terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab sendiri dengan perkiraan, dan semuanya serba menyakitkan bahkan sampai ketidak percayaan akan kebenaran, serta lusinan pikiran yang menimbulkan ribuan pertanyaan dan juga menghasilkan jawaban berupa kesimpulan kesimpulan menyakitkan lainnya.

Kata kata adalah pedang, yang terkadang tajamnya terasa keterlaluan. Ketika itu terjadi, yang ada dalam pikiran adalah mendorong orang disekitar untuk menjadi musuh yang memusuhi karena sikap kasar dan provokatif. Ekspresi emosi adalah sikap yang dengan sadar dilakukan, seperti halnya ketika kita sadar bahwa kita telah gagal meredam amarah sendiri. Seandainya saja isi kepala dapat dibaca, maka mungkin orang tidak akan punya kata kata untuk menggambarkan betapa jahatnya cara pikiran negatif menyiksa diri. Kata ’keterlaluan’ akan menjadi terlalu sederhana untuk menggambarkan betapa sakit dan parahnya akibat dari siksa cemburu.

Maka sikap diam akan lebih baik untuk dilakukan, menenggelamkan diri dalam kemuraman sendiri, bebas mendramatisir luka luka disekujur hati. Semuanya terasa menjadi salah dalam hidup seketika, dan itu konskuensi yang harus tertanggungkan dari akibat tindak durjana. Keadaan seperti itu akan berlangsung entah sampai kapan, sebab seperti sebelumnya, hanya Tuhan yang tahu kapan siksa batin seseorang akan sementara menghilang. Hidayah akan datang supaya kita bisa melihat dunia dnegan cara yang lebih tenteram, mengembalikan kebahagiaan yang terkadang timbul tenggelam dipermainkan badai menyakitkan.

Sakit hati dimasa lalu tidak pernah bisa benar benar pulih kembali seperti sedia kala. Hati yang tersakiti akan menimbulkan kecacatan kepirbadian. Dan kecacatan kepribadian tidak bisa dihindari seperti halnya codetan luka yang menggambarkan sebuah kehancuran kecil di masalalu. Bekas luka menjadi catatan sejarah hidup yang harus menjadi hak milik pribadi selama hayat masih dikandung badan. Hanya kematianlah yang bisa memutus rantai peristiwa dan pengalaman sepanjang hidup, sekaligus menghapuskan semua kesakitan dan penderitaan yang terjadi diam diam. Bagi seorang lelaki, terkadang ada yang lebih mengerikan daripada kematian itu sendiri. Hal ini, semua laki laki tentu juga tahu.

Jika pernah bertahun tahun dalam kemuraman dalam kungkungan pikiran buruk dan sakit hati yang berkepanjangan maka cukup dijalani dengan kehidupan yang seolah olah. Mengekspresikan perasaan dengan kata kata dan perbuatan memang bisa menyinggung perasaan orang lain dan melahirkan konflik yang seharusnya tidak perlu. Seorang yang kuat hati akan menelan mentah semua amarahnya demi menjaga permukaan tetap datar dan aman tenteram bagi penghuni dunia lainnya.



Gempol 091230

Sunday, December 27, 2009

Cermin Benggala

Seminggu pasca benturan, ledakan dahsyat yang menggoncangkan ketenangan dan menggelapkan pandangan. Debu mulai mengendap, udara mulai jernih kembali, seperti tirai yang menyingkap gambaran kehancuran yang ditimbukan oleh dampak gempa jiwa. Korban mulai dihitung, penyebab dan musabab diselidiki untuk dijadikan catatan, sebagai tambahan pengetahuan atas alam kepribadian yang penuh rahasia dan selalu menampilkan sisinya yang berbeda dari waktu ke waktu. Analisa atas seluruh kejadian dijadikan patokan untuk merancang bangun kembali sebuah hubungan yang sempat goyah dan terdapat retak disana sini. Sebuah renovasi harus dilakukan dengan ekstrim jika kerusakan yang ditimbulkan oleh guncangan itupun menyebabkan sesuatu yang ekstrim. Demikianlah yang semestinya terjadi, jika sebuah hubungan terguncang oleh pikiran negatif pemercaya prasangka. Sebuah keputusan ekstrim tentu saja berharga sangat mahal. Bahkan nilai materi tidak bisa dipergunakan untuk mengukur nilai tukar dari kehilangkan seorang teman, sedangkan berteman adalah hak azasi manusia yang dilindungi oleh PBB. Memutuskan samasekali tali komunikasi dengan seorang teman dan bukan atas kehendak pikiran dan kemauan sendiri adalah harga yang tidak bisa ditukar dengan apapaun di duni ini.

Janji itu membuat bumi bergetar, bahwa untuk membangun sesuatu yang kuat dan kokoh memang ada harga yang harus dibayar, meskipun harga itu tidak terhingga nilainya; seorang teman. Bukankah seorang teman adalah malaikat yang tidak bersayap? Betapa rendah hinanya dia yang telah memerintahkan dengan cara otoriter untuk melarang kita berteman dengan orang lain? Jika pemberi perintah itu adalah laki laki, maka dia tidak lebih dari seorang banci. Sebab kekuatan seorang laki laki diukur dari kesanggupannya memikul tanggung jawab; bahwa dibalik kekuatan yang besar mengandung tanggung jawab yang besar pula. Sifat utama seorang ksatria adalah menggunakan kekuatan dan keperkasaannya dengan arif untuk melindungi isi dunia dari segala bentuk kerusakan yang mungkin terjadi. Tugas seorang ksatria adalah untuk menciptakan suasana aman, terang, teratur dan tenang di muka bumi. Seorang ksatria sejati adalah juru selamat bagi semua mahluk seisi bumi. Jadi, sungguh bukanlah sikap ksatria bagi seseorang untuk meminta seseorang lainnya untuk memutuskan tali pertemanan secara permanen dengan seseorang temanya. Perbuatan itu melebihi reputasi buruk Hitler terhadap kejahatan kemanusiaan.

Badai seminggu lalu seperti halnya kilatan cahaya yang menampilkan gambaran kondisi kita dari sudut pandang orang didepan kita. Setiap badai yang terjadi adalah pertanda bahwa sudah saatnya bagi kita untuk bercermin, merasakan sekejab berada di pisisi sebagai orang ketiga, atau orang kedua, orang keempat dan seterusnya. Hentakannya menimbulkan halusinasi atas penderitaan orang orang yang disebabkan oleh karena sikap atau perbuatan negatif kita terhadapnya di masa yang sudah lalu. Kitapun bisa menjadi korban seperti pernah menjadikan mereka sebagai korban kita dahulu. Orang yang baik akan tidak membiarkan dirinya menjadi penyebab terputusnya tali silaturahim seseorang dengan orang lain yang tidak ada hubungan apa apa denganya si orang baik. Dan, menjadi orang baik adalah mempergunakan daya kekuatannya untuk menerima dengan ikhlas sebuah pukulan yang mengenai egonya dan membuat emosinya limbung, apalagi jika itu adalah pukulan yang tidak disengaja. Temperamental adalah bukan sifat bijaksana, sifat dan syarat utama dan pertama yang harus dimiliki oleh orang baik. Tinggi hati hanya akan menimbulkan kerusakan dan ketidak damaian, dan prasangka hanya akan menghasilkan bencana bagi orang lain dan diri sendiri. Orang yang baik hati adalah mereka yang menempatkan kepentingan orang lain satu diatas kepentingan diri sendiri; selalu mengutamakan orang lain ketimbang diri sendiri. Dan, untuk memiliki sifat bijaksana, syarat mutlaknya adalah ia harus orang yang cerdas, sebab sifat bijaksana lahir dari kemampuan logika untuk menginterpretasikan maknanya bertenggang rasa, maknanya kata saling hormat menghormati sesama mahluk bumi. Maka mereka yang memiliki sifat bijaksana adalah mereka orang orang yang cerdas pemikirannya.

Seminggu setelah badai berlalu, ketika langit kembali terang, ternyata efek kerusakan yang ditimbulkan tidak seperti yang dikhawatirkan secara berlebihan. Sikap waspada yang berlebihan telah menimbulkan kepanikan justru pada saat ketika kita harus lebih tenang untuk merumuskan tindakan penyelamatan. Dan segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik akibatnya. Sedangkan hanya kebaikanlah satu satunya hal di muka bumi yang tidak pernah bisa dianggap berlebihan yang bisa dilakukan oleh manusia. Kita seharusnya selalu merasa belum cukup berbuat baik, dan terus berupaya untuk berbuat baik supaya menjadi orang yang baik bagi penilaian sendiri yang paling hakiki. Memperlakukan orang lain seperti halnya kita berharap orang lain akan memperlakukan kita seperti kita memperlakukan mereka. Itulah cermin benggala refleksi kematangan sebuah pribadi yang lahir dari badai seminggu yang lalu. Bahwa sikap bermusuhan sesungguhnya adalah degradasi dari kehormatan diri, sebuah sikap yang bertetangan dengan prinsip kebaikan.



(... seorang pangeran adalah orang baik hati yang memiliki kewajiban moral untuk menebarkan kebahagiaan kepada sesiapapun mahluk hidup di muka bumi. Sama halnya dengan seorang princess...)

Bambuapus 091226

Sunday, December 20, 2009

Ingin Tidak Pernah Bertemu Malam

Dalam sebuah episode hidup, pernah merasa seperti ini; rasanya tidak ingin bertemu malam, sebab didalam malam iblis membabi buta, sedangkan tangan terikat pada kedua kaki. Tidak berdaya disiksa oleh iblis, iblis yang kemarin baru dilahirkan, mengajak serta seluruh kekuatan perusaknya. Beratus ratus hari dulu pernah berperang sendirian, menahan marah hingga tubuh bergetar, menahan sakit hingga tangis kehilangan air mata, menahan sedih yang tak terlukiskan dengan kata kata, menahan nyeri yang menyerang sekujur badan.

Iblis dari masalalu telah merasuki jiwa, dan itu akan perlu waktu cukup lama mengusir mereka, menundukkan mereka, berkompromi dengan mereka satu persatu. Jumlahnya terlalu banyak saat ini. Iblis iblis ada dimana mana, bahkan disetiap lagu yang biasanya bisa didengarkan sekarang isinya sindiran dan ejekan. Mending tidak didengarkan. Sejatinya mereka telah berkampung dan beranak pinak dalam pikiran, menjadi virus yang menyebar keseluruh sistem kerja badan dan otak. Agresif serta berpikir serba negatif. Mungkin sakit hati bagi orang lain hanya dramatisasi belaka yang membesar besarkan persoalan sepele dengan cara sangat subyektif. Apriori! Padahal kita tidak akan pernah bisa mencicipi seperti apa sakitnya hati orang lain.

Sebuah hubungan yang ternodai, ibarat batang kayu yang ditancapi paku baja. Ia tidak akan pernah kembali pulih selamanya. Cacat permanen, terbawa sampai tamatnya nanti. Sikap kasar yang membabi buta mau tidak mau pasti menyakiti, karena memang tujuannya hanya itu; menyakiti sebagai protes atas siksa yang ditanggungkan. Tetapi sikap kasar itu tidak pernah bisa cukup untuk menebus kerusakan yang terdampak di dalam alam batin. Semua porak pranda, setiap tempat menyisakan kesan bahwa sebisa mungkin tempat tersebut dihindari karena mengingatkan kepada kenangan. Memang membencikan perasaan seperti itu, tetapi harus dihadapi dan ditelan sendirian. Setiap hal yang mengingatkan kenangan pasti akan menjadi sesuatu yang tajam menusuk, perih memilukan. Hal hal semacam itu akan terjadi sampai nanti akhirnya masa buram itu sudah lewat. Hati begitu bahagia ketika merasa bisa berkompromi dengan iblis iblis itu. Rasanya kembali lahir dan memiliki semangat hidup lebih baik lagi, karena satu ujian sudah selesai terlewati.

Berharap pada pengalaman buruk masalalu akan membuat para iblis bosan menyiksa. Namanya iblis, semakin berinteraksi dengan manusia, maka semakin banyak orang akan terluka. Reaksi buruk dan kasar yang diekspresikan kepada penyebab sakit hati tidak akan cukup satu atau dua kali saja, itu bisa saja berulang ribuan kali, dan terjadi lagi dan lagi tanpa interval waktu yang bisa digambar. Semua dikendalikan oleh seberapa kuat iblis menguasai sikap. Ibarat harus melintasi lapangan luas berisi beling dibawah matahari, tanpa alas kaki, rasa takut tentu ada. Rasa takut bahwa kita tidak bisa menjadi orang baik, seperti sering menjadi cita cita dalam angan angan setiap orang; yaitu merasa bahagia ketika bisa menolong, serta menghormati orang melebihi cara mereka menghargai kita.

Setiap orang yang digolongkan sebagai orang dewasa, akan selalu dituntut tanggung jawab atas perbuatannya dan juga usianya. Sungguh sangat disesalkan semua rangkaian cerita kejadian buruk yang berujung pada cacatnya hubungan antar manusia, sebab kita tidak seharusnya melewati hal seperti itu. Setidaknya , itulah yang selalu diyakini oleh setiap orang ketika mengenal seseorang lainnya. Terkadang mungkin juga memang datang waktu yang tepat untuk tahu diri, pergi menjauh saja supaya semua orang terjaga dari terluka, membawa perih dada yang menganga menuju ke sebuah manara mercu suar dipulau kecil, dimana disana hanya sepi dan iblis iblis yang menyiksa yang tinggal.

Lupakan tentang bentuk penjelasan. Rasanya itu tidak lagi diperrlukan sebagai bekal perjalanan menuju depan. Cukup membawa luka hati sebagai kenangan.
Gempol 091220

Saturday, December 19, 2009

Definisi Cembokur

Ada satu syair lagu Kangen Band yang memprovokasi hati untuk berprasangka sekehendaknya, seperti keinginan seorang maha raja yang bisa menentukan apa saja. Prasangka atas pasangan hati yang kemungkinan dengan sadar telah melakukan sesuatu yang menyakiti, atau cenderung menghianati komitmen batin yang tidak pernah diucapkan lewat mulut dengan kata kata. Prasangka itu bernama rasa cemburu. Cemburu timbul karena kekhawatiran berlebihan, dan kekhawatiran terkadang bisa membutakan bahkan membunuh. Rasa cemburu itu ibaratnya berjalan dengan telanjang kaki didalam gelap gulita, melintas di lautan beling. Segala hal yang datang dari pikiran yang bersinggungan dengan rasa cemburu akan menimbulkan kesakitan amat pribadi, yang hanya bisa dirasakan sendiri tanpa harus mengalami gejala. Sakitnyapun luar biasa perih terasa.

Pengalaman empiris terkadang menjadi batu pengasah bagi insting seseorang, insting yang terbentuk dari kejadian kejadian dimasa sebelumnya. Namanya insting, ia memberi sinyal pertanda, firasat, atau rambu alert apabila sesuatu hal terasa ganjil dan patut didapatkan klarifikasi supaya ada jawaban atas pertanyaan yang hanya berputar putar didalam fikiran, tanpa menemukan jawaban. Pertanyaan pertanyaan yang lahir dari rahim kecemburuan tidak ubahnya darah panas yang bersirkulasi keseluruh jalinan tubuh, mempengaruhi sistem kerja syaraf dan otak. Pandangan, pendengaran, perasaan, semuanya campur aduk saling berkonflik memporak porandakan ketenangan fikiran menjelang akhir minggu yang panjang menyenangkan. Dan semua bersumber dari komunikasi yang kacau balau, meskipun seribu media sudah dipakai sebagai penyampai pesan. Akal sehat tidak sanggup lagi melakukan kompromi terhadap hati yang terlanjur terbakar cemburu. Jawaban jawabanya justru menganak pinakkan pikiran macam macam, yang lalu berfermentasi jadi prasangka subyektif; kebohongan sedang terjadi, dan diri siap untuk menjadi korban!

Ketika api prasangka membara dan membabi buta, maka kerugian immaterial yang ditanggungkan sungguh tidak kira kira. Ia seperti virus yang menggerogoti ketegaran gunung dan mencemari ketenangan samudera. Orang lebih sering menamakannya cemburu buta, rasa buruk yang timbul dari hanya bongkahan bongkahan prasangka yang kemudian menjadi penghalang pandang terhadap nilai nilai kearifan. Kebenaran menjadi sumir karena semakin meragukannya argumentasi yang disampaikan. Segalanya serba menyakitkan, sebab si pencemburu buta tidak melihat cahaya yang bisa mencerahkan seperti apa wujud setan prasangka itu yang sebenarnya. Dan karena ketidak tahuan wujud yang sebenarnya itulah maka amukanya semakin memerihkan tulang belulang dan persendian, terasa sampai ke sumsusm, otak, jantung, sampai ke pencernaan. Pasir beling yang mengalir di dalam pembuluh darah!

Pemadam dan peredup gejolak itu hanyalah pengakuan yang dapat dirangkai dengan sederhana sebagai kebenaran. Rangkaian fakta, kronologi, apalagi bukti yang menuju satusatunya kesimpulan tak terbantahkan bahwa setiap keganjilan yang membutakan hati itu hanya prasangka yang tidak beralasan. Sebuah hubungan antar manusia yang melibatkan hati pasti berisi pula rempah bernama cemburu. Kepercayaan kepada orang lain tidak bisa 100%, sebab kepercayaan yang terlalu banyak terkadang juga menimbulkan impact yang lebih parah apabila kepercayaan itu disalah gunakan untuk menusuk dari belakang. Itu namanya pelecehan terhadap intelegensia, penghinaan terhadap niat baik yang sederhana.

Hal baik dari cemburu adalah dia adalah pengejawantahan dari rasa untuk tidak diperlakukan tidak adil oleh pasangan hati. Cemburu adalah insting paling dasar, sebuah cara hati untuk melindungi diri dari kesakitan yang bisa mengakibatkan pembusukan. Sayangnya, terkadang ekspresi cemburu sering diartikan sebagai sikap kekanak kanakan yang tidak beralasan. Seperti halnya pameo yang mengatakan ’Bertanyalah! Sebab tidak ada pertanyaan yang dianggap sebagai pertanyaan bodoh’. Hanya kadang kadang pameo itu dipatahkan hanya oleh sebuah jawaban yang bodoh atas pertanyaan yang sederhana. Cemburu pada orang dewasa sama saja cemburu pada anak anak. Kedua duanya adalah proses alamiah batin untuk melindungi hati dengan menggunakan logika logika berpikir yang sederhana. Maka tidak ada namanya cemburu itu sikap kekanak kanakan. Penjelasan yang tidak berlebihan dan dapat diterima oleh akal sehat sebagai kejadian diluar rencana, atau sebagai hal yang bukan karangan indah penghibur hati buta yang disampaikan dengan cara komunikasi yang baik dan benar, (artinya adalah bertukar pesan untuk menyampaikan maksud atau dan mengabarkan berita), adalah cara paling baik untuk mecegah terjadinya bahaya cembru itu.

Maka berdasarkan penyesalan dan pengalaman, jika sebuah kebohongan besar telah dimanipulasi sedemikian rupa menjadi cerita karangan yang tidak masuk akal layaknya sinetron, akan lebih aman dan bijak apabila berhenti sejenak, mendefinisikan ulang semua ke dalam konsep awal sebuah hubungan. Supaya tidak ada yang harus merasa teraskiti apalagi menjadi korban, jika memang sebuah hubungan harus berakhir tiba tiba.

Bambuapus – OPP 091218

Tuesday, December 08, 2009

Sketsa Rumah Kayu

Rumah itu bertiang kayu jati yang keras bagaikan besi, berwarna kemerahan tanda usia tua yang menjamin kekuatannya; menyangga seluruh konstruksi bangunan agar tetap kukuh ikut berdiri. Tugasnya memang menggendong sang rumah dan seluruh partikel bangunannya. Empat soko guru tiang jati menjadi kerangka dasar yang mengawali keindahan, keanggunan, kegagahan dan kesejukan bangunan yang disebut sebagai rumah, tempat segala urusan bermuara! Dindingnyapun kayu jati, tidak banyak warna dari bahan kimia sebab warna dan corak papan kayu sendiri sudah memiliki lukisan alami seindah pamor di bilah keris. Keindahan yang mengandung begitu banyak makna serta tulada sifat mulia manusia. Sebuah pelajaran agung bagaimana menempatkan diri sebagai manusia di dalam pergaulan sebagai dunia serta berbakti kepada Gusti. Garis garis usia pada bilah papan kayu, perubahan tekstur warna yang disebabkan oleh ramah atau ganasnya musim yang telah dilewati sang pohon, berisi tentang kisah kisah kebijaksanaan alam yang pemurah. Seluruh lantai terbuat dari parkel berbagai jenis kayu dengan bentuk dan perpaduan warna yang serasi, membuat lantai bukan hanya indah, tetapi selalu bersih dari debu demi menjaga keindahannya tetap pada kondisi utama. Lantai itu ternaungi ternaungi oleh atap genting tanah liat yang sudah berubah warna menjadi hitam dari merah menyala ketika barunya, warna hitam yang didapat dari semacam lumut yang mengering dipanggang kemarau. Rumah kayu, bertiang kayu, berdinding kayu dan berlantai kayu.

Lembabnya angin gunung telah mematikan debu, menggantikannya dengan hawa dingin yang terkadang seperti menusuk tulang iga dan tulang belakang juga. Amat jarang terdengar suara mesin meskipun akhir akhir ini semakin banyak sepeda motor melewati jalan makadam depan rumah, yang terkadang begitu mengherankan karena suaranya yang terlalu keras dan parau ditelinga tua. Tetapi rumah kayu ini harus hanya berisi kedamaian dan kebahagiaan tenanan. Kebencian tidak boleh tinggal dan tumbuh dirumah kayu. Dan untuk damai dan bahagia seperti dimaksudkan, mutlak harus mematikan segala pikiran negatif dan mengekspresikan ketidak sukaan. Dunia batin yang damai tidak berisi konflik maupun keluhan, melainkan hanya melulu berisi rasa syukur dan menyukai segala kejadian. Rasa syukur karena telah diberikan anugerah kehidupan berupa masa muda yang tertinggal di makam masalalu. Masa muda yang mati meninggalkan begitu banyak pelajaran hidup. Dikelilingi megahnya lereng bukit yang seolah dijaga oleh gunung menjulang berwarna hitam keabu abuan, rumah kayu adalah tempat tetirah dan ngitung mongso, menyimpulkan banyak kejadian dan pengalaman dalam tulisan yang memuliakan kehidupan serta memberikan wewaler bagi anak keturunan.

Di belakang rumah kayu seteleh melewati jurang kecil, tepi danau membentang tempat bertemunya dua anak sungai yang selalu mengalirkan air dari lereng gunung. Kehidupan dunia air berjalan dengan tenang tenang, selama manusia meniru cara pohon dalam konsep ekspansi material; makan sesuai kebutuhan. Memandangnya dari beranda kayu, memompakan kisah kisah klasik perjalanan kehidupan. Rumah yang dikelilingi oleh bermacam vegetasi budidaya maupun alami, selalu menghadirkan drama drama percintaan di masa muda. Orang orang datang dalam ingatan, menyajikan cerita mereka masing masing yang begitu mempesona saking indahnya. Setiap orang yang pernah hadir dan tinggal dalam hati ternyata diliputi oleh cerita kebahagiaan yang demikian indah. Sedangkan kenangan getir terpupuskan oleh damai yang selalu melingkupi hati. Kesedihan masa lalu terkenang tinggal sebagai bangkai ingatan, sudah terjadi dan sanggup untuk dilalui. Dan hidup akan terus memproduksi masalalu, yang ditentukan oleh sikap dan tindakan serta cara berpikir sendiri. Memang ternyata semua orang harus otodidak untuk menjadi tua.

Pekarangan yang tidak begitu luas yang mengitari rumah kayu ditanami pepohonan yang menyajikan bermacam macam buah secara begantian di setiap musimnya. Hampir setiap jenis buah yang bisa tumbuh dan berkembang di tanah kaki perbukitan itu ada di pekarangan. Diujung sisi kanan rumah, sebuah pohon sawo tumbuh paling kekar dan dominan diantara pohon pohon lainnya. Diantara batang pohonnya yang membelah bercabang cabang, tiga meter dari permukaan tanah gundul dimana akar kekarnya menancap sampai ke punggung bumi, sebuah rumah pohon dibangun berukuran dua kali tiga meter. Tak perlu tangga untuk mencapai dalamnya, sebab cabang pohon sawo memberikan bentuknya sebagai panjatan mudah. Duduk dibibir rumah pohon, kaki menjuntai memandang kebun sayur dan buah begitu menenangkan hati. Sekarang baru tersadar, kenapa pagi selalu datang dengan segalanya yang terkesan besih. Udaranya bersih sinar mataharinya bersih, dunia begitu segar, seperti lahan yang siap untuk garapan. Ketika pagi yang bersih terjadi di perkotaan, maka manusia penghuninya mengotorinya dengan pikiran sendiri. Semestinya bersihnya pagi bermakan kesempatan baru untuk membuat kebaikan di segala bidang. Dan orang kota yang serba tergesa gesa cenderung menggerutu ketika pagi tiba. Mereka juga cenderung menjadi manusia yang pemarah. Di kaki bukit ini, di rumah kayu ini, datangnya pagi selalu bermaka sebagai anugerah baru, yang menyenangkan. Tidak ada perasaan damai melebihi datangnya pagi, sebab pada hari baru yang datang, akan datang pula bersamanya harapan harapan baru, benih benih baru tumbuh, buah dan sayur yang telah masak untuk dipetik, tinggi bayi pohon yang bertambah satu senti dan banyak hal lagi yang benar benar menunjukkan keajaiban alam raya.

Di rumah kayu, nostalgia dan kenangan petualangan masa mudah mengendap bermuara di palung ingatan…

To be continued

Bambuapus - 091208

Thursday, December 03, 2009

Wetboek van Strafrecht

Bahasa Belanda yang susah diucapkan dengan lidah Indonesia yang menjadi judul tulisan ini artinya dalam bahasa indonesia sangat tegas; Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Jadi berisi tata aturan yang secara eksplisit menjelaskan jika sebuah perbuatan melawan apa yang diamanatkan sang kitab, maka didalamnya juga diatur lebih eksplisit mengenai konskwensi yang diancamkan kepada pelaku pelanggaran yang secara umum ganjarannya adalah penjara. Penjara sendiri berasal dari kata ‘pen-jera’, suatu alat yang diharapkan akan bisa membuat orang terdampak efek jera berbuat melawan hukum. Maka sifat penjara dimanapun dimuka bumi ini sebenarnya adalah sudut paling suram bagi kemuliaan manusia dalam menjalani hidup di negeri yang merdeka dan bardaulat. Dan Wetboek van Stracfech memiliki kuasa absolut untuk memaksa setiap warga negara untuk tunduk mematuhinya sebagai aturan pelindung hak privacy tiap warga negara.

Dan KUHP hari ini di negeriku tercinta laksana pilar tua yang menjadi suar bagi benar dan salahnya sebuah perbuatan yang melibatkan orang lain. KUHP juga adalah pedang tajam yang maha dahsyat, yang bisa mendatangkan celaka luar biasa hebatnya bagi yang mengalaminya; bersinggungan dengan konskwensi dari perbuatan melawan hukum pidana! Supaya orang tidak bersinggungan dan kemudian masuk dalam golongan orang yang didefinisikan sebagai kriminal, maka KUHP disosialisasikan ke semua orang yang tinggal di negeri ini melalui seni cetak yang pekoleh pula. Hanya saja, kitab penting itu jarang dipahami orang, apalagi dibaca dan dijadikan rambu perilaku bagi tiap individu. Padahal hakikatnya KUHP dimaksudkan sebagai induk peraturan hukum pidana positif, KUHP untuk melindungi nilai nilai positif yang berlaku dalam hidup berpergaulan.

Maka, ketika nama Mbah Minah, Besar dan Kholil, Romin dan Yanto, Manisih dan Suratmi atau nama nama lainnya yang didakwa dan terbukti melawan apa yang diamanatkan oleh KUHP, nurani siapapun akan terhenyak dan protes diam diam. Mereka, yang oleh nilai material dan latar belakang perbuatanya secara manusiawi tidak pantas untuk dilakukan proses peradilan pidana, terkalahkan oleh cadas dan perkasanya KUHP. Sebagian kita lebih cenderung melimpahkan pikiran negatif kita kepada para penegak hukum pelaksana KUHP, yang seolah olah telah mengabaikan hati nurani dengan menjatuhkan sanksi pidana kepada si lemah yang terdakwa. Menganggap salah pejabat pemangku tegaknya hukum lebih mudah karena yang menjadi ukuran penilaian hanyalah prasangka semata, apriori semata.

Toh KUHP yang disokong oleh KUHAP juga memberikan kesempatan seluas luasnya bagi siapapaun yang disangka atau didakwa melakukan pelanggaran pidana untuk mempersiapkan pembelaan diri sebaik baiknya. Dan ketika para pencuri kelas teri itu oleh hakim di pengadilan dinyatakan terbukti secara sah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu melanggar salah satu pasal dalam BAB XXII Kitab Undang Undang Hukum Pidana tentang pencurian, maka ganjarannyapun didasarkan dari bab dan pasal yang sama juga. Vonis hakim sebagai penentu status seseorang sebagai kriminal atau bukan penjahat sangat ditentukan oleh faktualnya alat bukti dan pernyataan saksi saksi yang dipaparkan di dalam ruang persidangan oleh dua pihak yang berperkara; korban dan terdakwa, penuntut dan pembela. Dan pencuri tiga buah kakao, sebutir buah semangka, sekilo getah karet ,beberapa buah randu, beberapa batang rokok atau benda sekecil apapun tetaplah dikategorikan sebagai pencuri dalam definisi hukum seperti yang ditulis dengan tegas dalam pasal 362 KUHP yang berbunyi: “ Barang siapa mengambil barang sesutu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Efek sosiologis dari saklek-nya penegakan hukum sebenarnya menempatkan para aparat penegak hukum (yang tidak korup – pasti masih ada) berada dalam posisi yang ambigius sekaligus rapuh. Mereka harus berdiri tegak sebagai wali hukum sementara nurani sendiri tertikam perih oleh kenyataan pilu, bahwa hukum tidak boleh pandang bulu. Maka kita tidak pantas menumpahkan pikiran negatif kita kepada para aparat penegak hukum (yang tidak korup – pasti masih ada) karena mereka memang kita beri kehormatan untuk mengawal berjalannya hukum demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Zaman melaju pesat, kehidupan bergerak cepat, keadaan berubah laksana kilat, sedangkan KUHP tetap berdiri tegak dengan konstruksi kunonya. Barangkali memang sudah waktunya para pintar negeri ini untuk menyusun rencana renovasi pilar hukum di negeri indah makmur ini agar dapat menjadi payung pelindung dan wadah penampung bagi kemanusiaan yang adil dan beradab dan sanggup mengakomodir keseimbangan antara faktor sosial, tradisi, budaya serta segala perbedaan umum masyarakat kita.

Sementara kita menunggu para pintar negeri ini sadar, saya hendak menghimbau kepada saudara; janganlah saudara melanggar hukum, janganlah saudara menjadi maling!

Bambuapus - 091203

Friday, November 20, 2009

Rafflesia

Langit Bali biru bersih seolah lahir kembar dengan biru laut dari kejauhan pantai, disinari penuh oleh matahari yang panas mengangas terang benderang. Derai tawa bercumbu debur ombak menyatu dalam otak dari kejauhan jarak pandangan; lantai tiga hotel bintang lima.

Musim telah menenggelamkan pengetahuan di kedalaman lumpur waktu, meninggalkan kejadian masa lalu sebagai cerita bisu. Dan catatan seribu tahun yang telah tanggal terkoyak oleh datangnya kisah yang menggebu. Jalan batin setapak dimana dulu kita bertemu, telah bercabang seribu lalu menyisakan jaring jaring kenyataan, pagar pelarang bagi asmara yang membuncah bagai bunga Rafflesia Arnoldi (Patma Raksasa) yang tumbuh di belantara tak bertuan. Kehidupan yang tiba tiba menyeruak dari ketiadaan panjang. Membuat seolah olah kita terputuskan oleh kisah yang tak sempat kita selesaikan, ketika semuanya bermula dari dialog bisu di dalam diary berwarna biru.

Pertemuan seolah menuntun langkah menyusuri pantai, mengeja jejak masa lalu yang sebagian besar telah lenyap tersapu ombak peradaban. Dan jejak itu kita temukan hanya dalam angan angan sebab kaki kita tak menapak di lembutnya pasir pantai kehidupan, tempat segala batas dan kisah kisah perantauan terhempas lunas. Semuanya mati, semuanya baru. Dunia bisa menjadi sangat aneh, dimana sikap malu malu membungkus perasaan senang bukan kepalang. Kisah kehidupan yang sepakat kita jalani ini memang penuh keajaiban, misalnya kita yang dipertemukan setelah menjadi bukan gadis dan bujang lagi.

Mungkin kita selayaknya menghormat tunduk kepada masa lalu sebab ia adalah kesaksian atas utas jatah hidup yang terurai panjang dan bersimpul ketika kita dipertemukan lagi. Tetapi masalalu dan kekinian yang kia jalanipun mengandung anomali yang tak terbantahkan; perbedaan atas kenyataan yang ada. Menggambarkannya mungkin seperti hamparan keajaiban di jarak pandang dari lantai tiga ke arah lautan, menembus pantai Kuta dimana biru langit berkawin dengan biru lautan. Mereka berdua tak bersentuhan di keagungan semesta ini, tetapi mereka berdua ada dan memiliki arah asal kedatangannya masing masing.

Jika perasaan adalah sesuatu yang hidup dan menciptakan kehidupan, mungkin kita biarkan menjadi seperti Rafflesia Arnoldi yang menyeruak tiba tiba dari perut bumi tanpa bentuk pohon tertentu, lalu hidup untuk 5 – 7 hari, setelah itu layu dan mati dan sirna kembali ditelan bumi. Ia tak berbatang, tak berdaun dan hanya tumbuh dari menghisap unsur organik dan anorganik dari tanaman inang. Seluruh jaringan yang membentuk kelopak bunga Patma Raksasa tak memiliki bentuk konstruksi batang tubuhnya, apalagi masa lalunya. Tetapi Rafflesia tetap akan hidup dan ada ditimbunan bumi, untuk suatu hari nanti menggemparkan isi dunia dengan kemunculan kelopanya yang raksasa secara tiba tiba; laksana nostalgia cinta yang sekonyong konyong membuncah seolah nyata di hati manusia.
Ah, dunia memang dipenuhi dengan keajaiban....



Legian, 091119

Tuesday, November 10, 2009

Republik Sinetron

Ini hanya kabarnya;
Di republik ini bermacam tata tertib diterbitkan, untuk menjadi pagar yang melindungi kepentingan umum dan pribadi yang disepakati berdasarkan rasa adil. Sebagai republik yang demokrasi, orang orang yang duduk di management pemerintahan, abdi negara pelaksana konstitusi dipilih seolah olah atas kehendak rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Mereka dititipi amanah oleh rakyat untuk menjadi pamong yang pembimbing dan pelindung. Hukum didasarkan atas keadilan, sebab keadilan adalah hal yang tidak bisa dirubah sebagai manifestasi suatu kebenaran hakiki. Keadilan tidak pernah bisa diperjual belikan, tetapi pengadilanlah yang bisa diperdagangkan, dilelang, di obral, atau dijajakan. Dan ketika boss boss besar ‘penguasa’ keadilan saling bertengkar membenarkan diri sendiri, maka rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi - ditulis sekali lagi – disuguhi tontonan seru menyerupai sinetron (tayangan jelek menyerupai sandiwara yang ditayangkan banyak stasiun tivi dari pagi sampai malam hari). Sinetron di tivi menghipnotis penontonya, melupakan kesulitan hidup dan kecutnya harapan dengan kehidupan utopis tapi penuh konflik, intrik dan segala sesuatu yang jauh dari kewajaran, apalagi masuk akal.

Ketika boss boss bertengkar menyemburkan ludah yang berhamburan ke wajah rakyat (apalagi rakyat jelata; kalau masih ada!), maka saling tuding dan saling bantah, saling tuduh dan saling sanggahpun tak urung memunculkan banyak nama pemeran kebobrokan lawan masing masing, dan untungnya semuanya dari kalangan boss boss. Tidak ada kalangan rakyat jelata yang terlibat langsung di skenario setengah jadi yang di ekspose oleh Mahkamah Konstitusi, lewat rekaman pembicaraan telepon yang direkam tanpa sepengetahuan si penelpon dan si penerima telpon. Siapapun tahu, pengadilan dan peradilan adalah komiditas dagang, mulai dari level kecamatan sampai kemana mana. Sebuah kebohongan dapat diubah menjadi fakta hukum yang memvonis, dan uang bicara banyak tentang justifikasi keadilan. Kekuasaan adalah magnet bagi uang, dan pamong juga manusia yang bisa mengkonsumsi uang tanpa batas jumlah tertentu. Bossnya KPK, bossnya Polisi, bossnya Jaksa dan sindikat perkoncoannya saat ini sedang menunjukkan kepada rakyat betapa dahsyatnya kekuatan magnet itu kepada rakyat (terutama rakyat jelata – ditulis 2x) .

Ketiga institusi kepunyaan rakyat yang didaulat untuk mengawal tegaknya hukum yang adil bagi rakyat itu sedang congkrah hanya oleh hasutan kakak beradik Anggoro dan Anggodo; yang kaya uang tapi tidak terlalu berkuasa, dan lalu menitipkan kekuasaan kepada segepok uang; dan berhasil. Konon, uang pulalah yang punya kekuatan memutar balikkan fakta, membenarkan dusta dan mendustakan kesejatian. Ukuranya hanya moral, dan moralitas adalah hal paling rahasia yang dimiliki setiap orang. Tetapi boss ketiga institusi itu sepakat untuk menghipnotis rakyat dengan lakon yang dikarang masing masing, lakon realitas yang disajikan oleh pers ke mata, kuping dan pikiran rakyat (termasuk rakyat jelata – kemungkinan kata rakyat jelata adalah sebuah frase untuk menggambarkan golongan kelas masyarakat yang seolah olah melata karena miskin, susah hidupnya; wong cilik kata Ivan).

Rasanya sinetron di republik ini tidak cukup hanya ada di tivi tivi. Kisah klasik permainan kekuasaan ketiga institusi itu sendiri adalah sinetron, sebuah tontonan jelek menyerupai sandiwara. Sikap dan perkataan para pejabat menjadi dialog yang berisi kebohongan kebohongan baru yang dipaksaakan untuk diterima sebagai sebuah ’yang paling benar’. Rakyat disuguhi terlalu banyak kebohongan, yang akan mampu meracuni kepercayaan yang diamanahkan. Jika sudah demikian, maka yang dapat rakyat lebih percayai adalah opini publik yang dibentuk oleh media massa. Keadilan hukum akan dilandaskan pada opini dan empati semata, mengabaikan aturan tata tertib apalagi guna kekuasaan.

Lembaga lembaga peradilan yang notabene lembaga kepunyaan rakyat harusnya bersih dari orang orang bermoral bejat. Sebab jika hukum dan rasa adil dipercayakan kepada lembaga yang dikelola oleh orang orang bejat, sifat dan istilah ”adil demi hukum” hanya tinggal slogan kosong pematut prestise. Ditangan para bejat, lembaga lembaga peradilan dapat difungsikan sebagai legitimasi penindasan dan pemerasan, oleh pamong kepada kawula. Sebuah kebenaran yang hakiki hanya Tuhan yang mengetahui. Sedangkan sebuah kebenaran dari aspek hukum adalah fakta yang didukung oleh alat alat bukti dan saksi saksi. Dan di Republik Sinetron, hal paling mendasar soal syarat sebuah sangkaan hukum itu tidak lagi dihormati. Meskipun republik ini punya begitu banyak alat dan tempat untuk menjalankan proses hukum tetapi polemik kasus Polisi, KPK, Kejagung dan Anggodo – Anggoro cs dibiarkan menjadi gumpalan gumpalan opini liar yang tidak kondusif. Proses peradilan hukum sudah dibuat sedemikian detail oleh para pendahulu kita sebagai satu satunya jalur yang harus ditaati oleh segenap rakyat dan juga rakyat yang pejabat.

Mumpung hari ini adalah peringatan hari pahlawan, maka mari kita buat bangga para pahlawan kita dengan berlaku adil dan benar, sebab hanya kebenaran dan keadilan yang diperjuangkan oleh para pahlawan. Dengan demikian, kita akan selalu menghormati jasa para pahlawan kita; mereka yang saat ini menangis prihatin menyaksikan prahara peradilan di Republik Sinetron.

Surabaya - 091110

Saturday, October 17, 2009

Surga Dunia



: sebuah pendapat pribadi atas pertanyaan DK

Surga dunia adalah ungkapan dari perasaan bahagia yang memenuhi rongga jiwa, tidak menyisakan kecemasan apapun dalam pikiran. Jikapun ada ketidak sesuaian, kebahagiaan mampu menjustifikasinya sebagai hal yang bisa diterima terjadi dalam hidup. Kebahagiaan adalah ketika kita bisa menerima dan berkompromi dengan hal negative; yang tidak membahagiakan. Hidup yang penuh rasa syukur, mengukur segala yang didapat dan dijalani serba lebih baik dari apa yang pernah diharapkan, bahwa Tuhan selama ini selalu menguatkan, menemani, memanjakan dan sekaligus menguasai. Hal hal sederhana menjadi begitu sempurna jika hati sedang berbahagia. Ibarat kata, air minum tawarpun menjadi manis rasanya. Surga tidak bisa diperjual belikan, demikian juga kebahagiaan hidup di dunia tidak dapat dipertukarkan dengan apapun. Hidup tidak menyediakan kebahagiaan untuk dipertukarkan dengan apapun, sebab kebahagiaan merupakan hak hakiki dari setiap mahluk hidup, itu anugerah gratis dari Tuhan.

Sayangnya, kebahagiaan terkadang tidak datang menghampiri kita, melainkan kita kitalah yang harus memburu dan berupaya mengadakannya dengan barbagai cara. Status bahagia bisa lahir dari terciptanya rasa aman diri dari ancaman kecemasan atas apapun. Rasa aman menciptakan keikhlasan, dan keikhlasanlah pangkal dari semua kebijakan kebahagiaan. Orang yang bahagia adalah mereka yang mampu melepaskan pikiran yang dibuatnya seendiri. Pikiran yang dibuat sendiri selalu berunsur nafsu, nyanyian setan yang sanggup menghipnotis seseorang menjadi jahat bahkan menjadi setan. Itupun sifat manusiawi. Ketika nafsu nafsu egosentris dapat ditolerir dan dibungkam, maka ketika itulah proses kelahiran sebuah surga dunia berawal.

Ketika kita jatuh cinta, kita seperti berada dalam surga dunia karena dunia dipenuhi segala keindahan perasaan yang sangat pribadi. Terkadang kita lupa bahwa keindahan itu lahir dari kebahagiaan hati yang penuh. Surga duniapun hanya idiom, sebuah sanepa, dan segala sesuatu yang terjadi dialam dunia tidaklah akan berlangsung lama. Semuanya berawal dari satu titik dan berakhir di satu titik lainnya. Melintas begitu saja, membentuk garis sejarah peradaban manusia. Antara surga dunia dan malapetaka (bukan neraka dunia) hanya dibatasi garis tipis dan rapuh yang sangat rentan akan kepunahan. Seperti hal setiap hal dalam hidup dibedakan menjadi dua, layaknya siang dan malam, hitam dan putih, lelaki dan perempuan dan seterusnya; surga duniapun memiliki antagoni. Selalu digolongkan sebagai sebuah malapetaka saja ketika dinding kebahagiaan pecah, bocor. Keadaan sebaliknya dari sifat sifat kebahagiaan umpamanya kecemasan, ketakutan, kekhawatitran, dan kebencian. Sungguh kita layak turut prihatin kepada saudara saudara kita yang mengalami salah satu atau lebih dari segala sifat malapetaka itu.

Materi memberi andil bagi terbentuknya surga dunia. Materi adalah logistik yang menyokong sedikit saja letak kebahagiaan. Bukan hal mutlak. Manusia, orang lain, individu lain adalah mahluk yang dapat menghadirkan kebahagiaan penuh alias surga dunia. Bebas dari semua rasa negatif terhadap seseorang, berarti cinta telah mengambil alih perannya. Rasa cinta kepada seseorang sungguh membahagiakan, dan rasa dicintai oleh orang yang kita cintai memperpanjang kebahagiaan itu, dan berjalan bersama dengan orang yang kita cintai dan dia mencintai kita menyempurnakanya. Tidak ada hal yang patut menjadi penghalang ketika cinta menafikan segala bentuk perbedaan menjadi sesuatu yang melengkapkan. Terkadang keadaan seperti itu justru membuat telapak kaki kita menjadi serasaa tidak menyentuh tanah kenyataan yang akibatnya mata logika kita dibutakan oleh gambar gambar yang berlebihan sempurnanya.

Rasanya kurang pas menyebut keadaan utopis itu sebagai surga dunia. Akan lebih pantas disebut sebagai sebuah dunia tak bertuan dimana dua orang yang berbeda sama sekali segala sesuatunya - kecuali satu kenyataan persamaan bahwa keduanya adalah manusia -menemukan kebebasanya, rasa amannya untuk mengekspresikan diri sebagai manusia sepenuhnya, sebagai binatang yang paling sempurna. Senyawa dua manusia di dunia tak bertuan sering pula disalah artikan sebagai inti dari surga dunia. Padahal, proses alami menyatunya dua perbedaan dalam penghamburan rasa yang saling membahagiakan hanyalah bagian kecil dari inti rasa surga dunia, eh dunia tak bertuan.


Bambuapus 091017

Friday, October 09, 2009

Déjà vu

Langit baru saja menutup tirai di cakrawala, menyembunyikan bumi dari pancaran matahari. Gelap merambati hamparan pasir putih diantara onggokan onggokan canang, dan pasangan pasangan masyuk dalam buaian alam. Semburat jingga yang tinggal sisa sisa perlahan menguap, hilang bersama terang, giliran malam menjaga bumi dengan selimut hitam, meninggalkan gemuruh debur ombak yang tak lelah maka tak berhenti henti. Lampu lampu dari kejauhan menjadi pagar cahaya yang membatasi permukaan air tempat mahluk laut hidup, dengan daratan tempat ribuan manusia berjejal dalam peradaban dan kemartabatan. Senja turun dengan sempurna di pantai Kuta hari ini.

Langit diatas laut masih sama seperti langit enambelas tahun silam. Lautnya juga masih laut yang sama, dengan pantainya yang tidak berubah sejak enambelas tahun lalu. Kesendirian menenggelamkan diri dalam ingatan tentang sepotong sejarah yang tidak tercatat, yang hidup dalam darah dan mengisi ingatan sampai sekarang. Yang membedakan semua keadaan dalam hidup kita sebenarnya adalah pikiran kita sendiri. Pengalaman sepanjang riwayat perjalanan tentu akan membentuk pandangan pandangan baru tentang makna setiap peristiwa, menjadikan pribadi lebih matang dan juga menjadikan raga semakin berkurang fungsinya. Sang waktu hanya menjalankan tugasnya; memberi anugerah cuma cuma pada setiap detiknya. Sedangkan segala mahluk yang hidup hanyalah pejalan yang melintasinya dunia fana. Tanah yang purba menjadi semakin tua.

Kota ini, secuil tanah Australia ini, dalam timbunan tanah dan kotorannya menyimpan catatan yang tertulis diatas batu pengalaman. Pandangan mata yang baru terbuka menakjubi setiap apapun yang dilihat dalam dimensi warna yang sangat sederhana. Sedangkan segala urusan nasib sungguh dipasrahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan takdir Tuhan. Romantisme masa muda berjalan dalam porsi cerita setiap hati, yang lalu terpatri abadi dalam ingatan. Lengan yang kokoh menafikan segala bentuk penghalang, menjadikannya musuh yang rantas sekali tebas. Kelaparan akan pengetahuan memompakan semangat baja menjadi tekad sebulat bola untuk bertahan dan mengecap nikmat setiap rasa hidup yang terjadi. Bertahan hidup sendiri dan jauh terpencil sungguh adalah guru kehidupan yang sejatinya. Keadaan itu akan membentuk pengertian pengertian yang kaya dengan ajaran ajaran mulia, pengetahuan lebih banyak tentang isi dunia. Barang siapa berjalan sendirian, maka ia akan menempuh jarak yang lebih jauh.

Enambelas tahun telah merubah hampir segalanya dalam kehidupan. Semua yang bernyawa, segala yang berbentuk berubah bentuk, segala yang berwajah berubah wajah. Tetapi tidak akan berubah, apa yang tertanam dan tumbuh diam diam dalam ingatan dari peristiwa enambelas tahun silam. Ia sudah tertanam oleh alam, hidup dengan diam diam dan berkembang dalam alam pikiran. Dimensi ruang, dimensi waktu telah merampas semua pengetahuan tentang aura kota ini. Setiap perubahan membutuhkan pengetahuan baru untuk dapat beradaptasi, dan enambelas tahun adalah waktu yang cukup untuk mengubur banyak hal dengan kelupaan. Dan, Dhyanapura entah ada dimana.

Kuta hari ini menjadi lembaran peta baru yang mengurung setiap orang asing dengan deja vu yang menyesatkan, ketidak tahuan. Kuli kuli yang menggali parit panjang bakal menyembunyikan kabel telepon masih ada, dengan pacul dan peralatan pencari makan mereka, dengan pikiran dan cita cita serta kehidupan di kampung halaman mereka. Orang orang datang ke kota ini untuk prestise, gengsi, sekaligus bertamasya menyenangkan hati. Kesengajaan memanjakan kesenangan adalah budaya universal yang tertumpah di kota ini, maka segalanya bisa menjadi barang dagangan jika demikian adanya; demi menyenangkan hati para pelancong. Dan para kuli penggali tanah, tetap menempati kastanya dengan ikhlas, menyerahkan nasib kepada kebijaksanaan takdir.

Rumah atap sirap dengan gubuk kecil berdinding gedek ditengah sawah jauh dari tetangga, masihkah masa memeliharanya? Dan sepasang mata remaja dibawah rimbun pohon mangga, kemanakan waktu telah menyembunyikannya?


Seminyak – Kuta, 091008

Monday, September 07, 2009

Kontemplasi XXXIX

: terimakasih kepada mbak Ratih dan Neva yang menyemangati untuk menulis di blog lagi...

Kesunyian melahirkan cermin, dimana bayangan dan kenyataan menyetubuh tak terpisahkan satu sama lain. Batin yang lengang akan mampu menelanjangi dan menjelajahi setiap ukuran jarak, rahasia pribadi yang tersembunyi rapi dalam ingatan. Rahasia yang hanya berisi dua hal, kebohongan dan kebenaran yang ditemukan setelah melewati proses kejadian yang terkadang hampir mematikan keyakinan diri. Atau juga rahasia yang berisi segala bentuk keindahan, yang menjadi seakan sempura karena sifat rahasiannya.
Dan setiap manusia secara absolut memiliki rahasianya sendiri sendiri, tidak ada hal apapun yang bisa menggugat kemutlakan itu. Sesuatu yang hanya satu orang yang mengetahuinya; sang pemilik cerita. Sedangkan, satu satunya hal yang tidak bisa terbagi dengan kata kata atau peragaan adalah; pengalaman empiris. Segala peristiwa kejadian kehidupan yang melibatkan perasaan secara mendalam. Hanya itu rahasia yang tidak bisa terceritakan, sebab kosa kata yang ada tidak cukup pantas untuk menggubahnya dalam tulisan. Perasaan kita adalah istana rahasia yang absolut.


Memelihara dan mengelola rahasia agar tetap rapi bahkan indah bukan perkara mudah, sebab yang namanya rahasia, tentunya sangat berbahaya apabila oleh sebab kecerobohan ataupun kekurang penguasaan maksud, menjadi bukan rahasia lagi. Kita bisa kemudian menemukan alasan hakiki untuk menjadikan pengalaman masa lalu sebagai rahasia pribadi. Rahasia rahasia itulah yang akhirnya menjadi butir butir kristal, intisari perjalanan yang berisi catatan catatan kegagalan dan keberhasilan. Sebuah ajaran empiris yang kemudian membentuk sebuah individu. Kegagalan memberikan kita pelajaran, sedangkan keberhasilan menghasilkan motivasi.

Betapa agungnya hidup, yang setiap detik baru selalu menyajikan hal hal baru. Betapa maha pemurahnya Tuhan pemilik kehidupan ini kepada setiap individu di muka bumi. Dan pada setiap usia yang bertambah, maka bertambah pulalah kebijakan kebijakan nurani. Pengalaman mengajarkan segala hal bagi setiap individu. Penyesalan –yang dirahasiakan- sebenarnya adalah rambu pengingat supaya kita tidak melakukan hal yang menyebabkan kegagalan terulang kembali dalam bentuk yang mungkin berbeda sekalipun. Badan raga yang dirambati usiapun semakin berkurang efektifitasnya, aus digerus umur, melemah, sebagian patah bahkan musnah. Ketika badan tak lagi gagah, ketika kerja otak perlahan menumpul, ketika sebagian organ tubuh minta perhaian lebih, maka biarlah itu menjadi pertanda bahwa masa muda sudah berlalu menjauh. Memandang masa muda yang ditinggalkan seperti halnya memandangi sebuah bangunan yang disetiap sudut dindingnya penuh relief, hampir seluruhnya rahasia. Kenangan masa muda, pengembaraan dan hal hal tidak mudah yang dialami di waktu lampau menjadi batu monumen kebanggaan yang mengandung magnet untuk selalu dikenangkan. Maka segala yang pernah terjadi didalam perasaan di masalalu, semuanya tetap hidup di alam batin dan menjadi bagian sifat karakter setiap pribadi .


Dalam pendapat, pengetahuan merupakan simbol kekayaan pengalaman, lambang keunggulan dalam hal lomba beradaptasi dengan peradaban zaman. Nilai nilai tanggung jawab berubah, lebih berbobot dengan berbagai kondisi yang menurun fungsinya. Kekuatan masa muda dan energi yang dihasilkan tidak akan dapat mampu untuk dipertahankan. Jadi memang hidup harus berubah, berubah mengikuti pola zaman dan mengikuti pola usia. Dari pengalaman, maka akan didapati bahwa kemuliaan akal budi, kebijaksanaan hati dihasilkan oleh pengalaman pengalaman buruk masa lalu. Dan pada masa ini, nurani semakin menguatkan keyakinan bahwa nilai seseorang diukur dari kesanggupan dan kesetiaanya memikul tanggung jawab yang menyertainya sebagai mahluk sosial. Orang baik akan bijaksana dalam menjaga dan memelihara tanggung jawab terhadap apapun yang menjadi predikat dalam masa produktifnya. Sebab pada masa ini pandangan tentang kebaikan dan keburukan menjadi lebih kentara, menjadi antara hitam dan putih saja.


Segala yang hidup akan menghasilkan kehidupan, maka memang sudah menjadi kehendak alam juga jika kemudian muncul kehidupan baru sebagai cabang dari pokok pohon kehidupan kita. Manusia baru datang dan menjadi bagian dari hidup kita, manusia baru yang akan mencandikan masa silam dan mempengaruhi bentuk masadepan kita. Individu individu baru juga datang dan pergi, meninggalkan jejak rahasia dalam sejarah hati, mencoretkan catatan catatan tentang cinta dan tragedi.


Terimakasihku tak putus padamu Tuhan, atas hidup yang semakin mengagumkan untuk dijalani...


Bambuapus 090907

Sunday, June 14, 2009

Mengenal Iblis (2)


(diceritakan pada Sabtu, 14 Juni 2009)

Hatinya iblis, matanya iblis, pikiranya iblis, sikapnyapun juga iblis. Seluruh jalinan ruhnya mewakili semua sifat iblis yang tidak mengenal rasa kasihan maupun tatakrama kesopanan. Ia tidak punya ambisi kekuasaan, hanya nafsu menghancurkan yang ia turutkan, menghancurkan kebahagiaan, menghancurkan semesta isi kehidupan. Sebuah kehancuran yang menguntungkan bagi reputasinya sebagai penghancur kebahagiaan. Semua jenis kelicikan dan kecurangan ia kuasai, segala tehnik provokasi dan penghasutan ia mainkan dengan mahir.


Katanya, satu satunya yang unggul disetiap pertempuran antar manusia adalah iblis. Iblispun berhak berbahagia, mungkin ia mendapatkan kebahagiaanya dari mengeroposnya nilai kebaikan di hati setiap manusia. Katanya iblis pula yang membisik bisiki orang supaya berlaku jahat, dan juga menjerumuskan orang untuk mengambil keputusan yang menyesatkan. Dan, setiap keputusan yang kita buat menentukan apa yang akan kita jalani dalam hidup yang indah ini. Kegemaran juga bagi sang iblis untuk merekayasa sebuah keputusan menjadi sebuah penyesalan panjang.


Lalu, siapakah sebenarnya iblis ini? Apakah dia berujud atau hanya mitos belaka? Iblis tidak menyeramkan karena ia adalah sumber godaan dengan keindahan segala bentuk nafsu. Ia yang selalu mematut matut dirinya seolah barang pajangan pada sebuah pameran. Ia memiliki eksotisme luar biasa kuat dan kadang sanggup mematikan akal sehat. Jika divisualisasikan dengan binatang, mungkin hayalan ini yang paling mendekati; Macanan! Spesies laba laba tanah berukuran sebangsa lalat yang mencari mangsa tidak dengan jerat seperti moyang2nya, tetapi dengan melakukan pengintaian, penyergapan, pemerkosaan, pembunuhan lalu memakan korbannya. Dan korban favoritnya tentu saja; lalat. Itu keji namanya, dan iblis bisa beratus kali lebih keji daripada laba laba macanan. Tapi iblis bukan pula binatang, karena ia bisa menyerupai apa saja dalam kehidupan. Iblis bermain di alam fikiran kita sendiri, bergerak mengikuti dinamika emosi, dan selalu mencari celah untuk dapat mendobrak kemapanan dan stabilitas mental setiap orang. Kita semua memiliki dan membawanya dalam pikiran, karena iblis adalah pikiran kita sendiri sebenarnya, diri kita sendiri yang terbentuk dari susunan hawa nafsu. Iblis tak bisa mati, ia beranak pinak dan bersekolah didalam alam fikiran kita; binatang berakal yang paling sempurna di dunia ini.


Keragu raguan sering disimpulkan sebagai efek guncang dari benturan kepentingan antara kesadaran nurani dan godaan iblis. Hanya nurani (empati) saja yang sanggup menjadi lawan yang seimbang bagi sang iblis. Mengembalikan hati nurani kita kepada kesederhanaan dasar2 kebaikan bisa menjadikanya sebagai benteng yang kokoh dari rongrongan sang iblis. Belajar membiasakan diri dengan ketulus ikhlasan menerima setiap kejadian dan menebar cinta kasih tanpa prasangka adalah mantra yang bisa menjelma menjdi jari jari terali yang memenjarakan sang iblis di pengasingan sepinya. Semakin kuat iblis berpengaruh dalam otak kita, semakin jauh pula jarak tujuan yang menjadi akhir pencarian kita semua: kebahagiaan. Mengatasi iblis tidak perlu dengan konfrontasi karena itu permainan yang ia ciptakan, tetapi cukup dengan kompromi. Kompromi antara hati (nurani) dengan logika (otak), membagi rata ransum kebahagiaan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Kepada kita semua. Sebab, semua mahluk punya caranya sendiri sendiri dalam mengupayakan kebahagiaan dan semua mahluk berhak serta semestinya berbahagia.

Termasuk iblis juga berhak bahagia!



Bambua Apus 130609

Monday, May 11, 2009

Sebuah Pertemuan

:
(Pada setiap pertemuan, takdir yang berbicara)
Lambaian tangan dan tatapan mata terakhir di ujung tangga berjalan menutup pertemuan, lalu seluruh keberadaanmu mengikuti sepanjang jalan, sepanjang aspal basah yang tertindas ribuan langkah. Percakapan denganmu tak terhenti hanya oleh jarak yang semakin menjauh. Nanti, kita akan bertemu lagi di suatu hari. Atau bisa jadi inilah pertemuan terakhir kita. Sometimes, “next time” doesn’t exist, demikianlah kata kata peredam duka jika ternyata pertemuan kali ini adalah yang terakhir kali oleh sebab setiap hal dalam kehidupan selalu berpotensi sebagai hal yang terakhir yang kita alami.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, tiap pertemuan selalu menghasilkan pertanyaan pertanyaan dan kesan pikiran. Sesaat setelah pertemuan ini begitu banyak hal yang menjejali pikiran, tapi tak satupun yang mampu tersusun jadi percakapan. Mungkin memang tidak diperlukan percakapan, ketika semua kejadian hanya ada di perasaan, dalam hati dan angan angan saja. Pertemuan membuka babak sejarah baru dalam cerita hidup setiap individu sebagai persinggahan kisah kisah yang kelak memperkaya isi cerita sejarah diri.

Bertemu dengannmu, bagiku adalah peristiwa tidak biasa dalam hidup. Setelah bertahun tahun hanya bayangan yang tak tersentuh, seperti peri bersayap kupu kupu yang menebar cantikmu tanpa suara; jadi buram di pandangan mata. Sungguh terasa bahwa anugerah apapun yang dalam hidup bermula dari keinginan sederhana yang terkadang menjelma mimpi, mimpi alam sadar yang dilumuri doa. Bertemu denganmupun menyadarkan bahwa diri pernah meminta sangat berharap suatu hari akan bertemu denganmu. Dan semuanya terjadi dengan cara yang sangat sederhana. Dan, terimakasih, hari ini telah kau lunaskan tunai mimpi itu. Tidak ada arah tujuan dari pertemuan ini, hanya menglir saja mengikuti apa kata sang hari.

Hujan diluar jendela sejak tadi tidak juga berhenti. Hujan ini seperti mengurung fikiran, memutar mutarkan pertanyaan tanpa jawaban; semua tentangmu! Aku begitu suka dengan hujan, dengan udara yang mengiringi, dengan bebauan dan suara yang datang bersama curah air sejuk segar itu. Aku suka hujan karena ia memberi indah bagi fikiran. Seluruh isi pikiran seperti berdesakan diujung jari, berdesakan saling menyumbat aliran darah ke jari jemari.

Inilah secuil dari bergumpal gumpal buah pikiran yang tertangkap lewat tulisan. Jika ini dianggap sebagai kesalahan hanya kata maaf yang bisa jadi tebusan, sebab kesalahan perasaan tidak termasuk dalam hal yang diatur dalam hukum pidana di Indonesia.


Bambuapus - 090511

Saturday, April 18, 2009

Catatan Tulisan Tangan

Sejuk hawa malam kota Bandung menyergap segenap batin, seluruh angan angan menghambur dan membaur dengan keberadaanmu dalam hati. Jam Sembilan lewat duapuluh satu malam, rembulan setengah lingkaran merangkak pelan. Perjalanan yang kurang menyenangkan sepanjang tol karena cuaca dan ramainya kendaraan seperti tertebus oleh gemerlap kota Bandung begitu keluar dari pintu tol Pasteur. Membaur dengan hiruk pikuk Bandung sebentar, membelok ke kiri di persimpangan pertama dan ajaib, tidak jauh dari situ berdiri gagah Universitas Maranatha. Ah, kehidupan alam batin masih begitu penuh tentangmu. Semua tentangmu, dan mengangankanmu memberikan kemewahan privacy yang tak terlukiskan dengan kata kata. Dan kemewahan seperti itu hanya bisa didapatkan bersamamu, tentangmu. Ah, rindu itu rupanya sudah menjadi bagian dari darah dan tulang yang menghuni kalbu, sampai saat inipun.

Malam ini diri merasa berada bersama masalalumu, bercengkerama dengan hati, kata kata dan sikap yang digerakkan oleh kekuatan luar biasa. Bandung…ya…bahkan kota inipun seperti melambangkan jejak jejakmu. Ah, andai saja kita bertemu raga saat seperti ini, di tempat ini dan dengan angan yang ada kini. Pastilah moment itu akan menjadi moment terindah yang pernah dialami oleh dua orang manusia. Keindahannya bisa menjadi juara seandainya ada kontes rasa terindah di dunia ini. Ya, setiap pertemuan yang kita buat selalu menjadi moment terindah sepanjang kisah cinta manusia. Kita juga menjadi juara untuk kontes rahasia terindah. Ah, rindunya hati melihat lagi gigimu yang kecil kecil itu.

Mengenangkan masalalu yang tercatat di belantara langit, lembar demi lembar kenangan terselip diantar kisi kisi bintang gemintang. Begitu banyak hal yang pernah kita bicarakan rupanya, dan begitu dalamnya kita saling mengenal masing masing. Ataukah hanya orang sinting yang merasakan seperti itu? Ah, pasti tidak. Kita selalu merasakan apa yang kita rasakan seperti layaknya jiwa yang terbelah dua, bukan?! Persekutuan rasa kita tidak pernah sekalipun mampu untuk diragukan. Sekarang rasa rindu menyerang keinginan melihat lagi mata siptmu, yang tinggal menjadi garis ketika engkau tertawa, dengan demikian tidak pernah pupus rasa ingin membuatmu selalu tertawa dan tersenyum…

Terkadang muncul godaan dalam angan angan, bahwa kita kembali menjadi dua orang asing di dunia ini, menjalani hidup masing masing seolah olah kita tidak pernah saling ada melebur sukma dalam penghamburan rasa. Cuaca Jakarta belakangan ini menggiring diri untuk bertahyul bahwa itu firasat kalau dihatimu kini satu demi satu huruf nama matahari rontok di alam batin. Bahkan jika itupun benar, diri masih sangat bersyukur pernah mengalami hal hal hebat bersamamu.

Dari lantai 5 secuil Bandung terlihat berhias kerlap kerlip lampu warna warni. Kuning, Merah, Biru, dan lain lainnya diliputi oleh temaram malam. Kota ini indah, eksotik! Bersama butiran embun yang mengembara melintasi atap atap rumah yang beku, doa terikirim untukmu, tidak putus putus agar bahagia dan tenteram menjadi pengisi setiap detik bagi hidupmu kini, dimanapun engkau berada. Doa yang mengalir dari palung hati bersama rindu menggebu yang tak juga surut oleh pautan sang waktu...

Bandung 090418

Monday, April 13, 2009

Kehilangan

Setiap kali peristiwa kehilangan baik besar maupun kecil pastilah menimbulkan efek benturan yang mengejutkan, diawali dengan ketidak percayaan dan diakhiri dengan memaksakan harapan hal yang hilang akan diketemukan kembali. Sesuatu yang dierenggutkan paksa lalu diceraikan dari partikel pengisi kehidupan kita pastilah akan mengejutkan dan menyakitkan. Menyakitkan karena kita tidak mengharapkan hal demikian terjadi dan kita alami, bahkan kita tidak sempat mengantisipasinya. Daya rusak yang timbul dari sebuah kehilanganpun sangat tergantung dari bagaimana kita menempatkan nilai sesuatu dalam inventory kehidupan. Tiang patokan paling sederhana dan tidak akan bisa kita pungkiri adalah kebenaran bahwa ketika kita dilahirkan, tidak ada yang menemani perjalanan kita, tidak memiliki benda apapun, dan tidak pula dengan pikiran apapun.

Sang waktu yang memberikan kita hak istimewa untuk tumbuh menjadi mahluk berakal yang terkadang terlalu mudahnya kita mengklaim sesuatu sebagai property pribadi, seolah olah kitalah yang mentasbihkan segala hal yang kita miliki adalah mutlak milik sendiri. Kesombongan semacam itu kerap meracuni darah dan memunculkan perilaku ambisius, materialistik dan yang pasti posesif habis. Tidak ada segala sesuatu dalam hidup ini yang mutlak menjadi milik kita, bahkan nyawa yang memberikan kita privilege untuk berkontribusi dalam berjalannya peradaban umat manusia. Segala yang terlahir akan mati, segala yang datang akan pula hilang. Masing masing dimainkan oleh sang waktu yang memiliki semua jawaban atas teka teki sebarang hal yang tersembunyi dan menjadi misteri bagi kehidupan.

Mendefinisikan nilai kerugian dari sebuah proses kehilangan barangkali bisa dibedaakan menjadi tiga potong kue besar; kehilangan orang atau pribadi yang terlibat dalam kehidupan emosional kita, kehilangan harta benda materi yang selama ini menjadi pelengkap penegasan status sosial, dan kehilangan hal yang bukan berupa manusia (orang) maupun materi. Jenis kehilangan yang ketiga inilah yang paling berbahaya dan bisa mengancam kesehatan jiwa, berpotensi merusak struktur kerja otak yang mengatur produksi akal sehat. Kehilangan yang terjadi hanya di soal rasa, entah kehormatan, entah kebanggaan, entah harga diri, yang disimpulkan secara sederhana menjadi; kehilangan muka di komunitas!

Setiap kejadian kehilangan yang kita alami sebenarnya hanyalah ujian ujian kecil sampai kita benar benar kehilangan hal sebenarnya yang kita miliki sebagai titipan Tuhan, kehidupan itu sendiri! Dan siapapun tidak akan pernah siap untuk menerima kehilangan, kecuali mereka yang sanggup mendifinisikan bahwa hidup kita hanyalah titipan dariNya belaka. Keluarga yang mengikat hati, harta benda yang kita kuasai, jabatan yang memberikan kita kuasa kendali, sejatinya itu semua bukanlah milik kita. Kita hanya diberi hak untuk mengelola saja, merawat dan siap dicabut status kepemilikannya kapanpun tanpa kita tahu. Bukankah setiap hari kita kehilangan jatah waktu yang berubah menjadi batu masalalu? Batu masalalau yang sebagian menjadi ukiran sejarah perjalanan dan sebagian kita gendong disayang sayang sebagai beban termasuk beban atas sebuah kehilangan.


Disekeliling kita dan kita saksikan dengan nyata, selalu ada orang yang kehilangan lebih besar dan menanggungkan kerugian lebih parah daripada kehilangan yang kita alami. Pengalaman ini mungkin bisa kita jadikan perban peredam perihnya rasa kehilangan sesuatu yang kita miliki. Maka akan baik apabila setiap kehilangan kita mempertanggung jawabkanya kepada Dia sang pemilik sejati, serta bermohon agar Dia yang pemurah segera memberinya kita pengobat hati…


Bambuapus, 090409

Sunday, February 15, 2009

Anugerah cinta








Alangkah indahnya jika setiap orang menginvestasikan cintanya untuk setiap orang yang dikenal dan dijumpainya setiap saat sepanjang hidupnya. Mencintai seseorang hakikatnya adalah memberi penghargaan, penghormatan, dan itikad baik terhadap orang lain. Mencintai sejatinya adalah pelaksanaan semangat memberi dan tidak harus berharap akan menerima. Ikhlas melibatkan hati dalam kehidupan seseorang, siap membantu dan selalu berusaha menyenangkan; membahagiakan. Bukankah begitu mulianya cinta bagi manusia berakal ini?

Cinta juga mengandung tanggung jawab akan keamanan dan keselamatan orang yang dicintai dari hal hal yang bisa merugikan. Menjadi teman dalam keseharian, menjadi sandaran ketika langkah hati lelah, menjadi lentera ketika pendangan gelap membekap mata, dan menjadi embun yang setia meneteskan sejuk ketika gersang melintas di jiwa.

Mengekspresikan cinta tidak harus selalu dengan kata kata, sebab cinta pulalah yang menggerakkan segala cerita kehidupan manusia. Kehidupan sungguhlah pantas untuk dicintai, dan mencintai kehidupan selayaknya mencintai seluruh isi kehidupan itu sendiri. Cara mengegkspresikan rasa cintapun amatlah sederhana, cukup dengan patuh terhdap nurani kita yang memegang teguh pedoman norma serta tuntunan etika, maka dari sanalah segala perilaku manusia akan mencerminkan cinta. Dan perilaku yang mencerminkan cinta tentu dimiliki oleh pribadi mulia yang kemanapun perginya selalu diliputi rasa damai. Kedamaian yang lahir dengan sendirinya oleh rasa bahagia, kebahagiaan menganak sungai dari rasa ikhlas menyenangkan.

Sebagian kita sering terlupa bahwa hal hal sederhana dalam tata cara interaksi manusiapun sesungguhnya menandakan ciri pribadi kita. Menjawab ketika disipa, menyahut ketika disebut baik dengan ucapan, pesan singkat, e-mail maupun messenger sekalipun cukup menjadi penanda. Cinta adalah peduli, dan ketika sebuah sapaan hanya membentur udara hampa karena tak dijawab dengan sengaja, sesungguhnya sikap abai seperti itu tidaklah membahagiakan siapapun. Dan itu tidak baik. Setiap orang berhak bahagia dan setiap orang seyogianya saling membahagiakan. Jika segan menjawab, senyuman sederhana sekalipun cukup mewakili tatakrama.

Saya membayangkan jika semua orang memberi hormat - sebagai ekspresi dasar kasih sayang - yang layak kepada orang lain (siapapun) atas prakarsa nuraninya, mungkin cinta yang bertebaran di setiap jiwa akan dapat bersinergi menjadi kekuatan luar biasa untuk menuju kehidupan yang adil dan beradab itu. Bermodalkan cinta yang cukup setiap orang akan berlaku adil, tidak ada saling serobot, tidak perlu menjadi tamak oleh ambisi egois, tidak ada peperangan dan kemiskinan. Keadaan seperti itu bisa terjadi dengan dimulai dari pribadi pribadi kita, dengan perilaku untuk mengedepankan kepentingan umum, taat terhadap aturan dan ketertiban, patuh kepadan norma hukum, dan kerelaan berbagi apapun dengan orang banyak.

Kehidupan tentram aman damai dan sejahtera bisa jadi bukan hanya utopia pengisi alam khayali, jika setiap manusia saling mencintai. Sebab cinta adalah satu satunya keniscayaan yang sanggup meleburkan perbedaan. Amin.


Bambuapus 090218

Friday, January 16, 2009

Rindu Ibu Sepanjang Jalan

Denting gitar akustik Gypsy King menghuni telinga, angin dan deru menenggelamkan waktu bersama hujan deras sepanjang pagi. Haru biru membanjiri hati, segala kenangan mengapung apung berparade dalam fikiran. Pohon pohon menggigil berlarian ditinggalkan jarak, cicit burung mati tanpa sempat singgah ditelinga kiri. Kasihan butir air hujan, yang tak sanggup menembus kukuh kaca jendela, hanya meleleh mencium bumi dan takluk pada kuasa alam.
…Amor mio
Amor mio por favor
Tu no te vas
Yo cuentare a las horas
Que nadia hoy

Vuelve,
No volvere
no volvere
no volvere…


Aku rindu nyamannya menjadi anak kecilmu, ibu. Menggelendot diantara ketiakmu tanpa harus cemaskan apapun dan menghirup wangi petuah dari suaramu yang selalu merdu merayu.”Jangan jadikan dirimu kerdil hanya oleh sebuah kerikil”. Terbasuh semua luka sepanjang pengembaraan, hanyutkan beban masalalu yang menyesatkan akal fikiran. Terobatilah semua luka hati yang dihasilkan oleh ketidak adilan yang harus dialami.

Sunyi ini menjadi gerbang kea rah lorong waktu, bersama catatan yang timbul tenggelam dipermainkan ramalan masa depan. Di langit hanya tersisa mendung, mengurung seluruh permukaanya yang gemerlapan; kini hilang dari pemandangan. Aku rindu ibu, ah..sudah lama tidak bertemu. Dari hari raya ke hari raya lainnya, dari hari libur ke hari libur lainnya, semua lewat dan tinggal menjadi angka mati dalam kalender di meja kerja. Ibu yang sakti, dengan mantra harapan tulusnya selalu menjadi payung dan pengawal langkah kaki.

Dalam hidup terkadang ego bersinggungan dalam pergaulan, tidak jarang pula luka bahkan remuk redam. Ketika ego teraniaya, anak lelaki kecilmu harus kuat menerimanya. Tak menjerit, tak juga memaki. Ia berdiam menghayati perihnya dikesampingkan. Terkadang ia terluka oleh pendapatnya sendiri, lalu diam moksa beberapa saat untuk mendefinisikan ulang lokasi keberadaanya. Sampai didapatnya keterangan, bahwa sesungguhnya salah dan benar tergantung dari sisi mana kita memandangnya.

Jalanan basah melengang, mata merah oleh gundah pikiran, hati gamang melangkah ke tujuan, entah hari ini apa lagi akan terjadi, setelah kemarin dan kemarinnya lagi tinggal menjadi sejarah beku catatan diary...

Ah, betapa aku rindu padamu...Ibu..


Bambuapus – BMC - 090106

Friday, January 09, 2009

Diatas Langit Masih Ada Langit…. Dibawah Tanah Masih Ada Banyak Tanah…

Keagungan langit menjadi perlambang atas hirarki kemuliaan dan keunggulan. Dari padanya tersusun rantai kekuasaan yang meskipun jauh dari absolut tetap sebagai bentuk kekuasaan, menguasai dan mengendalikan. Sejatinya kekuasaan adalah buah hasil dari inti kemuliaan dan keunggulan. Didalam kekuasaan berlimpahlah udara dan benda benda lainnya yang menopang ketinggian sebuah posisi. Orang bisa terbang kedalam megah dan nyamannya dunia kekuasaan dengan menggunakan tangga bernama ambisi, keberuntungan dan tentu nasib. Kekuasaan adalah bentuk yang menggiurkan, sebab didalalm koin kekuasaan terpatri juga angka hitungan materi pemudah kehidupan. Semakin tinggi jenjang kekuasaan dalam bentuk apapun, semakin baik pula penghargaan materi yang disediakan. Dan semakin tinggi shaf langit, semakin nyaman dan ringan saja kehidupan dijalani. Bukankah hal yang demikian sudah menjadi hukum alam duniawi?

Sedangkan tanah melambangkan kenyataan, hal hal real yang terjadi dan dijalani oleh sebagian besar penduduk bumi. Kita yang kebetulan menjadi penghuninya hanya diberi secuil kekuasaan (terutama kekuasaan atas individu), tak memiliki cukup power untuk mematuhi apa yang dinamakan sebagai kemewahan privacy. Dari individu yang berjejalan itulah dunia diramaikan dengan barter kekuasaan kekuasaan satu dan lainnya, semua bernama kebutuhan. Jika langit berlapis meninggi, maka sebaliknya tanah berlapis menurun. Seperti pyramid, semakin rendah hak kuasa seseorang, maka semakin kecil pulalah hak materinya dan semakin berat pula beban hidup yang dipikulnya. Dibawah lapisan permukaan tanah justru kaya dengan intisari kehidupan itu sendiri. Dari tanah pulalah kehidupan berwal, gravitasi bertumpu, dan kekuasaan langit tercipta. Batu, cacing, septic tank, dan segala bentuk yang tinggal dibawah permukaan tanah menjalani takdirnya sendiri sendiri penuh kesadaran, serta faham betul apa yang dapat diperbuat oleh ruh apapun yang mewakili langit. Bukankah pula itu semua sudah menjadi hukum alam duniawi?

Nuansanya jadi lain ketika kekuasaan digabungkan dengan kebutuhan, langit dan tanah, hidup dinamis dan udara. Langit dan tanah, udara dan mayapada sayangnya tak bias hidup bersendirian. Kekuasaan tidak akan pernah jadi tanpa serangkaian pelaku dan pelaksana yang merumah rayap memperkokohnya. Kebutuhan materi mengikat serangkaian besar kelompok kewenangan, kewajiban dan hak. Yang membedakan antara strata tertinggi dengan strata terendahnya adalah hak untuk menikmati hidup dengan cara yang berbeda. Kontradiksi kekuatan daya beli diantara keduanya sering di gambarkan dengan perbedaan langit dan bumi! Semakin tinggi strata kekuasaan, semakin nyaman hidup dijalankan. Sebaliknya, semakin rendah strata kekuasaan, maka semakin beratlah mengakali keadaan agar tetap bertahan hidup dan layak dengan berpenghasilan. Orang harus pintar pintar membelanjakan hasil gadaian usia jika hak kuasa yang dimilikinya hanya satu garis dibawah rata rata, atau salah salah bisa menebarkan sengasara berkepanjangan nanti.

Dan mereka yang terlahir dalam kubangan kekuasaan, berharap matipun berkalang kekuasaan; hidup dalam pelayanan orang orang sekeliling tanpa harus kaki menyentuh tanah, menjuntai saja di angkasa. Menjadi raja kecil yang tidak faham bagaimana rasanya menjadi penghuni tanah, memvisualisasikan diri sebagai dewa. Kekuasaan berkepanjangan bisa menyebabkan kebutaan hati dan melempemnya kepekaan sosial, menjauhkan hakikat sebagai penguasa terhadap manusia lainnya. Yang paling fatal adalah kekuasaanpun dapat meracuni hati nurani, bahkan tidak memberikan kebijaksanaan sikap meskipun umur telah mendekati liang kubur. Hati hati, salah bersikap saja, kekuasaan dapat bermakna penzaliman terhadap harkat hidup manusia lain, yang berada di lapis bawahnya tentunya!

(Bahwa diatas sesuatu yang tinggi ada yang lebih tinggi, kemudian hukum itu juga berlaku bahwa dibawah yang rendah ada yang lebih rendah lagi…bahwa seberatnya masalah yang kita hadapi, tetap ada orang lain yang tertimpa masalah lebih berat lagi. Alangkah berharap, hati bisa menjadi ikhlas dan legowo dan berhenti terus mengeluh. Mari saling mendoakan, apapun masalah yang kita hadapi, semoga terlalui dengan baik. Amin)


Bambu Apus – BMC 090109