Tuesday, July 20, 2010

Uban

Hendak dilawan bagaimana ketika sang waktu menjalankan tugasnya; mematikan yang hidup dan menghidupkan yang mati, menetapkan yang bergerak dan menggerakkan yang tetap. Merubah, itulah tugas sang waktu yang sebenarnya. Segala hal yang terkandung dalam hidup dan kehidupan dilindasnya tanpa kenal ampun dan benar benar tidak pandang bulu. Sang wktu juga yang menentukan segala sesuatu menjadi tua, demikianlah kita menghitung kerja alam dalam dimensi waktu.

Menjadi tua sungguh tidak ada buku panduannya. Setiap orang secara otodidak harus mengalami keadaan menjadi tua, atau sebuah kemerosotan setelah melampaui titik tertinggi fase produktif dalam hidup. Dimulai dari lipatan lipatan di kulit tubuh yang disertai dengan kemunduran daya ingat serta kemunduran ketahanan otot badan, perlahan lahan proses pelapukan terjadi. Uban yang tumbuh di kepala seperti mengingatkan betapa tinggal sedikitnya usia, dan sudah waktunya lebih teliti lagi memandang diri di kaca benggala.

Usia yang menipis membawa juga banyak dampak psikis. Magnet yang dahulu bekerja normal terhadap manusia lain perlahan memudar dan menjadi hambar. Yang lebih nestapa lagi, usia yang menua bisa menyebabkan seseorang didepak keluar dari lingkaran sosial, bahkan lingkaran kehidupan pribadi. Padahal sungguh waktu tidak bisa dilawan; menuakan yang muda dan mematikan yang tua. Tidak etis memang mengemukakan alasan usia sebagai penyebab kemuakan, tetapi secara eksplisit pesan tersebut dapat diterjemahkan dalam sikap yang cenderung mencari cari alasan. Bergaul dan berkehidupan dengan yang muda muda tentunya lebih energik, lebih dinamis dan tentu memiliki banyak fantasi kebebasan yang bisa diekspresikan dalam perbuatan secara bersama sama. Sedangkan semakin menua usia, maka sudah sepantasnya disertai juga dengan sikap bijaksana. Kebijaksanaan sikap merupakan bukti kematangan emosional seseorang.

Sehelai uban yang tercabut dari kepala memberi jawaban atas pertanyaan dan ketidak mengertian akan makna kejadian. Sehelai uban dari kepala memberi kesaksian tanpa bantahan bahwa hidup tidak ubahnya satu eksemplar surat kabar sore, teronggok sunyi ketika hari berganti pagi. Sehelai uban tercabut dari kepala bersama dengan segerombol kesombongan diri. Sehelai uban dari kepala menjadi angka pertama hitungan mundur hingga ajal kan tiba. Sehelai uban yang tercabut dari kepala, membawa hamba bersatu dengan bumi, memasrahkan diri pada grafitasi.

Purwokerto 100720