Wednesday, August 09, 2006

Jalani saja

(nasehat bagi langkah yang lelah…)

Jalani saja seperti dulu hingga engkau sampai di tempatmu saat ini. Dan jika memang ada alasan kenapa semua harus terlewati, biar saja nanti akan terlihat jua di persimpangan. Bengkak di lutut kanan mengisyaratkan tentang letih tulang kaki oleh beban jarak tempuhan. Jauh, berabad abad sendirian dalam helaan keyakinan dan keberuntungan. Mencoba berteman dengan iblis yang membeku, diri hanya menemukan kata kata membentur dinding, terbelenggu dalam bisunya sendiri. Kembali sunyi, hanya nyala api yang terasa dalam dada.

Terlintas dalam ingatan, tempat tempat yang jauh tak terkirakan, dimana badan telanjang hanya membawa diri tanpa beban tak berguna. Berpandu matahari dan piaraan nyali ala kadarnya. Sebuah tempat nun jauh dibalik jangkauan mimpi sekalipun. Mimpi, dialah yang meracuni kekinian yang harus dipijak dan seperti kaki yang riuh melangkah diatas landasan karet treadmill. Jalan di tempat yang sesungguhnya hanya letih yang terasa.

Ada saatnya langkah melemah, perlahan goyah bahkan sempat terpikir untuk berhenti dan menganggap diri telah cukup melakoni jarak tempuhan. Ternyata diperlukan kejujuran untuk sekedar pengingkaran sekalipun. Hawa panas dan busuk yang mengendap jadi bakteri telah mengaburkan segala bentuk pandangan kenormalan. Merasakan letih yang menghinggapi sukma, yang tertayang hanya sederet nisan pengalaman dibelakang dan langit tanpa warna dihadapan. Tanda tanya terus memukul mukul belakang kepala seperti palu godam yang hanya dibuat untuk meremukkan. Terlalu bersemangat dalam permainan hiduppun terkadang harus ditebus dengan kelumpuhan sebelah kaki, atau bahkan pembengkakan di keduanya.

Sewajarnyalah untuk menjalani saja semua, tanpa mengharap bertemu garis finish ataupun pos pos persinggahan. Tanpa mengharap apa yang bakal dilewati dan ditemukan nanti. Seperti ribuan tahun sebelumnya yang menyebabkan diri berada di ruang kekinian saat ini. Toh semua hanya terdiri dari susunan langkah kiri kanan, satu satu dan terus menerus. Syaraf penggerak otot kaki yang ikut hangus tak diperlukan lagi sebab memang fungsi kaki hanyalah untuk melangkah maju dan terus maju membunuh jarak tempuhan usia. Meskipun nasehat bijak dari nurani yang tumbuh setiap kali tercabut dari akarnya seperti bayi rumput yang baru saja menembus labirin mayapada, pupus dari orbit riwayat diri.

Dan jika kelak terendap tanya kenapa semua bisa terjadi, di persimpangan kelokan pertama akan jelas terbaca semua hikmah dari sepanjang perjalanan, sebagai pembelajaran atas hidup yang berazaskan praduga.

Maka jalani saja, langkahkan kaki satu satu meski lesu menuju ke langit tanpa warna dimana selaksa jawaban menunggu.

Gempol, 060809