Tuesday, August 19, 2008

DTB – a hidden story.

:
Rasanya tidak ada lagi apapun yang diperlukan, tidak ada lagi keperluan yang dibutuhkan selama kepalamu bersandar pasrah didadaku, dengan rambut hitam lurusmu terurai memenuhi bidang sandaranmu, seperuh tubuhmu dalam dekapan erat. Mata kita terpejam, kata kata kehilangan makna. Hati berbicara jauh lebih banyak dari apa yang bias disimpulkan oleh kata kata. Tangan kiriku merangkul, melingkari lehermu dengan jari jemariku mempermainkan daun telinga mungil itu. Tidak ada lagi yang perlu dirisaukan, tidak ada yang patut untuk dicemaskan. Hanya nafas memburu yang perlahan menjadi pelan, dan peluh menitik di setiap pori di kulit ari.

Dalam buaian tepi surga, tubuh kita melayang layang diangkasa, diterbangkan oleh gelombang lembut pasca ledakan sensasi bersama, laksana gunung berapi semburkan lahar bagi yang pertama. Diam, kesunyian menjadi begitu indah, musik mengalir dari detak jantung yang perlahan berhenti berburuan berkejaran, mengiring deru nafas yang memudar. Tubuh mungilmu dalam dekapan, dan kita larut dalam buaian. Bibir mungilmu menyembunyikan senyum, tenggelam dalam sonyaruri. Semua diam, tenang.

Di dalam pikiranku pengembaraan jauh melanglang negeri, melewati pulau pulau dan samudera hingga nun jauh ke dusun dimana masa kecilmu bersinar ceria. Kaki mungilmu menapak diantara hamparan buah cengkeh yang terjemur di halaman depan, angin yang beraroma cengkeh mempermainkan rambutmu ketika berlari mengejari kupu kupu kuning yang terbang genit diantar semak. Mata sipitmu mengernyit diciumi hangat udara pagi, dan kulit putihmu semburat dipermainkan oleh sinar matahari yang menerobos diantara daun daun mangga di halaman belakang rumahmu. Aku menjadi matahari, saksi atas sukacitamu pagi itu, berlarian sambil bernyanyi berrsama alam yang menenteramkan, memberi janji janji akan tempat tempat jauh yang kaya akan ilmu pengetahuan. Aku menjadi matahari yang menyaksikan tangismu pecah ketika kelinci kesayanganmu tersesat di tepi hutan.

Di dalam pikiranmu, badan terbang tanpa sayap menjelajahi langit, timbul tenggelam dalam kesadaran. Lalu menemukan lelakimu menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri, pahlawan yang lengan kirinya kini melingkar di leher dan mempermainkan cuping telinga dengan mesra. Lelaki ini muncul bersama dengan kemunculan hari hari biasa, kemudian menjulang diantara angan dan keinginan hati yang terbentengi oleh aturan kepatutan, compliance blanket, dan tatanan peradaban. Tetapi dia tetaplah lelaki pahlawan, yang memberikan nilai tak tertakarkan atas keberadaannya sebagai wanita. Otak memvisualisasikan seribu cerita tentang perjalanan panjang dan sendirian yang sempat terekam lalu diperdengarkan dalam kisah sepanjang malam, yang kini membuai dalam badai pertanyaan betapa mengesankan kisah kehidupan. Lelaki itu, lengannya kukuh merengkuh hati, membiarkan dirinya hampa di titik nisbi dengan angan yang bebas menjelajah pergi meninggalkan raga. Damai tentram semata yang terasa.

“ yuuuk…”

Suaramu membunuh lamunanku….


SCBD - 080819