Friday, February 19, 2016

Yang Tersembunyi

: mp

Pada akhirnya langkahpun perlahan goyah, meniti pematang karang dengan kaki nurani telanjang menuju kepada akhir kisah. Batin tak sanggup lagi menahan jutaan jari menunjuk muka, menghempaskan pada ketidak berdayaan akut. Hari hari terakhir tercatati dengan dada sesak sebagai hitungan mundur menuju penghabisan. Tangis menderu ketika satu demi satu batu kerikil dan lumpur kita rangkai agar menjadi tembok yang memisahkan untuk selamanya. Bukankah dunia sudah berbeda seratus delapan puluh derajat ketika tembok penghalang sudah terbangun kelak? Dan bukankah kehidupan menjadi buta  ketika kita tak harus saling tahu kisah hidup yang menyertai perjalanan kita sendirian kelak?
Langkah kecil telah dinobatkan sebagai niat, meskipun batin tak bisa berhenti menggusiri setiap lapis rahasia di langit maya. Dan itu sama halnya dengan menikam nikamkan belati karatan kedalam jantung sendiri yang terbakar, mengetahui begitu banyak kejadian terlewatkan selama ini, dan begitu banyak yang temuan diantara coretan coretan kenangan di dinding langit. Kegusaran memporak porandakan tegguh yang terbangun dengan susah payah, dengan segala upaya rahasia lewat jalan sangat teramat sepi.

Berkelahi melawan ego sendiri, dan lalu tersungkur oleh kekalahan telak saat ini, seolah berharap bumi akan kehilangan matahari untuk selamanya; sebab dalam gelap kita hanya berteman pikiran. Mengajari hati untuk memahami harapan yang terlahirkan premature, sama halnya menelanjangi keegoisan sendiri yang selama ini berjubah kompromi. Rasanya memang tidak ada hak  untuk untuk menolak kemauan itu, seolah mengebiri cita cita mulia yang tak sanggup terwujud nyata dari semula.

Pada saat batin lelah dan sengsara oleh tindasan rasa, kenangan masa lalu dan bayangan masa depan mempermainkan ingatan dengan kejamnya. Sepasukan iblis bernama prasangka menyerbu tak pandang bulu, melesat dari kisi kisi langit maya dan langsung menghujam kedalam metabolisme kehidupan amat pribadi. Raga telah kehilangan ruhnya, bergerak seolah hidup bagai zombie ditengah pasar. Pikiran dan hati telah pergi meninggalkan kerangka, mengembara memunguti kisah kisah tersembunyi yang terkumpul sebagai bahan menyiksa diri. Mestinya kejujuran menjadi cahaya ketika pandangan gelap oleh keruh pikiran. Ya, kejujuran memang menyakitkan laksana godam yang menghantam dada, tetapi terungkapnya kebernaran justru lebih menyakitkan ibarat mata pedang yang menusuk punggung tembus ke dada.

Sabana cosmic maya meninggalkan begitu banyak jejak, sehingga tak sanggup mata menghidarinya. Firasat firasat terangkai menjadi kronologi yang akurat melalui catatan catatan yang sengaja tersebar di dinding langit. Ingar bingar kasih sayang dirayakan sebagai monument pribadi, seolah lukisan perjalanan cerita baru yang tersembunyi di balik dinding goa. Inilah kisah baru dari dunia lama yang sebentar lagi tinggal cerita, dunia baru berisi kisah kisah baru yang sedang bertumbuh dengan perkasanya. Kisah kisah perjalanan terabadikan dalam kubangan suka cita. Kesuka citaan yang membunuh semua kata kata jawaban dari pesan pesan yang terkirim dalam rangkaian kalimat panjang berisi jerit kesakitan dan tangis kekanakan. Tidak ada satupun tanya terjawab, tidak ada satupun pernyataan yang tertanggapi oleh sebab memang jerit tangis tak lagi memilki arti.

Sesungguhnya hidup hanyalah perjalanan pada seutas pita rekam panjang, dan mustahil untuk dapat menghapuskan dari satu adegan untuk melompat kepada frame lainnya tanpa harus menjejakkan kaki di keduanya. Membagi kisah tersembunyi justru akan memberikan kekuatan karena penghargaan, bahwa telah tumbuh tunas baru yang akan menggantikan kisah lama yang konon istimewa. Kompromi ego akan memberikan pengertian yang dewasa dengan kesadaran bahwa kita menyudahi sebuah kesalahan yang kita sadar sejak dini dan kemudian menyesatkan kita hari ini. Tidaklah mungkin langit dapat menyembunyikan semuanya, dan segala yang tersembunyi akan bermetamorfosa menjadi kenyataan yang mematikan.  

Niat baik untuk tidak melukai terkadang justru menimbulkan luka yang lebih mengerikan dan dapat berakibat pada kematian. Segala kebaikan akan bisa musnah seketika oleh kenyataan yang disembunyikan dengan sengaja karena sesungguhnya tidak ada yang patut disembunyikan, tidak ada yang pantas menjadi sesuatu yang tersembunyi bagi sebuah hubungan yang terjalin penuh percaya. Bukankah tidak ada pertanyaan gusar maupun keraguan selama kita saling pecaya? Dan ketika keguasaran membumi hanguskan keberadaan siang dan malam, maka sesungguhnya tak lebih dari kepercayaan yang dipertanyakan.

Pada akhirnya, pengakuan atas kekalahan, atas kesalahan akan mengakhiri kisah indah salaam bertahun tahun dan berganti dengan hari hari sepi penu rasa nyeri, ketika setiap detik yang dijalani melulu berisi cerita tentang lolongan mengasihani diri.

 

Rewwin, 160219