Monday, March 10, 2008

Forbidden past







: tet

Bisikmu mengetuk gelisah tidur malam, menyeruak dalam mimpi panjang. Mata bertemu mata, hati bertemu hati setelah sekian abad dipisahkan oleh jarak dan tembok pengetahuan yang mengurung. Hidup terus berjalan dan jejak jejak masalalu membekas dalam ingatan, semakin nyata justru ketika usia merampas keinginan muda.

Malam tadi hadirmu menyisakan tangis menyesak sampai ke ujung pagi, ketika semburat jingga menjadi penguasa di atap atap rumah di timur jauh. Lelaki kecilmu, telah tumbuh dan mengadopsi sikap sikapku yang kau kenal dulu. Justru setelah sungai, laut, gunung dan lembah telah lunas tersusuri mengikuti jejakmu yang selalu saja seratus langkah didepanku.

Sepi menjadi milikmu, jauh dari segala yang kau sangka mampu kau jalani penuh hati dulu. Sepi kali ini sepi lain lagi setelah puluhan tahun kau lewati penuh keikhlasan. Menyesali masalalu yang seolah mengabaikanmu sebagai anugerah indah bagi hidupku.

Semestinya tidak ada aral apapun yang sanggup menghalangi laju angan, mencapai kalbu bekumu dan merengkuhnya dalam hangat rasa yang mengalahkan segala aturan peradaban, namun kau jauh, entah dimana. Hanya sisa bau nafas dan kefanaan tubuhmu yang mengabadi dalam ingatan, melahirkan harapan demi harapan yang makin jauh dari gapaian.

Mimpi panjang tentangmu, merubah malam menjadi mati ditinggalkan kekinian. Menyeret dan menyesatkan dalam pusaran ingatan yang melulu berisi tentangmu. Air mata meleleh menyusuri pipi, menyadarkan diri bahwa hidup masih berjalan dalam putaran nasib yang penuh misteri. Barangkali saja Tuhan telah merencanakan masadepan dengan pertemuan, biarpun hanya sekedar menatap lagi sorot matamu yang penuh makna, atau memandang lagi matamu yang menyempit menahan kantuk; menggajah begitu dulu pernah aku menamaimu.

Mimpi malam tadi, mengusung rindu segunung yang menimpa menjadi kepedihan tersendiri, bercakap dengan masalalu yang tak sempat selesai hanya dengan kata kata. Kini, dimanapun engkau berada, aku tahu bahwa hidupmu bahagia dan aku ada didalam sana menjadi fosil bagi sejarah indah di kehidupanmu. Dari musim ke musim, kubawa kenangan tentangmu mengikuti arus hidup dalam keindahannya.

Subuh ini, rinduku padamu mencincang hati…

Ciracas, 080310