Tuesday, September 17, 2019

Bahasa Bisu


#26
Apa makna diam, ketika dua muka berhadapan dan tak saling bersapaan. Menjadi dua gunung batu yang sama sama memeram gemuruh magma. Atas nama perbuatan bijak, kata kata dimatikan dan berganti dengan diam yang menggenang. In silent mode. Secara ajaib juga tidak ada kalimat yang terbuang. Ribuan pertanyaan mengamuk tertahan di kerongkongan. Mereka memaksa untuk keluar meloncat dari indera pengucapan berupa kata kata kasar layaknya gonggongan satwa. Demons telah membuat kekacauan pada jeroan si badan. Membakari semua yang bisa dibakar, memporak porandakan semua yang nampak tertata. Dunia menjadi tenggelam di perairan terdalam, pada titik suhu terdingin.

Diam adalah pilihan supaya damai, ketika seluruh alam batin hanya berisi hasutan dari ribuan demons yang tidak sabar ingin memamerkan diri. Sikap mengalah akan membawa kemenangan pada aspek lainnya. Memilih untuk menerima panasnya api dan menghayati perihnya luka adalah cara bijaksana untuk menunjukkan cinta.  Diam diam, diam menjelma menjadi kesedihan yang seolah tidak berkesudahan. Jangkauan memori pada kenangan masa lalu tiba tiba menjadi terang benderang dan semuanya terangkai rapi dalam sebuah cerita baru yang melengkapkan drama sebelumnya.

Mustahil kesedihan tanpa musabab. Setiap kesedihan pasti disebabkan oleh sebuah kehilangan. Kehilangan akan keyakinan, kehilangan akan benda, kehilangan akan kepercayaan dan segala macam kehilangan yang ada dimuka bumi ini. Tetapi tentu yang paling menyedihkan dari sekian banyaknya jenis atau  macam kehilangan, maka kehilangan harga diri adalah kesedihan yang paling parah tingkatannya.  Kekecewaan yang melebihi batas takaran umum dapat menyebabkan orang sakit jiwa atau mati; entah karena membiarkan diri mati atau karena bunuh diri. Memperjuangkan diri untuk terhindar dari kedua akibat diataspun sulitnya setengah mati.

Diam sungguh bukanlah emas, tetapi semata mata kebijaksanaan hati untuk tidak menerbitkan perkataan pengundang cemas, untuk tidak menabur gasolin diatas bara dendam. Membiarkan diri dijajah demons yang murka adalah perlawanan paling santun yang bisa dilakukan. Tidak semua hal harus diucapkan. Dan jika pertanyaan pertanyaan jujur akan menyebabkan kesakitan, maka lebih baik pertanyaan itu diredam dengan diam. Biarkan pikiran berkelahi di rongga otak. Biarkan hati saling beradu kuat dengan logika. Biarkan perang fiksi terjadi tanpa publikasi.

Satu persatu kongsi pergi menjauh oleh sebab jenuh. Meninggalkan bekal berupa doa agar tetap kuat melintasi gurun berbadai seperti sebelumnya. Mata berkaca ketika tangan dilambaikan tanda perpisahan, memandang kasihan dari kejauhan dan tak sanggup lagi memberi makna sebagai penolong. Pada akhirnya setiap orang memang akan harus sendirian di ujung takdirnya. Membawa kenanganya masing masing sebgai catatan, sebagian lagi menjadikannya sebagai kebesaran masasilam.

Tragedi yang pernah terjadi akan dikubur diam diam, dan seolah olah telah berganti alam dan tidak memiliki lagi masa lalu  yang merongrong kebahagiaan. Didiamkan saja didalam ingatan, diabaikan seolah olah hanya berisi penyesalan dan tidak memberikan manfaat bagi kehidupan. Dihindari segala sesuatu yang dapat menyinggung si kenangan agar tidak bangkit menebar terror lagi dengan hal hal baru. Toh sulit untuk dipungkiri bahwa kenangan hitam sialan itu adalah bagian dari kehidupan sehari hari yang harus dijalani tanpa harus diceritakan. Sungguh menyakitkan bagi diri si pemilik pikiran seperti itu.

Dan siapa bilang bisu tidak bisa bicara dan tidak mengenal bahasa? Sebab diam membisu adalah bahasa paling tua yang pernah ada di bumi manusia. Justru diam membisu memiliki terjemahan tidak terbatas dari bahasa kalbu yang paling munafik. Diam membisu memberikan ajaran untuk tidak jujur kepada perasaan sendiri demi menjaga perasaan orang lain. Diam mengajarkan huruf huruf dan merangkainya dalam percakapan bisu yang panjang dan tidak berujung. Merangkai kata kata dalam setiap bahasa yang bisa dimengerti oleh mahluk seisi dunia. Hanya saja memang tidak terperdengarkan di pendengaran. semua menggema di rongga batin, memantulkan penjabaran penjabaran Panjang tentang kecurangan dan penghianatan.

Diam bukanlah emas, tetapi semata menjaga supaya tidak timbul huru hara karena cemas.



Gempol 190917