Thursday, April 26, 2007

Kompromi

Yang terpenting adalah mendukung tanpa menitip beban pengharapan apapun dari siapapun. Jika hidup telah mencair dan segalanya jadi mengalir, seperti angin laksana udara, langit perkasa pamerkan keperkasaan luasnya. Biru tanpa batas!

Hati memenangkan pertempuran diam diamnya, bertahun dalam kebisuanya. Segala cerita telah menjadi asap yang membumbung lalu lenyap ditelan angkasa. Tersisa gandengan logika dan hati dalam sebuah kompromi. Kompromi hati, memenangkan diri sendiri dalam pertempuran yang sendiri dan mengukur penderitaan yang hanya oleh sebab diri sendiri, pengharapan dan ketidak relaan diri sendiri dan hanya dirasa oleh diri sendiri. Sungguh hanya sebuah drama tragedi sebuah individual. Meletakkan jubah jadi naungan, kini bangkai iblis berserakan. Tak menyisakan rasa apa apa, api padam oleh setetes embun siang hari. Hati fikiran dan perasaan kini kebal oleh pedang dan silet masa lalu.

Tak ada kalah pun tiada menang sebab kekalahan dan kemenangan hanyalah kurungan kebahagiaan. Entah darimana datangnya, ada kompromi besar besaran dalam hati. Mungkin sakit hati yang terlalu lama bisa menyebabkan kebal? Atau mungkin angan jenuh dengan segala kemuraman yang membuat hanya berjalan di tempat saja. Suatu subuh ketika ribuan iblis menyiksa, sekuatnya diri untuk menyibak mendung tebal diatas atap bumi kecil, dan melongok kepada kecerahan diluar sana. Menghirup dalam dalam udara yang memberi kekuatan untuk berkompromi dengan hati sendiri, dan menterjemahkan damai dalam rasa yang tak tergambarkan dengan kata kata. Maka daganglah kompromi itu tiba tiba.

Bumi menjadi damai, api di padang gambut jiwa perlahan padam, menyisakan kesejukan disetiap hembusanya. Tenggelam dalam lirik lirik puitis yang ditimpah dengan permainan akustik The Eagles, menikmati lagi Gypsi King yang menghentak hentak penuh semangat, atau Ermy Kullit yang serak syahdu mendayu, juga Evie Tamala yang melambungkan pikiran rindu ke tempat yang jauh, ke tempat yang tidak pernah ada dalam gambar angan angan sekalipun. Kompromi ini melahirkan optimisme, kecerahan mata memandang jalanan tak tertebak kedepan, ke masa depan dengan keindahan pandangan di sepanjang kiri kanan jalan. Kehidupan lainya berjalan mengikuti arus, mengalir datar dan jauh dari letupan letupan amarah. Berkat doa yang bukan dari diri sendiri Tuhan mengirimkan malaikatNya untuk menumpas segala fikiran negatif yang melumpuhkanku.

Pengalaman pahit masa lalu, sakit hati yang tak kunjung hilang, atau rasa kecewa yang tak pernah bisa kompromi untuk menyingkir dari bilik hati, senantiasa menjadi beban hidup. Bahkan terbawa-bawa beban ini sepanjang hidup, kemana pun pergi, saat terpejam terlebih di saat sadar. Bayang-bayang orang-orang dari masa lalu yang pernah membuat hati tertusuk, tak pernah lenyap. Padahal segala upaya sudah dicoba untuk melupakannya, tetapi masih saja terus menggerayangi dan begitu dekat, menjadi iblis yang memporak porandakan tatanan jiwa.

Sakit hati, kecewa, perasaan bersalah, iri, kesal, benci, dan lain sebagainya muncul lantaran ego menstimulus otak untuk kemudian menyimpulkan bahwa keadaan sebagai masalah. Persepsi yang muncul setelah dipengaruhi ego jelas menyatakan bahwa keadaan yang tengah menimpa diri adalah masalah besar. Sehingga terus menerus pikiran terfokus pada dua hal; menghadapi masalah dan orang yang kita anggap telah menimbulkan masalah tersebut dan menempatkanya sebagai mahluk perusak hidup yang wajib untuk dimusuhi dan dilawan habis habisan, apapun caranya. Ah, ternyata teori ini hanya berujung kepada kebangkrutan dan kesia siaan besar.

Mengizinkan hati nurani mengambil peran lebih dalam diri, untuk merencana, mengambil sikap, membuat keputusan, dan menentukan kemana arah akhir hidup. Masalahnya, selama ini ego yang terus menerus mendominasi diri. Hati nurani lebih berperan layaknya pahlawan kesiangan yang muncul belakangan, tepat satu langkah di belakang penyesalan. Kebenaran dan kesadaran dari nurani baru muncul setelah kita menyesal telah melakukan sebuah kesalahan. Dialog dua diri, antara ego dan hati nurani, bukan bicara kalah atau menang sebab seringkali hati nurani begitu mudah terkalahkan. Karena ego tidak datang sendirian, ia seringkali ditemani oleh kawan-kawannya antara lain, nafsu, ambisi, keserakahan, dan ketidakpuasan. Karenanya, dialognya hanya berupa penyelarasan mana yang lebih baik untuk diri; kompromi hati nurani…

Ternyata tidak ada yang lebih nikmat daripada menyadari bahwa hidup amatlah indah untuk dilewatkan dalam kemuraman…

Gempol - Nutricia 070426