Thursday, April 28, 2011

Tentang Sesuatu

Ia adalah seonggok tanah kering dari gundukan lumpur masa lalu. Tak berjiwa apalagi berhati. Ia benda mati yang bahkan tak tersentuh oleh jari jari. Tapi ia hidup, terbungkus oleh bayangan mendung serta gugusan embun. Dilewati hari harinya tanpa almanak, apalagi arloji menikmati kemutlakan atas kematiannya yang rahasia.

Dari dadanya yang retak mengalir air mata, membasah hingga ke lutut dan meresap kedalam tulang. Tapi ia tidak sedang berkabung atas kesalahan yang ditimpakan berulang ulang, di nisbikan makna atas nilai seorang pujaan hati dimasa lalu. Pujaan hati, perasaan cinta milik manusia yang mewakili kesejatian yang paling individual. Dan, status pujaan hati pada saatnyapun akan mangkrak menjadi dua gundukan tanah mati. Kehilangan rasa. Kehilangan kewajiban sebagai manusia.

Ia adalah seonggok tanah kering dari gundukan lumpur masa lalu, tersembunyi di rimbunnya kerinduan akan kedamaian yang pernah terjadi sekilatan petir lamanya. Tanah makam yang menyimpan beragam kisah prematur, putus ditengah jalan oleh kehendak kepatutan yang kemudian menjelma jadi kerangkeng kokoh pengurung harapan. Dalam persembunyiannya yang rapi, justru percintaan hidup dalam dunia angan angan. Bayang bayang yang berjodoh dengan bayang bayang, pikiran yang berpilin dengan pikiran. Semua tersembunyi dan diam, jauh di tengah rimba rindu yang menyesatkan.

Dari dua gumpal bayang bayang, maka akan lahirlah dunia baru, gelembung rapuh yang berdinding pelangi dan mengembara tanpa tujuan pasti. Gelembung kehidupan yang aman dan menentramkan, pun di tabukan.

Dari permukaan pandangan gelembung itu hanyalah seonggok kuburan masa lalu. Tak berjiwa apalagi berhati. Benda mati yang bisa jadi membebani, tapi tak bisa dilenyapkan dari tangkalan mata. Dan, ia tak punya pemilik lagi...




Gempol 110428