Thursday, November 24, 2005

Tempat Kencing


(Endapan dari percakapan didalam limousine sepanjang Nagoya – Bandara)

Sejak Kapolri Jendral Sutanto mengeluarkan kebijakan tegas, melarang perjudian ditanah air sekitar lima bulan lalu, tempat kencing itu jadi susut pengencing, menjadi sepi. Glamour Batam sebagai tempat kencing yang mewah dan menyediakan segala equipment perkencingan menjadi sepi, menjadi merana. Para penjudi dari Singapura tak lagi datang dan menghamburkan dollarnya di sini, juga penjudi domestik tak lagi datang untuk mengadu untung dan bersenang senang lagi. Kasino gulung tikar, maka dampak ekonominya mengimbas kebanyak sisi, dari tukang jual liquor, tukang jual rokok, tukang ojek, tukang taksi, pelayan hotel, sampai ke perempuan yang mengkomoditikan tubuhnya menjadi equipment pelengkap para pengencing.

Pada tahun 1971, dengan keputusan Presiden No. 74 / 1971, Pemerintah pusat mengumumkan secara resmi bahwa pulau Batam sebagai suatu zona industri. Konsep dari pulau kecil bernama Batam yang dikembangkan oleh BJ Habibie sejak 1983 dengan sistem Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) atau lebih dikenal dengan Otorita Batam-nya adalah sebuah kawasan industri dan zona perdagangan bebas, yang dalam bahasa sederhananya menciptakan sebuah metropolitan yang terlokalisir. Gagasan itu mengandung harapan bahwa Batam akan menjadi pintu gerbang ekonomi global ke Indonesia. Walhasil, Batam menjadi spill out industri dan barang bekas dari Singapura yang kekurangan daratan itu.
“Tapi Batam ini kota yang belum siap mas, infrastrukturnya masih awut awutan. Lihat saja bangunan yang ada hanya ruko dan ruko semata” kata Hasyim yang mengantarku. Konsep itu berjalan mulus sampai nama Batam menjadi mencuat, karena perdaganganya, industrinya, pelabuhanya, dan black marketnya. Tetapi sudah jadi adat negeri bahwa ganti pimpinan sama dengan pintu gerbang menganga untuk mengganti kebijakan.

Tempat kencing itu begitu semrawutnya dalam konsep yang hampir ngoyoworo . Dalam pemandanganku, Batam adalah a piece of Singapore – meskipun aku sendiri belum pernah melihat Singapura itu seperti apa. Pulau batam hanya dipisahkan perairan seluas 20km arah tenggara dengan daratan Singapura. Mobil mobil mewah berseliweran sepanjang jalan dan sepanjang hari, mobil secondhand yang diimpor dari Singapura tanpa beban pajak bea masuk. Mobil mobil itu kabarnya diperjual belikan dengan harga pantas di Batam, dan ditandai dengan letter X anu dibelakang plat nomornya untuk membedakan bahwa mobil itu bebas bea dan dilarang keluar dari pulau Batam. Dipelataran kantor pelayanan bea dan cukai dekat pelabuhan barang Batu Ampar, ratusan mobil sedan mewah berjajar parkir sampai karatan karena penyelundupan, impor gelap. Lumayanlah, paling tidak Batam memiliki stok cukup untuk besi tua.

Pulau seluas 415 Km2 (41.500 Ha) .itu juga menjadi surga bagi barang barang secondhand dari Singapura. Dari hand phone yang dipajang di mal mal, televisi dan elektronik sepanjang jalan di Nagoya, furniture sampai pakaian yang berderet di Tanjung Singkuang, dari kulkas, mesin cuci sampai kasur dan sepatu semua tersedia, semuanya seken dan masih menyisakan kebanggaan bagi pemiliknya karena buatan luar negeri.

Sebagai tempat kencing, Batam juga menyisakan bau busuk dari kapitalisme. Kawasan Batam Center, Nagoya, dan Muka Kuning menjadi urat nadi penting bagi kehidupannya. Bau busuk itu berupa “peluang” untuk menempatkan kepentingan pribadi pada porsi yang strategis. Jangan berharap akan menemukan taksi dengan argo, karena dealnya adalah tawar menawar dari luar pintu seperti kalau kita ingin naik bajaj di Jakarta. Bahkan, sebagian taksi memberlakukan sistem yang sama dengan angkutan kota dimana penumpang tidak terbatas hanya kita. Armada taksi yang resmipun wujudnya lebih banyak yang reot dan buruk. Tetapi dibalik itu kita bisa mendapatkan sistem transportasi alternatif seperti ojek yang bisa kita jumpai hampir disetiap persimpangan jalan, atau taksi gelap mobil mewah berplat nomor hitam. Semua menciptakan peluang untuk melakukan hal sesuai ketrampilan dan pengalaman, ketrampilan untuk memperdaya orang baru, pengalaman untuk memanfaatkan ketidak tahuan orang lain demi keuntungan materi pribadi. Hal umum dimuka bumi!

Tanah tanah kekuningan yang kosong menganga sepanjang Punggur sampai ke Kabil dan daerah daerah lainya menimbulkan tanda tanya besar dikepala tentang sistem tatakota pulau ini. Dari penduduk yang berjumlah 527.151 (data tahun 2001) jiwa tersebar di delapan kecamatan, 35 kelurahan dan 16 desa. Hanya penyebarannya tidak merata sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk per Km2 di daerah ini bervariasi. Orang lebih suka berjejal jejal tinggal di flat atau semacam rumah susun ditengah kota dan membiarkan berpuluh hektar tanah hanya menjadi penangkis curah hujan dan panas matahari. Roda ekonomi berbagai aspek yang digenjot otorita batam memang menjadi gula bagi semut semut yang datang mencari makan, mencari kenyang dari pulau pulau lain di nusantara. Semua datang dengan tujuan hampir sama dikepala; mencari uang, menciptakan kehidupan. Dalam praktiknya, interaksi menciptakan banyak sekali ekses sosial yang terkadang rumit. Ternyata tidak semua datang dengan tujuan sama. Orang Singapura datang untuk numpang kencing, hepi hepi, dan bagi beberapa perempuan yang jeli melihat peluang bisnis memanfaatkan moment itu sebagai peluang untuk menyalahgunakan kodrat keperempuananya; menyediakan diri sebagai tempat kencing orang Singapura.


Hang Nadim Airport – 23 November 2005