Saturday, December 22, 2007

Pakta koloni manusia

Membina hubungan atau membentuk sebuah relationship dari ketiadaan sesungguhnya adalah bentuk perjuangan tersendiri. Prinsipnya sederhana, bahwa sikap menjaga dan sama sama menghendaki adalah pemupuk paling mujarab yang tidak terbantahkan. Hubungan antar manusia dengan manusia, sesama jenis kelamin maupun berbeda jenis kelamin, sama saja.

Rasa hormat dan menghargai, terbuka dan berusaha menempatkan partner lebih kedepan, tenggang rasa harus menjadi azas yang tidak boleh dimodifikasi dengan cerita bohong demi pembentukan image bahwa dia adalah orang baik, orang hebat, orang ini itu dan sebagainya. Unsur pemalsuan identitas seperti itu akan sangat mudah terbaca oleh mereka yang peka perasaanya, terkadang hanya dari pandangan matapun bisa ditebak. Orang yang bicara dengan kita tanpa memandang mata kita misalnya, adalah orang yang ingin mengenal kita kerena sesuatu yang bukan dari kepribadian kita.

Makna ‘sukarela’ menjadi sangat jelas dalam sebuah hubungan. Suka menimbulkan rasa senang, menyenangkan dan disenangkan, rela adalah keikhlasan untuk terlibat dan masuk kedalam kehidupan orang lain, mengambil saripati pelajaran hidup dan juga membuka diri demi memberi kesempatan kepada partner kita untuk membaca diri kita dan kemudian memberi kebebasan untuk menyimpulkan sesuai dengan standar kepahamannya.

Soal kesimpulan, selamanya menjadi milik pikiran, milik kebebasan semesta. Orang bisa saja menyimpulkan bahwa yang berpenampilan alim dan halus, bahkan religius itu adalah orang yang menjunjung martabatnya tinggi tinggi, mulai dari cara berbicara sampai dengan cara berinteraksi dengan mahluk lain. Idealnya memang begitu, maka kemudian banyak orang mencitrakan hal demikian. Tetapi bagi yang mengenal secara pribadi, tentu kesimpulannya lain lagi.

Pendidikan yang tinggi semestinya identik dengan ketaatan moral yang tinggi juga. Tetapi sering terjadi, pendidikan tinggi, kedudukan tinggi justru merendahkan martabat sendiri dengan perilaku yang merugi. Merasa tinggi dan tidak menghargai orang orang yang dalam pandanganya lebih rendah, lebih membutuhkan dia membuat si tinggi menjadi hanya obyek cibiran di balik kegelapan semata.

Intinya saudara, jika ingin dihargai orang lain mestinya kita lebih menghargai orang lain. Jika ingin dimanusiakan orang maka kita juga wajib memanusiakan siapapun yang masuk dalam kategori manusia. Jika menjawab sapaan saja berat entah karena sebab apa, maka jangan berharap kita akan mendapat tempat baik dihati orang lain. Bisa bisa tidak akan menerima sapaan samasekali lagi sebab sebagian orang belajar dengan sangat cepat dari pengalaman empirisnya sendiri. Sikap pura pura juga sering mendatangkan malapetaka dalam sebuah hubungan, pura pura tidak mendengar, pura pura tidak melihat, pura pura tidak merasa, bahkan pura pura tidak tahu!

Apabila sebuah hubungan sudah bergeser dan kehilangan makna kesejatiannya, maka tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan dan menganggapnya sebagai sebuah hubungan timbal balik yang masih mengandung nilai luhur dan manfaat silaturahmi. Memutuskan untuk tidak lagi meneruskan hubungan akan lebih bijaksana daripada memelihara nilai nilai negative yang perlahan bisa membusukkan jiwa.

Maka jika sebuah hubungan sudah tiba pada titik pengingkaran, mengakhirinya akan lebih baik dan aman bagi semua orang. Kecuali dalam soal rumah tangga, sebuah hubungan yang rusak bisa bisa terhempas jadi remuk dijajah oleh selembar kertas bernama akta nikah. Sebab maknanya berganti menjadi ikatan hukum dan tanggung jawab, bukan lagi sukarela dan tenggang rasa!


Kuburan Cina – Radar AURI 071222