Tuesday, March 21, 2006

Pohon Pemujaan

Dia hanya pohon, yang tumbuh dari ketiadaan atas kuasa alam. Demikianlah kita, mengikuti gelembung kehidupan kita masing masing dan berhenti disetiap setasiun yang selalu kosong. Bukankah biadab, menebang pohon yang meneduhi kita dari sengangar terik matahari, memberikan kita oksigen dan kemudian dengan menutup mata dan tangan gemetaran kita tebangi? Aku hanya ingin berterimakasih kepada pohon itu, tanpa berniat kehilangannya. Pohon teduhan itu memang tidak bisa kita bawa kedunia kita yang berbeda ketika kita harus sama sama meneruskan perjalanan bersimpang arah. Tak apa, sebab kita memang punya kewajiban demikian demi mentaati peradaban.

Tapi pohon itu selalu aku bawa didalam hati, yang selalu memberi semangat bahwa dia akan tetap berdiri meraksasa disana menyediakan teduhnya ketika nanti entah kapan, akan aku temukan jalan kembali untuk kurebahkan diri disejuk tanah berdebu dibawah rindangnya, dimana desau angin memanjakan setiap titik syaraf yang bengkak oleh letih perjalanan. Entah nanti engkau ada disana atau tidak, tapi kenangan bersama dibawah pohon rindang itu tak pernah pergi dari tempatnya. Kita memang tak pernah sekalipun menyengaja bahwa kita akan pernah bertemu ditempat dimana sekarang tumbuh pohon itu.

Kita hanya punya kewajiban, berjalan dan terus berjalan menjauhi pohon rindang, untuk kemudian suatu saat logika memperbolehkan kita beristirahat dari kewajiban berjalan. Mari punguti setiap butir pengalaman disepanjang perjalanan, juga aku akan kisahkan perjalanan yang nanti suatu saat kita akan menceritakanya dengan citarasa film India, sebab nanti suatu saat yang tak pasti kita pasti akan bertemu disana, dibawah teduhnya rindang pohon spesies baru bernama Pohon Pemujaan.

(tertulis kepada seorang puteri - dalam hati)
Edited at cubicle, 060321