Friday, December 09, 2005

Menyayangi


Menyayangi, bukan berarti harus mengalami apa yang ego inginkan. Menyayangi adalah juga menghormati serta memahami orang lain sebagai sebuah pribadi apa adanya tanpa dikte apapun. Membiarkan bathin orang lain tumbuh subur dalam hidup sebagai dia apa adanya tanpa berupaya membentuk menjadi seperti kehendak diri. Barangkali ibaratnya adalah sebagai lahan dimana orang yang kita sayangi sebagai pohon (juga berlaku sebaliknya) yang tumbuh kokoh dengan akar meneracap jauh kedasar. Menyayangi adalah tetap membiarkan orang tersayang sebagai penguasa atas pribadinya sendiri tanpa ada keharusan untuk mengikuti apalagi menjadi seperti kita. Membiarkan dan merawat orang lain dengan kelengkapan atribut kepribadiannya sendiri.

Menyayangi juga mengandung konskwensi nurani, dimana diri merasa berkewajiban untuk terus menjaga hormat, menempatkan orang yang disayangi di posisi aman dalam setiap hal. Kewajiban itu bukanlah keharusan melainkan sukarela, tumbuh dengan sendirinya tanpa diminta dan tak bisa dipaksa. Rasa sayang tidak mengijinkan sedikitpun orang tersayang untuk menjadi susah karena hubungan, mendapat masalah dari kebersamaan. Terkadang rasa sayang tumbuh liar dirimba hati, yang samasekali tidak bisa ditolerir oleh dunia nalar, juga oleh logika yang sedang pulas terbius. Kita bisa menikmati semua penghamburan hati, hanya ketika logika terbungkam dan semua berjalan mengikuti kehendak hati.

Perasaan sayang juga melingkupi upaya keras untuk bisa memahami apa jalan fikiran serta perasaan orang yang kita sayangi. Beban beban rasa bersalah yang muncul satu persatu dari persembunyian, kecemasan kecemasan yang berderet memamerkan kengerian, perhitungan perhitungan akal sehat yang memaparkan kemungkinan kemungkinan pahit, semua berjajar menghadang kehendak untuk meneguk habis cawan berisi ‘kebahagiaan’ yang dijanjikan hati. Seharusnya tidak akan ada penilaian naïf atau kecewa apabila akhirnya logika mampu menciptakan barricade yang hati tidak sanggup menembusnya. Bahkan akan menghargai sikap apapun yang terambil nanti, tanpa harus dibebani perasaan negatif. Tetap menghormati dia sebagi pribadi yang indah dan independen. Akal sehat dan hati memang otomatis akan berperang ketika nurani mulai terabaikan. Orang yang patut disayang adalah orang yang punya dasar nurani yang baik, yang tidak ingin melukai dan menyusahkan siapapun dimuka bumi ini.

Maka ketika bathin mulai letih oleh pertentangan antara hati dan logika, hentikan semua peperangan dalam bathin, biarkan semua mengendap tenang, dan definisikan ulang keinginan keinginan. Ajaklah logika untuk duduk dimeja perundingan dan biarkan hati dan logika menyampaikan argumenya masing masing. Tetaplah mengawal proses itu dengan kedewasaan sikap. Hati jangan dipaksa, dan logika jangan diracuni. Terkadang tidak ada salahnya mendengarkan logika berbicara karena tugasnya memang melindungi nurani dari beban rasa bersalah dan penyesalan.

Masa depan adalah miliaran pintu kemungkinan, dimana kita hanya punya hak satu saja untuk memasuki dan melewatinya. Pintu pintu itu akan otomatis terbuka oleh sikap yang kita tentukan hari ini. Bahkan terkadang kita harus melewati pintu yang tidak pernah kita perhitungkan samasekali sebelumnya. Pintu pintu itu lahir dari pilihan – sebab hidup hanya pilihan -, dengan pilihan pilihan yang sudah ditentukan olehNya. Menentukan pilihan berarti juga mengambil konskwensi resiko yang dkandungkanya.

Apabila sebuah keputusan yang dilematis itu belum benar benar terjadi, jika logika keras memperingatkan ada baiknya juga mendengarkan pelan pelan. Sekuat dan sebasar apapun hati menginginkan sebuah rencana indah terjadi, tidak akan mengurangi kualitas rasa sayang, apalagi mengurangi itikad baik untuk menempatkan orang tersayang ke posisi yang aman. Teori ini tentu murni produk logika, ketika hati sedang tak berdaya dengan mulut terlakban dan tangan terborgol. Kalaupun sebuah rencana indah tidak terjadi, kita harus bisa menerima itu dengan lapang dada dan menghormati dia sebagai pribadi yang kuat, yang belajar dari pengalaman masalalu. Kita tidak akan hancur, dunia tidak akan kiamat meskipun seandainya rencana besar itu tidak terlaksana. Barangkali hanya tertunda sampai hati dan logika bisa bersinergi untuk mengizinkan itu terjadi.

Apabila logika yang menang, rasa menyayangi mengedepankan semua keinginan untuk menempatkan orang tersayang pada posisi yang bebas resiko, bebas masalah, dan itu harus dengan kehati hatian yang sangat tinggi mengingat cinta tidak sepenuhnya real dan tidak sepenuhnya fake. Nilai dari keberadaan seseorang dalam kehidupan pribadi adalah anugerah yang selayaknya disyukuri, dan tidak ada alasan apapun untuk memaksakan keinginan, karena menyayangi, bukan untuk menyesatkan. Menyayangi mungkin justru akan menimbulkan efek hancur dan kecewa apabila kebersamaan berbuah kehancuran, berbuah penyesalan dan beban bersalah. Saat itulah, seorang pecinta akan menghukum diri sendiri karena telah menghancurkan hidup orang yang amat disayanginya.


Kost, 0115hrs - 151208