Tuesday, April 03, 2007

Modal Cinta

Cinta bisa diterjemahkan sesuka hati dari miliaran aspek dan dimensi, sejalan dengan pengalaman, dengan pengharapan dan tentunya perasaan. Tidak pelak lagi, seperti jumlah yang tidak terbatas untuk menggambarkan kaidah maupun kedahsyatan positif dan jenis perhubungan antara lelaki dan perempuan ini, sampai segala halpun bisa disangkut sangkutkan sekenanya dan mengena. Awan, langit, udara, hujan matahari bahkan mimpi sekalipun akan jadi sahih pulen dengan bumbu cinta secukupnya. Kisah kisah asmara yang menggila, melumpuhkan logika dimana cinta menjadi tameng sekaligus penuntun jalan bagi berjalanya dunia tak bertuan milik dua orang yang sedang kasmaran.

Modal cinta kadangkala juga membuat manusia keblinger, kehilangan ketajaman akal sehat bahkan otak warasnya. Dengan cinta maka segalanya berubah menjadi materi optimistic, penuh kepastian dan tak punya ruang untuk yang namanya kekhawatiran dan kecemasan. Cinta menjadi wadah dari kepercayaan yang tak memiliki batas kapasitas tampungan, tak terhingga hitunganya. Bahkan seluruh aspek hidup dari kemelaratan dan kesakitan pun lenyap ditelan kedahsyatan kamuflase cinta. Dan itu sudah dimulai sejak planet bumi pertama diciptakan, sejak manusia pertama diturunkan. Cinta juga yang menyebabkan dunia menjadi sedemikian ramai seperti sekarang, bukan?

Ketika seorang lelaki dan perempuan bertemu entah bagaimana ceritanya, kemudian sepakat untuk saling mengikatkan hati dalam sebuah sumpah perkawinan dan lalu dipatri dengan selembar akta nikah, maka cinta menjadi modalnya. "gegarane wong akrami, dudu bondo dudu rupo,amung ati pawitane" Yang menyebabkan orang untuk menikah, bukan harta benda dan wajah, hanya cinta modalnya. Sebait tembang mocopat jawa yang ada sejak zaman kuno makuno itu terbukti masih berlaku efektif hingga zaman sekarang. Nyata. Modal cinta yang diagung agungkan bahkan dalam kata kata bisa digambarkan dengan sangat sentimental, melebihi kemampuan alam berpikir logis untuk mencernanya “ when we hungry, love will keep us alive” (Eagles – Love Will Keep Us Alive). Bagaimana mungkin cinta bisa mengalahkan rasa lapar, sedangkan domain-nya adalah beda? Yang satu urusan perut dan pencernaan, energi dan bahan bakar yang membuat mempertahankan berfungsinya organ tubuh dan tetap berkembang, sedangkan yang satu urusan emosi yang notabene tanpa kelir apa apa, hanya rasa. Ya, hanya rasa.

Penghargaan dan kepedulian sepenuh hati, rela ‘mengorbankan’ hidup untuk orang yang dicintai (padahal istilah korban mengorban semestinya tidak dipakai dalam urusan cinta sebab azas cinta yang sesungguhnya adalah tenggang rasa dan kesukarelaan). Rasa menyayangi penuh adalah semata keinginan sederhana untuk membuat orang yang dicintai berbahagia, senang dan terlindungi lahir dan bathinya, serta memperoleh penghargaan yang wajar atas upaya itu. Penghargaanyapun sederhana, hanya cukup berupa perlakuan istimewa. Nah, ketika cinta masih menjadi raja, maka dua orang akan menjadi sangat istimewa dimata masing masing, diperlakukan dengan istimewa dan memperoleh hak hak istimewa secara penuh sebagai bentuk penghargaan atas hubungan yang ada. Kamabukan yang sempurna seperti ini sering meninabobokan orang, dan melupakan satu hokum alam yang sampai sekarang tak terbantahkan; bahwa tidak ada apapun yang abadi dan tetap diatas bumi, selama bersangkutan dengan keadaan mahluk hidup, dan cinta hanya milik para mahluk hidup.

Segala hal yang menenggelamkan orang ke negeri dongeng tak bertuan itu bisa dimungkinkan berlangsung selama cinta belum bergeser makna ataupun mengalami degradasi nilai. Dan ketika pergeseran makna (inipun bisa terjadi karena miliaran sebab, sengaja maupun tidak sengaja) maka masing masing individu akan berjuang keras menemukan kesejatian dirinya yang ditenggelamkan dalam lumpur cinta dulu. Sama sama menghidupkan kembali ego yang disembunyikan dahulu untuk diasah menjadi senjata pemberi rasa sakit bagi pasangan. Dan ketika harubiru cinta semakin memudar, maka yang tersisa adalah tali hati yang perih mengikat dengan rantai kewajiban semata, kehilangan samasekali makna dasar dari cinta. Sakit hati yang berlebih dan meradang bertahun tahun bisa menjadi kawah lava yang sangat berbahaya yang bisa melumat dan meluluh lantakkan apapun yang tersangkut dalam perhubungan itu. Sakit hati menahunpun bisa mematikan kepekaan terhadap rasa, menjadikan si manusia cacat mental untuk waktu yang mungkin bisa sangat lama. Hidup bisa menjadi sangat muram dan pesimistik untuk waktu yang lama, ketika cinta berbalik makna menjadi benalu sesal dalam jiwa yang menggerogoti perlahan lahan dari dalam kesejatian diri dalam memberlakukan cinta.

Demikianlah cinta, penjelmaan dari ruh maha rasa, wujud imateri paling dahsyat yang bisa demikian membahagiakan sekaligus membunuh secara perlahan. Ia bisa berubah dari kabut indah penghias kelopak mata menjadi racun gas tak kentara yang mematikan setiap sel dalam darah satu perasatu dengan sangat lamban. Silahkan mengakui juga, bahwa cintapun bisa mentransformasikan bentuknya menjadi perang besar dan panjang yang hanya menjadi pabrikasi atas…korban!

Gempol, 070403