Wednesday, December 20, 2006

Rindu Rasa Cinta

Hujan mempertajam sunyi semalam tadi. Badan wadag mati, di kepala berisi fikiran mengembara ke ribuan kota dalam kenangan, mencari cari sosok dimana senyum pernah dipersembahkan bahkan mungkin peluk sayang pernah di dapatkan. Berhambur keinginan terkurung dinding gelap udara kamar kontrakan, hanya menjelajahi malam dalam lautan kehampaan rasa, kehampaan ingin dan kehampaan makna. Rindu akan cinta, sungguh bukanlah laksana kemarau menantikan hujan atau embun rindukan hangat mentari, sebuah siklus alam yang ada sejak sebalum peradaban tercipta. Rindu rasa cinta adalah manifestasi kemeranaan yang sia sia.

Rasa rindu ini berputar putar lakasana angin puting beliung yang resah mencari arah tempuhan, kehilangan delapan mata tempatnya menuju dahulu kala. Diam hanya menunggu sampai waktu menentukan jawaban atas semua pertanyaan yang meletihkan jiwa, tentang datangnya sebuah rasa yang mengisi hari hari, mengisi hati dan menjadi warna atas seluruh isi jiwa. Kehidupan telah mati pada separuh bumi, tinggal separuh nyawa yang hanya berisi rancangan perjuangan bagi eksistensi diri.

Rindu, bukan atas nama siapapun, membuat warna waktu menjadi apakah sendu atau syahdu. Tepat membacanya dengan hati karena catatan dituliskan juga dengan hati. Barangkali ada ruangan tipis diantara dimensi sendu dan syahdu, sesuatu yang tak terjangkau dan ada diluar sana. Sesuatu yang mungkin pernah menjadi isi cerita hidup yang tinggal kerangka saja. Merindukan rasa hati dimana hati hangat terlindungi, dimana damai menyelimuti ketika ketulusan menjadi landasan kasih sayang. Bukan siapa yang dirindui, tetapi lebih kepada rindu terhadap suatu rasa…rindu rasanya mencinta.

Merindukan rasanya cinta, merindukan media dimana rasa boleh dihamburkan sepenuh jiwa, dan segenap hati. Menemukan potongan puzzle yang melengkapi nilai hidup sebagai individu dengan penghargaan dan perhatian, mengisi tulisan diary dengan bahasa angin yang hanya berdua bisa dimengerti. Merindukan dunia tak bertuan dimana penjelajahan atas setiap sudutnya tak menemukan garis akhiran, membacai angin dan langit menjadi nyenyanyian hati dan menterjemahakanya dalam bahasa puisi panjang yang mendayu dayu melambangkan kalbu yang syahdu merayu.

Ah, rindu yang menyiksa…

Nutricia, 061219

Monday, December 18, 2006

Catatan pagi

Menatap ladang hari dari pinggiran pematang bernama pagi, hati kecut membayangkan matahari yang bakalan terik menghujam ubun ubun sampai ke dalam hati ketika diri membungkuk menyiangi tetanaman pengalaman yang dieprtahankan dan dipelihara demi eksistensi semata. Ditangan hanya ada belati, bekal dari sang bunda untuk membunuhi gulma nurani, dan berkonsep mimpi yang terbentuk dari satu demi satu detik yang terjalani di masa lalu, berharap terkumpul jadi satu rangkaian cerita biografi tentang seorang penghuni muka bumi.

Ternyata cinta yang menempatkan diri terlalu tinggi pada suatu saat sesuatu akan membantingnya keras ke permukaan bumi, kepada pijakan kaki; ladang garapan kehidupan sendiri. Awan gemawan di langit terang benderang seperti membujuk untuk terus menatapi, bahkan terkadang terlalu indah untuk mengabaikan sayap untuk tidak berkepak dan menari diantara gumpalanya, bertualang rasa diantara kerahasiaanya dan menjadi raja atas bukan siapa siapa kecuali diri sendiri.

Menatap ladang garapan hari ditepi pematang pagi, hati kecut menengok tetanaman yang binasa bekas pesta para durjana. Mencuri kepercayaan, merampok kasih sayang, dan menggadaikan pengorbanan atas ribuan tahun mengembara sendirian. Tidak apa, bujuk sang nurani. Matahari pagi ini akan menuntunmu untuk menabur lagi bebijian untuk benih harapan, diladang kering yang kelak akan menunggu datangnya hujan. Turunlah kemari, ke bumi di atas tanah merah dan letakkan sejenak sayap khayali, buka baju biarkan angin dan matahari menciumi dada dengan bebas.

Setetes embun yang tersisa di ujung sehelai rumput, menghentakkan kesadaran akan fikiran yang selama ini hanya melulu berisi tembok tembok tinggi pembatas kemampuan. Embun setia datang setiap pagi, menungguku setia di pematang sebelum melangkah jalani hari. Isak tangis akan ada, entah punya siapa. Pandangan bengis akan tetap ada, entah dari mana, juga cemburu yang membakar hati, akan tetap tinggal disana, entah karena apa. Tetapi kaki harus terus diayunkan maju kedepan, meninggalkan jejak dan juga jarak. Dan ladang harapan harus terus dipelihara menjadi sesutau yang menghidupi.

Dan ketika matahari merangkak mengangkangi bumi, mata tertuju hanya untuk mengikuti. Entah apa rasanya, tetapi menemukan diri sendiri dan kemudian menjalani mimpi dalam kehidupan adalah rasa dari hidup yang senyatanya. Demikianlah alam, hanya mimpilah yang patut untuk diperjuangkan agar diri bisa berselancar diantara perih dan indahnya.


Nutricia , dibawah mendung 061218

Thursday, December 14, 2006

Sampah bayang bayang

Sampai dimana kesadaran akan menuntun keyakinan bahwa diri bermakna atas apapun yang dibuat dan diniatkan? Sedangkan lembaran demi lembaran hari terlewati tak kurang jua dari klasifikasi sempurna.

Masa lalu tak pernah mati, dia hidup dan ada dibawah alam kesadaran sang diri. Entah menjadi laten atau menyimpan akar serabut kesementaraan hidup yang terkadang terpaparkan bagaikan cerita berulang tanpa titik kejenuhan. Selebihnya hanya sampah fikiran, sampah bayang bayang yang menebar bau dan mendatangkan terror kepada rasa.

Andai saja cemburu adalah hak, maka letaknya bukanlah di hati. Dan andai saja fikiran adalah batu tentu dia tidak mencerna dan menyimpulkan pengetahuan kedalam pemahaman nurani.

Keparat!

Keparat!

Keparat!



Nutricia, 061213

Friday, December 08, 2006

Hari mati di pagi hari

Kesedihan fikiran datang tanpa di undang, ia adalah hasil dari larutan pengalaman yang menyesakkan di masa dulu. Harapan .letih menyembul nyembul mengelabuhi hati, menyangkakan matahari akan terus bersinar hingga tengah malam tiba. Menjalani separuh bumi tanpa hati, bagaikan melangkah di kegelapan, tanpa tujuan dan rambu pernunjuk jalan. Demikianlah isi malam, hanya kerlip bintang di kejauhan menyisakan sedikit harap bahwa ditempat yang jauh dan tersembunyi seseorang tengah memelihara diri dalam perasaanya yang tersembunyi. Ufh, bahkan untuk berkhayalpun hati terlalu letih terkadang.

Angin membawa kabar dari timur kejauhan, dimana seseorang mengingatkan betapa kata kata bijak dimasa lalu masih berlaku hingga kini, menemukan kesejatianya setelah sekian tahun hanya menjadi penghias layar monitor, bahkan terlupakan dalam gugusan persoalan yang dibuat buat. Waktu telah merubah segalanya menjadi cerita baru atas cerita lama, dan segala yang hidup menjadi semakin tua. Bayi bayi baru dikandungkan sebagai persiapan bagi kelangsungan pencatatan biografi, selamanya berjalan demikian dan terus menerus tanpa berkesudahan.

Pagi ini matahari mati di bumi, tak menyentuh kaca jendela bahkan bunga bunga anggrek biru dan jingga tak terjamah oleh hangatnya, diam terpekur meratapi sisa embun yang merana di dahan kering tanpa nyawa. Angin telah pergi mengembara, menyapai rumah rumah kosong yang berlumut ditinggal pemiliknya yang sakit hati. Barang baranya menjadi usang, berganti pemilik jadi bukan manusia lagi. Jutaan ngengat tengah membangun sarang untuk menghapus catatan kehidupan dirumah itu, dan angin hanya mampu mengusap dinding bata merahnya yang terkelupas dipermainkan musim.

Musim? Masih berartikan ribuan musim yang berganti semau hati jika yang ditemui tetap saja pagi siang sore dan malam hari? Haiyh….haih…kisah tentang cacing tanah yang kepanasan tak lagi terdengar ketika hujan, juga cerita tentang hangat dekapan ditengah hujan tak lagi terbacakan ketika panas sengangar mengepulkan ubun ubun. Ah, betapa keinginan tak memiliki dinding pembatasan, betapa angan angan hanya berjalan mengikuti mata angin yang buta.

Kesedihan yang datang menyelimuti pagi, mematikan separuh hari dalam kekosongan panjang yang tak menyisakan apa apa, kecuali waktu yang terbuang sia sia, tanpa jejak kaki maupun catatan tentang perjalanan…

Aku rindu padamu, ibu…


Nutricia, 061208

Thursday, December 07, 2006

Filsafat kembang kacang

Sebaik apapun rasa hidup, seburuk apapun semangat terpuruk, selalu sisakan sedikit ruang untuk hal hal yang lebih obyektif. Tumbuhnya perasaan seperti biji kacang tanah yang tersembunyi di bawah permukaan tanah, kemudian datang hujan dan si biji kacang akan menyembul menjadi kecambah, menyembul dengan indah sebagai sesuatu bentuk yang baru penghuni jagad raya. Penampilanya bersih, bersinar, indah dan menggemaskan, menyenangkan hati dan pemandangan. Siapapun yang memilikinya pasti akan terpesona dengan bentuk dan kemunculanya. Bahkan jikapun mau, si kecambahpun bisa langsung saja dicabut dari tanah, disantap terasa manis dengan resiko kemudian menghilangnya si kecambah dari permukaan tanah, meninggalkan luka menganga pada tanah yang masih lembab oleh air hujan. Tetapi apakah si kecambah biji kacang tanah itu akan terus dalam bentuknya?

Segala hidup berjalan dalam siklus, terkotak kotak dalam dimensi waktu yang akan memuntun kepada arah cerita kehidupan yang mungkin sering disebut orang sebagai 'takdir'. Tidak ketinggalan juga si kecambah. Lambat laun dia akan tumbuh menjadi sebatang pohon kacang tanah, lengkap dengan bulu bulu yang tidak indah, lengkap dengan daun daun yang mulai mengering dan jatuh ketanah, lengkap dengan kehidupan lain yang menumpang diantara klorofilnya. Si pohon tidak lagi menjadi indah, tetapi dia punya kewajiban baru untuk mengembang biakkan keturunan, membuahkan umbi kacang tanah jauh dibawah permukaan tanah untuk lalu suatu saat kelak jika hujan datang akan tumbuh pula menjadi kecambah. Si pohon kacang tanah oleh kuasa waktu kemudian hanya akan menunggu saatnya mati tiba, dengan dahan yang membusuk dan menjadi kompos. Jasadnya akan memperkaya hara dan humus pada tanah tempatnya mengukir sejarah hidup.

Bahwa, segala sesuatu berkembang dan tumbuh atas kuasa waktu...segala yang ada dimuka bumi bisa berubah, baik bisa jadi buruk dan sebaliknya. Ulat bulu yang mengerikan tampangnyapun suatu saat akan berubah menjadi kupu kupu cantik rupa, bukan??

Kepadamu yang tengah jatuh cinta, aku turut bersuka cita atas petualangan rasa yang sedang terjadi padamu.Terbanglah tinggi, kepakkan sayap keinginanmu dan jelajahi langit angan angan yang tidak bertepi. Jika engkau bertemu seseorang di ketinggian , genggam erat tanganya, ajaklah ia menari bersamamu menghirup setiap butir oksigen yang tersedia, sebelum badai datang menghampiri, sebelum mungkin awan hitam melingkari. Dan jika mendung mengurung dalam pandanganmu, maka yakinlah bahwa selalu ada garis keperakan yang melingkari setip sisinya, pertanda kecerahan selalu ada, menantimu diluar batas pandangan.
Hanya, jangan lupakan tanah tempat pijakan kaki...

Nutricia, 061207