Friday, August 08, 2008

Mengenangi Pertemuan

: HF


Hangat hawa kotamu menyergap dalam pencarianku diantara gelap. Jejak jejak kaki kutemui, jejak jejak kakiku senidri di masalalu. Seakan bayangmupun senyap dibungkam sunyi hati. Bukit bukit yang menyembul diantara jalanan raya mengantarku pada khayal sejarah yang terputar dalam utas pita kenangan. Menghayati kerinduan ketika senja mulai mengurung simpang Enggal, warnanya sayu dipermainkan teka teki malam nanti dan realita tadi pagi dalam bayang bayang patung gajah berpayung susun.

Bertemu lagi dengan tatapan matamu, yang setiap kerling mengandung beling yang menusuk kalbu, mematikan ego, rasanya seperti menapak nyata di alam mimpi. Bising menjadi sunyi dan sunyi berubah girang menjadi kepenuhan kata kata, semua bercerita tentang apa yang terjadi semenjak pergi. Tawa yang pecah di pantai lautan kisah telah membunuh ragu atas keberadaan tubuh dan hati permaisuri sang naga. Diri tersedia menjadi budak atas perasaan senang berlebihan yang berulang setiap kali pandangan menyilang.

Seseorang pernah membius dalam drama percintaan terbaik sepanjang zaman suatu ketika, menebarkan daya magis dengan kekuatan magnet yang tak terbayangkan. Lelaki manapun takkan sanggup melawan, kekuatan akan daya tarik kasih sayang. Menerabas gelap, merenangi hujan, menyusuri khayalan, membelah lautan dan menempuh perjalanan yang tak terbayangkan kini, untuk setetes embun bagi gersangnya hati. Embun yang tidak pernah pergi dari hati, hingga siang kembali ke pagi lagi. Bahkan ketika rumput rumput harapan menghijaukan gurun kesengsaraan, buah dari drama penghianatan.

Kota ini tak pernah menjadi asing meskipun lama tak disambangi dan hanya sekali dikunjungi. Setiap ruas jalan dan bidang bangunan adalah jejak memanjang yang menceritakan tentang pertemuan rahasia yang terjadi di dunia tersembunyi; dunia tak bertuan. Tiap sudutnya menyimpan tatapan mata dan raut wajah ayunya, bahkan suara lembutnya bergema memenuhi langit fikiran. Bahkan tepian lapangan Siburai masih menyisakan tetes air matamu abad lalu, ketika kita harus berpisahan, menceraikan dua manusia beda warna yang mengikut hati setelah rampung melunaskan kerinduan. Ya, hanya mengikutkan kerinduan hati.

Kini dinding kaca pun berterali, menegaskan jarak yang bisa dibuat oleh kebudayaan manusia bernama adat kepantasan yang mengatur tatanan kesusilaan. Tetapi hati tak mengenal terali dan dinding kaca, ia bebas menembus segala bentuk dimensi ruang dan waktu, menghilangkan perbedaan warna hitam dan warna putih. Demikianlah hidup harus berrjalan, seperti yang pernah jadi perkiraan pada awal mula perjumpaan. Dan memang hidup terus berjalan, membawa perubahan dan perkembangan baru, bibit bibit masa depan yang baru dan terus bertumbuhan dipupuk pengalaman masa lalu.

Mengenangkan pertemuan, keindahan yang terkandung dalam setiap elemen keberadaannya, mengantarkan tidur dalam mimpi teramat indah dalam pelukan sepi kotamu...


Bandar Lampung 080808