Thursday, April 27, 2006

Kapan?

Tanya yang meluncur dalam tujuh detik saja lalu membabibuta menikam pagi, siang, sore dan malam hari. Tanya yang itu itu juga dengan jawaban yang itu itu juga; hampa membelenggu.

Kata itu begitu tajam bagai belati dalam genggaman, bebas mencabik cabik semua bidang dan menuntut jawaban. Sedangkan jawabanya mutlak atas kuasa masa depan, kemisterian tanpa buah tebakan. Tanya seperti mengeja udara sedangkan masa depan adalah ribuan pintu kemungkinan dan hanya satu yang harus jadi lompatan.

Bahkan diri sendiri yang menjadi alamatpun kebingungan menemukan jawaban. Kapan dingin angin utara akan lebur di hangat hawa selatan? Kapan rindu yang menggelayuti langit akan bertemu ladang untuk tumpahan? Kapan peristiwa dambaan akan berubah menjadi satu catatan dalam masadepan dari masalalu? Kapan kita akan bertemu? Nah, lo…!

Mencoba menemukan jawaban dari pertanyaan celaka itu, membuat kerja otak menjadi berat dan lambat. Sedangkan satu keinginan ego adalah untuk melunaskan episode rindu yang makin jarang dikatakan. Pada musim yang sama kecemasan datang menyerbu bagaikan semut merubung kaki. Kecemasan akan ketidak mampuan menjadi sang pemenuh harapan dan hanya memberikan goresan luka bagi si pengharap.

Sebuah pertanyaan dengan kewajiban menuntut satu bentuk kesimpulan; terkaan semata. Masa depan bukan hal nyata seperti halnya masa lalu yang tinggal jadi catatan. Jadi, biarkan alam yang menjawab pertanyaan tentang masadepan sebab kita tidak ikut menentukan hasilnya kecuali diri cukup kuat untuk memikul kekecewaan apabila pengharapan tak jadi buah kenyataan, bahwa keyakinanpun bisa menipu diri di kadangkala.

Cubicle 060427, ketika angin memporak porandakan curah hujan dan angan angan.