Saturday, May 25, 2019

Perang Fiksi

: MP

Ibaratkan badan, kamu adalah tangan kanan sedangkan aku adalah tangan kiri. Tangan kanan menggenggam belati tajam, mamiliki daya serbu dan daya  rusak sedemikan kejam. Tangan kanan lebih dominan. Sedangkan aku adalah tangan kiri. Tidak terlalu banyak fungsi kecuali melengkapi keperluan tangan kanan. Tugasku melindungimu,  menangkis serangan dan menyokong tangan kanan jika membutuhkan. Tugasku hanya memberimu keseimbangan dan pemenuhan atas segala yang kau butuhkan.
Suatu hari tanpa sebab, aku kau lukai dengan belatimu yang selalu terhunus. Dilukai begitu saja tanpa kamu merasa seolah rasa sakit itu ada. Nyerinya sampai ke tulang seketika, perihnya melumpuhkan hampiir seluruh kehidupanku. Aku jatuh pingsan dihantam kenyataan. Ketika siuman, badanku sudah penuh luka goresan. Darah menyembul dari kulitku yang koyak lalu mengering di tempat, menegaskan garis garis sayatanmu. Aku mungkin sekarat, tak sanggup mengangkat martabat yang kau tumbangkan. Duniaku hilang seketika, berganti dengan kebingungan yang membingungkan bingung. Matahariku padam saat itu juga.
Hingga kemudian kutemukan gudang setan, tempat demons hidup dan beranak pinak. Kutemukan ruang ruang kenyataan masalalu yang melulu  berisi perihnya dicurangi; sakitnya dikhianati. Aku kecewa karena kamu sampai hati menyakitiku. Aku kecewa karena aku kira akulah rekan terbaik dalam hidupmu, seperti aku menganggapmu sebagai bagian dari kehiduapnku, bagian dari duniaku. Tetapi yang membuatku paling kecewa adalah bahwa telah kau serahkan kerhormatanmu yang selalu kujaga kepada tubuh lain. Aku kecewa dan mengutuk diriku sendiri karena tidak bisa menjagamu dengan baik. Tetap tidak bisa kumengerti alasan sebab kamu tega menikamku, justru pada saat aku tengah mendukung perjuanganmu. Aku sangkakan aku pendukung tunggalmu, hingga kusembunyikan letihku darimu hanya agar kamu tidak mencemaskanku. Kecemasan itu adalah bagianku, bahkan cita cita rahasiaku adalah mengadopsi semua kecemasanmu. Tapi aku kecewa kamu menghianati ketulusanku.
Kuratapi lukaku penuh penghayatan. Aku berada di level paling bawah, paling dasar ketidak berdayaanku melawan. Seluruh persediaan kekuatanku  sudah kukerahkan, mencengkeram ledakan sakitku dalam pikiran. Hidupku menjadi berantakan. Langkahku menjadi tanpa arah (atau, barangkali memang aku tidak pernah melangkah).  Aku hanya tinggal punya nyawa saja. Aku merasa tidak layak berada di dunia tanpa cahaya ini. Sakit yang kau beri telah berporses menjadi koreng menganga berwarna biru, merah dan hitam kotor. Lukanya membengkakkan bagian lengan yang tak terluka disekitarnya. Rasa sakitknya menyebabkan kesakitan ke seluruh kitaran kehidupan tangan kiriku, bahkan sampai ke seluruh badan –mungkin termasuk kamu. Lukaku dapat kau lihat dan kamu bisa berempati. Tetapi sebenarnya hanya aku yang bisa merasakannya sendiri, menerima dan menjalaninya sendiri. Kamu tidak akan pernah bisa merasakan karena yang terluka adalah aku, bukan kamu.
Kamu tahu tentang luka? Setiap luka adalah gerbang terbuka bagi masuknya bakteri maupun virus yang bertebaran tak kasat mata. Macam macam virusnya, tetapi akan lebih mudah untuk menginventarisir akibatnya. Virus dan bakteri berbahaya dan mematikan dapat masuk ke seluruh badan melalui luka yang kamu buat ini. Perjalanan kuman dalam badan akan menyebabkan berbagai penyakit mengerikan yang pernah kita dengar di dunia kedokteran. Bahkan konon luka terbuka juga dapat menyebabkan infeksi yang bisa menyebabkan kematian atau minimal amputasi.
Kamu adalah bagian dari ruh diniaku, tidak mungkin aku akan sanggup menyebabkanmu sakit atau sedih. Tugasku adalah melindungimu! Kutahankan sakitku sekuat kuatku. Bukan sakit pada luka terbuka buatanmu, tetapi sakitku meladeni pikiran pikiran buruk yang datang tak kenal waktu  dan tak kenal berhenti. Aku sungguh tidak mengerti jalan pikiranmu hingga kamu sampai hati melukaiku. Pertanyaanku tentang mengapa kamu lakukan itupun hanya membentur di udara, tidak menemukan jawaban logisnya. Begitu banyak argumentasimu bahkan kepada hal hal yang berniat membuatku merasa diunggulkan olehmu, tetapi toh kenyataanya kamu memutus urat nadiku karena lalai pada keberadaanku. Secara template sudah semestinya kamupun turut menjaga dan memelihara sinergi kita, bukan malah meremukkannya. Aku menyesalkan apa yang sudah kamu lakukan; bukankah sudah berulang kukatakan untuk tidak lagi memberiku kejutan buruk bagi hidupku?
Lukaku masih bernanah, menjijikkan bagi siapa saja yang melihatnya. Engkaupun pasti malu memiliki partner seperti keadaanku sekarang. Hari hariku muram oleh menekan perang fiksi yang terus saja terjadi. Perang dalam pikiran antara kemauan hati dan nasehat bijak dari logika. Perang itu semakin meriah saja dengan banyaknya rahasia yang kamu sembunyikan dariku selama dua tahun keparat itu. Selama itu pula setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari engkau dustai aku. Dan selama itu pula setiap detik, setiap menit, setiap jam dan setiap hari aku memujamu, menempatkanmu di tempat paling istimewa dalam batinku. Tetapi rupanya engkau memilih nyaman dengan mendustaiku.
Perang fiksiku telah meluluh lantakkan kebanggaan dan harga diriku. Seluruh pencapaian dan kebanggaanku telah runtuh dan sia sia bersama penghianatanmu. Aku telah menjadi cacat oleh sebab apa yang kau perbuat. Aku terpuruk dalam ketidak berdayaan yang gelap tanpa cahaya, dan kamu enteng saja menganggap semua hanya masa lalu  belaka.
Harus kuterima dan kujalani semua seperti pintamu, seperti rencanamu. Sayatan hanya akan meninggalkan bekas luka, tetapi sakit yang didalam akan terbawa sampai hidupku berganti alam. Terimakasih karena kamu telah mengantarkanku tepat ke pintu lorong panjang bernama kematian.

Kost,
190524

1 comment:

michelle said...


bingung pulang kerja tidak tahu mau mengerjakan apa
ayo di tunggu apa lagi segera bergabung dengan kami
di i/o/n/n/q/q kami tunggu lo ^^