Tuesday, January 10, 2006

Dari tidak ada menjadi ada dan dari ada menjadi tidak ada


Hari raya Qurban, kumaknai peringatan atas telaah makna keikhlasan. Keikhlasan bathin yang mendasari satu perilaku menerima tanpa pertanyaan, melakukanya dengan kesungguhan dan tanpa pamrih.

Ikhlas menerima kehilangan, mengembalikan diri ke titik dibawah nol ketika kita baru dilahirkan, tanpa selembar benangpun kecuali organ tubuh karunia gratis dari Tuhan. Lalu menjadi manusia, penghuni dunia dan menciptakan budaya dan adat kaum manusia; matrialistik. Dari tidak ada menjadi ada menciptakan rasa memiliki yang mengikat tanpa terlihat. Dari ada menjadi tidak ada menciptakan rasa penyesalan atas kehilangan sesuatu yang pernah dianggap menjadi hak milik pribadi.

Menjadi ikhlas adalah menerima hidayah dari Tuhan, karunia kekuatan hati yang luar biasa. Ikhlas dan bersyukur menerima segala pemberianNya, dan ikhlas menerima imbas sosial dalam kehidupan dunia. Keikhlasan membasmi benih benih protes yang mungkin berujung pemberontakan pada nurani. Mematahkan segala bentuk pledoi atas sebuah ketidak adilan (baca: kehilangan).

Keikhlasan dalam pandanganku sekiranya, adalah keadaan hati yang sejuk damai menjalani kehidupan, tanpa keluhan dan protes macam macam. Kebahagiaan yang lahir dari perilaku ikhlas sungguh luar biasa, membuat diri merasa sangat rendah dan tak berdaya sebagai manusia, merasa sangat dicintai Tuhan dan selalu diperhatikanNya. Hanya ketika kita nakal saja Dia memberi kita pelajaran supaya kita berperilaku baik, pelajaran yang akan kita ingat seumur hidup. Ah, alangkah idealnya hidup dengan pondasi pemikiran seperti itu.

Tunggu…
Bagaimana dengan….ikhlas menerima perilaku durjana orang lain terhadap kita?! Ikhlas menjalani konskwensi negative dari perbuatan orang lain yang memperlakukan kita seperti badut memanfaatkan tenaga kita seperti kuda, dan kadang mempermainkan kita seperti kelinci yang buta. Ikhlas menjalani penyiksaan bathin yang terluka berkepanjangan, ikhlas menerima kecacatan mental sebagai akbat benturanya. Kemudian dengan ikhlas pula mengalami kehancuran diam diam, lalu ikhlas mengambil tanggung jawab dari keseluruhan tragedy, menggantikan posisi si pencipta cerita tragis, menyediakan diri dan hidup untuk menjaga dan membahagiakanya dengan ikhlas hati. Kekuatan energi apa yang akan bisa kita pakai untuk memelihara dan memupuk keikhlasan seperti itu jika ada?

Kata “terpaksa” adalah barangkali benteng terakhir dari menyerahnya ego terhadap kekuatan luar ego. Terpakasa ikhlas, aduh…betapa rendahnya, sebab ikhlas tidak mengenal kata ‘terpaksa’. Keikhlasan itu seperti hamparan warna, polos tanpa cacat dan perbedaan, tanpa alasan masasilam dan tanpa tendensi untuk masa depan.

Doa untuk jutaan nyawa hewan yang disembelih untuk qurban kali ini (yang kemudian dagingnya dibuat pesta pesta, senang senang, sebagian dikorupsi orang), yang memberi pelajaran tentang keihlasan si yang berkorban mengorbankan hak miliknya yang nisbiah, keikhlasan sang hewan untuk menjadi korban. Pelajaran bathin tentang keikhalasan untuk berkehilangan. Sebuah pelajaran perilaku bahwa kita tidak berhak mengklaim memiliki sesuatu, merasa terikat dengan sesuatu yang kita anggap milik kita. Itu semua milikNya, juga termasuk cerita dikehidupan bathin setiap manusia, tak ada lain milikNya. Tuhan, sebagai sang Maha Kuasa, pemilik mutlak jagat raya. Kita hanya dipinjamiNya, apapun yang kita (anggap) miliki.

Selamat Hari Raya Idhul Qurban…semoga kita dikaruniai hidayah keikhlasan…


Kost Simatupang – 060109 – 2357hrs