Tuesday, September 23, 2008

Catatan Kaki Senja



... Aku ingin rebah
Di sejuk tanah berdebu
Latri sisa hujan musim lalu
Di bawah rindang rumpun bambu
Di tepi kampung halamanku...


Tulisan ini lahir dari fikiran kanak kanak yang nakal namun penurut terhadap ibunya yang adalah nurani sendiri. Seorang kanak kanak yang terperangkap dalam tubuh lelaki berusia hampir setengah baya. Seperti lazimnya aturan adat, usia memberkahi manusia dengan kebijakan setelah masa muda yang melulu berisi pemberontakan. Kebijaksanaan adalah praktek dari kepatuhan terhadap ibunda nurani. Catatan dalam pengalaman batin mengalamatkan bahwa waktu dan tempat yang diberikanNya cuma cuma berupa kegiatan kehidupan bisa berakhir kapan saja, dan selalu tanpa bisa seorangpun menduga kapan dan bagaimana proses kejadiannya. Sang kanak kanak yang abadi terperangkap akan mentertawakan diri karena telah lahir di tahun yang salah.

Usia pakai badan wadagpun berkurang nilai praktis maupun ekonomisnya. Sensor2 motorik syaraf menumpul, otot melemah kulit menhgendur tulang merapuh pandangan mengabur dan telinga menuli. Sebagiannya telah rusak sebelum habis masa pakai, rontok atau hilang aus selama perjalanan umur. Zaman telah meninggalkan keberpihakannya, manis masa muda telah lewat dan jadi sejarah belaka. Sungguh tiap tiap manusia berhak merasa kesepian dalam beberapa saat di hidupnya.

Dari siklus edar sang matahari kita diajar banyak tentang kehidupan yang dimulai dengan panen pengharapan ketika embun beranjak musnah di pagi hari, lalu panas sengangar tanpa tandingan di tengah hari dan ditutup dengan udara hangat sebelum senja lalu selebihnya perenungan dalam gelap ketika bersendirian. Demikianlah siklus nyawa yang dalam pengembaraanya mengandungkan nilai nilai historis riwayat diri, jadi mahkota bahkan belenggu bagi yang salah memanfaatkanya. Perjalanan usia akhirnya melahirkan bayi jiwa baru sebagai produksi dari intisari pengalaman. Di dalam gelap dan sendirian, segala yang ada di fikiran menjadi demikian terang untuk dijabarkan.

Oleh sebab tidak adanya panduan menjadi tua, maka setiap diri menjalani hakekat ketuaanya secara otodidak, alami semata dan hanya berdasarkan pengalaman empiris yang pernah dilalui. Usia juga menghasilkan sampah sampah penyesalan sebagai dinamika riwayat hidup; kematian dan kelahiran silih berganti tak ada henti sampai akhirnya tiba giliran kita dipendam dalam bumi, mati tak berguna meninggalkan dunia.

Menyaksikan batang2 rumput berbunga dimana serangga merubung bak pesta pora, hasrat membuncah menggigil sendirian ditikam pengandaian pengandaian yang berbau mustahil. Lebih baik perlahan membangun mimpi kedua, menyingkir dari ramai adat dunia dan menemukan kehidupan baru diantara desau cemara dimana kedamaian perasaan berhembus dalam kesunyian rumah kayu. Kebun2 rahasia yang terbangun untuk kekasih hati, kerabat bidadari terawat rapi di rumah kayu. Orang orang yang pernah singgah dan menghuni hati akan mengenangkannya diam diam, menyimpan perasaan diam2 sebagai catatan rahasia yang punya andil mewarnai kisah dengan tawa bahkan derai air mata; semuanya serba diam diam.

Menghitung sisa umur, menghitung mundur jatah usia yang kita punya, seperti mengayak butiran2 sejarah yang menjadi cermin bagi nurani yang akan mengejawantahkan siapa diri. Dari sanalah kebenaran hakiki muncul, terkandung rapi dan diam dalam diary jujur, ketika polah manusia menjadi usang karena diri merasa ditinggalkan dan terkucil sendirian. Tinggal rumah kayu penunggu setia mimpi senja...

Fatmawati, 080922