Wednesday, March 28, 2007

Datang Pergi di Gerbang Perkawinan

Memasuki megahnya ‘dunia’ perkawinan, orang bisa saja terbius dengan segala rupa macam persiapan dan euphoria psikologis, hal besar dan baru sekali dalam seumur hidup. Tatapan mata optimistic serta bertumpuk tumpuk bibit harapan serta menunggu lahan persemaian untuk diuraikan menjadi hasil panen kehidupan kelak. Perfect, sempurna rasanya lelaki dan perempuan asing dipertemukan dan dipersatukan dalam lembaga perkawinan yang mengikatkan cinta dua orang pribadi berbeda. Segala ritual pernikahan akan menjadi symbol dari pitutur dan nasehat bijak tentang bagaimana idealnya menjadi istri, bagaimana menjadi suami dan bagaimana menjadi suami istri. Dimulailah maka investasi sosial itu, dalam bentuk anggota masyarakat baru dengan identitas baru. Rasanya semua tamu yang datang ke pesta mandoakan, menyetujui dan ikut berbahagia atas berlangsungnya upacara. Jadi memang tidak ada samasekali hal yang patut untuk dirisaukan tentang hakekat perkawinan itu sendiri, semua berjalan sempurna sejak awal mula, dan tidak ada apapun yang bisa merusak itu kecuali kematian.

Gemerlap dunia perkawinan ternyata hanya pagar pemoles kulit luar belaka. Didalamnya berisi rimba belantara yang memerlukan ketekuanan serta keteladanan untuk bisa ditaklukkan agar nyaman menjadi hunian jiwa dua manusisa yang berhimpitan tinggal didalamanya. Sejatinya memasuki dunia perkawinan adalah mengikatkan diri kepada dunia yang menyempit, dengan tebalnya rimba yang mudah menyesatkan orang. Tempat sempit itu juga menjadi penjara bagi kebebasan penghuninya, yang mau tidak mau harus meleburkan diri dalam segala beda, suka maupun tidak suka. Tak jarang setelah umur kesekian dari sang lembaga, penghuninya baru menyadari dan menemukan bahwa pasangan yang digandengnya adalah orang yang salah, orang yang seharusnya tidak berada didalam penjara kebebasan bersamanya.

Alternatif untuk keluar, quit dari rumah megah perkawinan itu selalu terbuka lebar selama dunia masih dikendalikan umat manusia. Selalu tersedia undang undang, peraturan maupun tatacara untuk membatalkan kepemilikan investasi sosial dengan meminta pernyataan pailit dari pengadilan agama. Krisis cinta, modal awal yang terlalu banyak dihambur hamburkan pada saat baru memasuki gerbang perkawinan sudah tiris, dan persediaan bibit harapan yang dulu begitu kokoh menerangi jalan keyakinan ternyata berisi ulat, busuk dan tak mau tumbuh yang akhirnya ngamprah menjadi sampah di belantara kekacauan hubungan dua manusia pemrakarsanya.

Usaha untuk keluar dari belenggu rumah tanggapun memerlukan kekuatan dan usaha yang berkali lipat jumlahnya daripada sewaktu membentuknya. Butuh keberanian, keteguhan dan ketenangan luar biasa, sebab keputusan seperti itu biasanya terjadi setelah badai panjang, gelap dan menyesatkan fikiran. Ketenangan dan kekuatan logika diperlukan untuk menangkis protes dari hati yang tentu tidak mau menyebabkan kelukaan bagi mahluk apapaun dimuka bumi. Hidup yang telah di bond sedemikian lekat kemudian harus di amputasi, dan masing masing nyawa yang tinggal di dalamnya harus mau menerima perihnya. Akan lebih baik barangkali, daripada lembaga seperti itu kehilangan esensinya samasekali, kehilangan makna hakiki sebagai payung pergaulan di masyarakat, dan sekali lagi sebagai investasi sosial sekali seumur hidup.

Dan hidup bukanlah melulu hanya perkawinan, pergaulan juga bukan melulu rumah tangga. Namun acap kali aspek aspek negatif dari perkawinan yang berjalan timpang mempengaruhi segala sendi yang mengikutinya. Meneruskan sesuatu yang tak berguna adalah sama saja dengan menangguhkan ketidak bergunaan untuk berakhir kepada kesia siaan, tanpa memabawa manfaat apa apa dimuka bumi.

Antara yang masuk dan keluar pintu gerbang itu, terkadang terbawa dua warna, dua cerita kontras tentang pergaulan dunia. Memasukinya perlu perencanaan, keluar darinya memerlukan perjuangan sama sama untuk satu lingkaran dunia yang aneh..


Glass box 070328