Monday, January 08, 2007

Tentang Rindu

Ketika jarak, waktu dan rantai kewajiban mengikat kaki hati, maka rindu menjadi terpenjara pada dinding kenyataan yang tak teraba oleh mata telanjang. Rasa yang menjombak seakan memberontak merontokkan pelapis dada maupun tulang pelindung kepala. Sesederhana itulah cinta, ketika rindu menjadi raja penguasa dari keterasingan ditengah keriuhan alam peradaban umat manusia. Dua hati, dua manusia memuja rasa hanya melewati angin yang menerobos melalui kisi kisi ruang fikiran.

Oh, betapa perkasanya cinta, yang sanggup mengombang ambingkan rasa dan menjadikan bumi fikiran menjadi gelap tak teraba. Betapa mahalnya sentuhan dan tatapan mata ketika ratusan kilometer mengangkangi keberadaan dua jiwa yang merana mencari penebusan atas hausnya kebersamaan. Sepenggal kata yang terkirim lewat pesan ajaib yang meluncur cepat melintasi bukit dan lautan memaparkan betapa dalamnya rasa rindu memperkosa hati. Kemeranaan yang mempertegas bahwa kesendirian adalah milik yang sejatinya.

Angan mengalir bagaikan air, mengangkuti rindu dari tempatnya yang kosong tak menemukan sambutan. Apa lagi yang hendak dinyatakan jika tidak satupun kata sanggup mengulas rindu yang menggelembung menerbangkan isi dada dan isi kepala. Arus yang mengalir mencari penebusan terkadang mendobrak segala ketidak mungkinan menjadi sesuatu yang sederhana, sesuatu yang tak memiliki resiko kerusakan apapun.

Merindukan seseorang adalah merindukan keseluruhan kebersamaan dan menghitung setiap detiknya menjadi penuh makna. Ketika waktu kemudian dengan keperkasaanya memutus kebersamaan, yang tersisa adalah luka menganga dari dua hati yang saling menjauh dan meninggalkan kebersamaan. Luka yang di kelak kemudian hari akan menjadi indah, manis ketika diletakkan di lemari kenangan dalam hati maupun ingatan. Luka yang kemudian membujuk hati maupun fikiran untuk mempertanyakan kapan luka baru yang serupa akan terjadi lagi, kapan setiap sentuhan menjadi benturan dua magnet bagi hati yang mendamba…

Perjalanan membawa badan melintasi jarak dalam kecepatan tinggi, menghamburkan angan yang tercecer pada setiap pohon yang seolah berlari menjauh, tercecer pada sederet bangku peron yang letih menunggui jejak kaki. Jarak ini mengunci gerak, kecuali hati yang bebas menari di langit angan angan bagaikan kupu kupu kehilangan pasangan. Ada pedih yang menteteskan peluh disetiap sisi tajamnya rindu, pedih yang mengandungkan kesejukan akan indahnya rasa. Pedih nan tak sia sia sebab hati tahu kemana rindu dialamatkan, ke tempat satu lubuk hati dimana hati tenteram terlindungi, dimana setiap detik terbagi penuh makna. Rindu yang tak pura pura, ia datang dari pendalaman rasa, biarpun sekedar ingin menukik dan menyelam di kolam hati pujaan. Tak ada yang apapun yang bisa menghalangi datangnya rindu, meskipun aturan peradaban sekalipun.

Dan bahagialah mereka, yang memiliki rindu yang mengalir tanpa henti, tiap waktu…


Nutricia, 070108