Saturday, January 07, 2006

Surat Sahabat

Kepada siapapun yang berkenan membaca tulisan ini, aku menulis sebagai sahabat…

Sahabatku,
Seminggu belakangan ini, kepiluan menggilas hatiku setiap kali di tv tertayang berita tentang ledakan kesedihan, tangis pilu ketika jasad jasad diangkat dari timbunan lumpur sisa banjir di Jember dan tanah longsor di Banjarnegara.

Orang orang sederhana itu meronta ronta hatinya disiksa kepedihan yang teramat dalam ketika kebahagiaan direnggut dengan acak oleh alam. Orang orang yang dicintainya dirampas begitu saja tanpa peringatan. Hingga yang terisa hanya kepasrahan dan isak tangis kesedihan. Sungguh penderitaan bathin yang tak terkirakan, dan aku tak bisa menggantikan kedudukanya, bahkan tak sanggup sedikit saja mengurangi beban sedihnya.

Menyalahkan alam barangkali sama dengan mempertontonkan kebodohan kita sendiri. Bukankah sebenarnya kita sendiri yang semakin menjauhkan alam dari kehidupan kita sehari hari? Mungkin saja kita lupa menyadari bahwa alam berada jauh sebelum manusia, pasti lebih bijaksana dari manusia itu sendiri. Lalu manusia berkoloni dan menggerogoti alam dengan keji, hanya demi nasi, dasi, mercy, sebagian demi sapi atau kursi.

Ini mengingatkan orgasme bathin ketika berada diketinggian lereng Lawu beberapa tahun silam. Betapa kemegahan alam mengkerdilkan kesombongan diri, mematahkan segala tanda tanya tentang keagungan Tuhan, menyadarkan bahwa diri tak berdaya samasekali ketika hanya Tuhan sebagai jawaban. Tunduk, takluk tak berdaya! Barangkali saja peristiwa peristiwa bencana itu pesan singkat dariNya juga untuk kita, yang berisi teguran atas tingkah manusia yang pongah dengan kehidupan dunia, merasa menjadi sesuatu padahal kita hanyalah sekuku hitamnya gurem* bagi alam milikNya. Jadi bencana itu atas kersane sing kuoso, kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Subhannallahita’ala.

Sahabat,
Kepadamu yang sudi membaca tulisan ini, aku menghasutmu untuk sejenak merenungkan tentang interaksi antara kita dan alam. Betapa kita telah menumpuk hutang budi kita kepada alam dengan tingkah tingkah laku atas nama peradaban. Sebagian diantara kita, umat manusia inilah yang sebenarnya mendzalimi alam, padahal kehidupan berhutang banyak kepadanya. Kitalah yang seharusnya malu, tidak tahu rasa berterimakasih kepada Sang Pemiliknya.

Akhirnya, aku mengajakmu sahabat, menunduk diam dalam khusyu’ doa yang menggema dalam palung bathin, memohonkan pengampunan dosa atas nama semua korban bencana yang ditemukan dan yang hilang, memohonkan ampun dosa diri dan seluruh umat manusia atas kesombongan yang tidak disadari jadi kebanggaan, memohon ampun atas nama semua manusia yang masih diberiNya kesempatan hidup…


Peace on earth!

Sahabatmu,
buderfly

*binatang sejenis kutubusuk yang berukuran sangat kecil dan suka menghisap darah manusia.

Kost Simatupang, 060106 – 0004hrs