Wednesday, November 16, 2005

Surat Untuk Bunda


Bunda,
Apa kabarmu nun jauh disana? Aku rindu senyumanmu yang meredupkan bara, aku rindu pada tatapanmu yang mendamaikan seisi dunia, aku rindu pada belaianmu yang melenyapkan lara, dan suaramu yang syahdu merayu kalbu. Aku rindu keseluruhan keberadaanmu, bunda.

Bunda sayang,
Telah kutempuh jarak dan kejadian sepanjang pengalaman, melewati hutan, gunung dan samudera bahkan menjelajah angkasa sendirian. Telah kupijakkan kaki di bumi bumi impian kuhirup udara dari negeri negeri yang jauh, melangkahkan kakiku ditanah tanah basah maupun keras berdebu yang dulu hanya kita kenal dalam dongeng buku perpustakaan. Berbekal pelampung cintamu, kuarungi samudera hidup, mengikuti kemanapun arus menuntun dan mengayun.

Bunda,
Aku tak pernah letih, aku tak pernah sedih, menjadikan matahari dan embun sebagai teman hati, menjalani hidup dengan ringan tanpa beban penyesalan masalalu. Ribuan hati telah kusinggahi, bunda, dan ribuan jiwa kukenali. Terkadang aku bertemu manusia, iblis juga, tetapi Tuhanlah yang selalu setia menemani. Hari hariku berisi tawa dan senyuman, sebab cinta dalam jiwaku meluber kemana mana.

Bunda,
Anakmu kini menjadi naga yang menumpas badai dan angin lesus didalam kepala. Telah pula aku selesaikan episode demi episode getir dan tetap mengangkat kepala tegak tanpa sandaran. Berdiri lebih tinggi setelah menempuh lebih jauh. Kularung selruh dukaku kekuburan bernisan masalalu. Aku menjadi matahri yang lahir bayi setiap pagi, bangga menjadi anakmu.

Bunda,
Lewat angin yang berhembus melewati bukit dan gegunungan sepanjang jalan, kutitip sembah sujud baktiku padamu, kutitipkan segudang rindu yang menjadi belati tajam disetiap perkelahianku, menumpas getir zaman yang kukalahkan.

Oh Bunda,
Anakmu kini jadi laki laki…


Kost Simatupang, 15 November 2005