Monday, June 19, 2006

Harmonisasi Bumi

Judul diatas sekaligus sebagai jawaban atas pertanyaan sekaligus juga materi tulisan untuk kontes yang diadakan oleh Hiking.

Sebuah kehidupan dimana semua mahluk hidup saling berdampingan dan terbebas dari ancaman dan kecemasan. Setiap orang saling memandang orang lainya bahkan yang tidak dikenalnya secara pribadi dengan pandangan penuh cinta kasih seperti halnya cinta kita kepada anak maupun kepada orang tua. Penghormatan terhadap anak maupun orang tua adalah manifestasi cinta kasih yang sesungguhnya, tanpa embel embel tertentu dibelakangnya. Jika itu terjadi, maka dunia tak memerlukan kosa kata untuk mengumpat, memaki ataupun kata kata vulgar yang sebenarnya sebagai jarum penunjuk kualitas kecerdasan emosi. Tak ada negativisme di bumi, maka tidak akan perlu ada perkelahian, konflik apalagi peperangan. Semua nurani pasti dibekali satu pemahaman bahwa perang hanya pabrikasi atas korban, sebab nurani hanya mengenal kebaikan.

Sikap legowo (menerima dengan ikhlas) bisa menjadi kunci dari semua keruwetan dari penjabaran nilai tenggang rasa ini. Menempatkan ego diri dalam rantai terendah kepentingan umat manusia dengan kepemilikan tanggung jawab moral terhadap nurani akan membuat dunia menjadi sejuk. Bagaimanapun, menekan ego yang menjulang pada setiap diri manusia bukanlah perkara mudah. Berfikir sebagai kerja kognitif oleh otak dan cikal bakal pemikiran, ide maupun gagasan menjadi sumber dari segala peristiwa sosial di kehidupan. Pengendalian terhadap arus berfikir mutlak memerlukan kemampuan menduplikasi efek dari perbuatan kita terhadap hidup disekitar kita. Inipun terkadang menjebak manusia dalam sikap superior, tidak mau kalah apalagi dikalahkan, tidak ingin salah apalagi disalahkan. Kita sering bertindak kasar karena tidak mau orang lain berlaku kasar terhdap kita. Sikap legowo tidak mengenal pembalasan maupun fikiran sikap petakompli. Sombong yang tak disadarilah yang memprovokasi batin manusia untuk melindungi kepentingan individu (sebagai sifat bawaan), ketimbang mengembangkan pola pola kompromi terhadap konflik kepentingan antara ego, logika dan hati. Bukankah jika mata dibalas mata, maka dunia akan menjadi buta (mengutip kata kata bijak dari Mahatma Gandhi). Mengalah yang benar benar mengalah sama saja menciptakan kemenangan yang tak perlu dipublikasikan, sebab kemenangan yang sejati adalah ketika manusia bisa mengalahkan ego sendiri. Kemenangan seperti samasekali tidak memerlukan korban kalah.

Mahluk hidup juga termasuk segala jenis binatang dan tumbuhan tanpa pengecualian. Kemampuan akal manusia melahirkan sifat ingin menguasai dan ambisius dengan sederet nafsu dan cara pemuasanya. Malang bagi mahluk hidup non manusia, karena harus menempati posisi yang paling mudah untuk di eksploitir. Terhadap binatang, manusia yang nota bene berakal tetapi terkadang justru mematikan akalnya sendiri. Sangat mudah kita dapati disekeliling kita, betapa dengan dalih kesenangan, manusia menempatkan binatang dalam kurungan terali. Predikat menyayangi binatang diartikulasikan sebagai penguasaan atas hidup si binatang malang. Pernahkah terpikir bagaimana seandainya zaman berbalik, dimana manusia yang tak berdaya dan binatang yang berkuasa? Maka bersiap siaplah kepada saudara saudara yang berparas elok maupun berpenampilan fisik menarik untuk menjadi buruan para binatang ini sebagai pajangan. Betapa mudah manusia mencabut nyawa binatang hanya alasan jijik melihatnya. Binatang, juga tumbuhan memiliki alam dan dunianya sendiri di bumi ini, dan kecerdasan akal manusia seharusnya memberikan ruang yang semestinya bagi kehidupan mereka, kita berbagi tempat dan kepentingan di bumi yang sama.

Maka bumi yang harmonis adalah kehidupan ideal yang barangkali lebih berupa utopia. Tetapi setidaknya kelebihan akal kepintaran manusia atas mahluk hidup lainya memberi peluang kepada kita untuk mengevaluasi kerja nurani sendiri bagi kehidupan, bukankah semua manusia hanya pejalan dari gelap rahim bunda menuju gelapnya liang kuburan? Dan diantara dua kegelapan itu manusia diwajibkan menjalani benderang bernama kehidupan, bukankah indah jika menjadi sekali berarti lalu mati? Dan semua itu hanya bisa terjadi dengan memulainya dari diri sendiri…


Gempol, 060618