Thursday, May 11, 2006

Serpihan dunia retak

Jam satu malam, kegelisahan sejak pagi tetap menggelombang. Beribu pertanyaan datang tanpa jawaban. Satu keinginan sederhana sekalipun menjadi rumit berbelit belit, keinginan diri melompat ke bumi beralas sejuk tanah berdebu dibawah rumpun bambu masa kecil saat ini. Pagi tadi, kesedihan meraba rongga hati. Kosong belaka. Tidur yang sesaat tak sanggup menipu mimpi yang menggetarkan ketenangan yang diharapkan.

Perlahan kesadaran menjabarkan rasa, tentang diri yang berdiri diatas puing puing kenangan, serba rapuh dan labil. Puing puing itu menjadi benteng keberadaan dimuka bumi yang perlahan lahan semakin bergeser menepi. Keinginan, ketidak inginan, cara memelihara orang orang kesayangan, kepedulian, semuanya membuyar terbawa angin masa. Hidup sekenanya, hidup asal hidup seperti selembar bulu elang yang tertiup badai digurun pasir.

Kehidupan angan angan, kehidupan virtual adalah semata kehidupan ideal penghiburan bagi kegetiran diri. Dibalik itu, diri tak punya kuasa apa apa untuk membuatnya menjadi sentuhan, menjadi realita. Kehidupan virtual yang penuh penghargaan dan citarasa, sebenarnya adalah kekecutan yang tak terlihat dari mata. Ia adalah gelembung nyanyian nurani yang menjabarkan isi dada, kepala dan juga langkah kaki.

Hal hal basi kadang melengkapi isi hari ini, mematikan bahan pemikiran. Keinginan dan pandangan hanya menjelma jadi angin yang berdesis lewat ditelinga. Tak ada lagi topic untuk dibicarakan karena semua percakapan telah usai dimasa lalu. Kehidupan hanya berjalan dengan azas kewajiban semata, kehilangan nilai artistiknya.. Hal hal kecil mendetail yang terjabar dan berubah menjadi kezaliman bagi diri akhirnya menjadi beling beling pribadi. Keadaan seperti itu menjauhkan diri dari dunia, dari pandangan tentang diri sendiri. Kabur tak kentara.

Kemudian melintas rasa haus akan datangnya hujan damai atas nama kebersamaan. Kehidupan di alam nyata yang keras penuh orang berkepentingan dan duri tajam egoisme itu meletihkan syaraf. Kekosongan yang merajai hati terasa langsung menghujam bagai pisau belati. Ah…seandianya saja, seandainya saja diri adalah malaikat, akan terampas dan terkubur semua kemurungan itu, menggantikannya dengan sinar gilang gemilang dimana hidup hanya berisi cinta dan pengharapan, dangan hati dan logika yang erat saling bergandengan tangan.

Lewat tengah malam di gempol, 060511