Saturday, October 17, 2009

Surga Dunia



: sebuah pendapat pribadi atas pertanyaan DK

Surga dunia adalah ungkapan dari perasaan bahagia yang memenuhi rongga jiwa, tidak menyisakan kecemasan apapun dalam pikiran. Jikapun ada ketidak sesuaian, kebahagiaan mampu menjustifikasinya sebagai hal yang bisa diterima terjadi dalam hidup. Kebahagiaan adalah ketika kita bisa menerima dan berkompromi dengan hal negative; yang tidak membahagiakan. Hidup yang penuh rasa syukur, mengukur segala yang didapat dan dijalani serba lebih baik dari apa yang pernah diharapkan, bahwa Tuhan selama ini selalu menguatkan, menemani, memanjakan dan sekaligus menguasai. Hal hal sederhana menjadi begitu sempurna jika hati sedang berbahagia. Ibarat kata, air minum tawarpun menjadi manis rasanya. Surga tidak bisa diperjual belikan, demikian juga kebahagiaan hidup di dunia tidak dapat dipertukarkan dengan apapun. Hidup tidak menyediakan kebahagiaan untuk dipertukarkan dengan apapun, sebab kebahagiaan merupakan hak hakiki dari setiap mahluk hidup, itu anugerah gratis dari Tuhan.

Sayangnya, kebahagiaan terkadang tidak datang menghampiri kita, melainkan kita kitalah yang harus memburu dan berupaya mengadakannya dengan barbagai cara. Status bahagia bisa lahir dari terciptanya rasa aman diri dari ancaman kecemasan atas apapun. Rasa aman menciptakan keikhlasan, dan keikhlasanlah pangkal dari semua kebijakan kebahagiaan. Orang yang bahagia adalah mereka yang mampu melepaskan pikiran yang dibuatnya seendiri. Pikiran yang dibuat sendiri selalu berunsur nafsu, nyanyian setan yang sanggup menghipnotis seseorang menjadi jahat bahkan menjadi setan. Itupun sifat manusiawi. Ketika nafsu nafsu egosentris dapat ditolerir dan dibungkam, maka ketika itulah proses kelahiran sebuah surga dunia berawal.

Ketika kita jatuh cinta, kita seperti berada dalam surga dunia karena dunia dipenuhi segala keindahan perasaan yang sangat pribadi. Terkadang kita lupa bahwa keindahan itu lahir dari kebahagiaan hati yang penuh. Surga duniapun hanya idiom, sebuah sanepa, dan segala sesuatu yang terjadi dialam dunia tidaklah akan berlangsung lama. Semuanya berawal dari satu titik dan berakhir di satu titik lainnya. Melintas begitu saja, membentuk garis sejarah peradaban manusia. Antara surga dunia dan malapetaka (bukan neraka dunia) hanya dibatasi garis tipis dan rapuh yang sangat rentan akan kepunahan. Seperti hal setiap hal dalam hidup dibedakan menjadi dua, layaknya siang dan malam, hitam dan putih, lelaki dan perempuan dan seterusnya; surga duniapun memiliki antagoni. Selalu digolongkan sebagai sebuah malapetaka saja ketika dinding kebahagiaan pecah, bocor. Keadaan sebaliknya dari sifat sifat kebahagiaan umpamanya kecemasan, ketakutan, kekhawatitran, dan kebencian. Sungguh kita layak turut prihatin kepada saudara saudara kita yang mengalami salah satu atau lebih dari segala sifat malapetaka itu.

Materi memberi andil bagi terbentuknya surga dunia. Materi adalah logistik yang menyokong sedikit saja letak kebahagiaan. Bukan hal mutlak. Manusia, orang lain, individu lain adalah mahluk yang dapat menghadirkan kebahagiaan penuh alias surga dunia. Bebas dari semua rasa negatif terhadap seseorang, berarti cinta telah mengambil alih perannya. Rasa cinta kepada seseorang sungguh membahagiakan, dan rasa dicintai oleh orang yang kita cintai memperpanjang kebahagiaan itu, dan berjalan bersama dengan orang yang kita cintai dan dia mencintai kita menyempurnakanya. Tidak ada hal yang patut menjadi penghalang ketika cinta menafikan segala bentuk perbedaan menjadi sesuatu yang melengkapkan. Terkadang keadaan seperti itu justru membuat telapak kaki kita menjadi serasaa tidak menyentuh tanah kenyataan yang akibatnya mata logika kita dibutakan oleh gambar gambar yang berlebihan sempurnanya.

Rasanya kurang pas menyebut keadaan utopis itu sebagai surga dunia. Akan lebih pantas disebut sebagai sebuah dunia tak bertuan dimana dua orang yang berbeda sama sekali segala sesuatunya - kecuali satu kenyataan persamaan bahwa keduanya adalah manusia -menemukan kebebasanya, rasa amannya untuk mengekspresikan diri sebagai manusia sepenuhnya, sebagai binatang yang paling sempurna. Senyawa dua manusia di dunia tak bertuan sering pula disalah artikan sebagai inti dari surga dunia. Padahal, proses alami menyatunya dua perbedaan dalam penghamburan rasa yang saling membahagiakan hanyalah bagian kecil dari inti rasa surga dunia, eh dunia tak bertuan.


Bambuapus 091017

Friday, October 09, 2009

Déjà vu

Langit baru saja menutup tirai di cakrawala, menyembunyikan bumi dari pancaran matahari. Gelap merambati hamparan pasir putih diantara onggokan onggokan canang, dan pasangan pasangan masyuk dalam buaian alam. Semburat jingga yang tinggal sisa sisa perlahan menguap, hilang bersama terang, giliran malam menjaga bumi dengan selimut hitam, meninggalkan gemuruh debur ombak yang tak lelah maka tak berhenti henti. Lampu lampu dari kejauhan menjadi pagar cahaya yang membatasi permukaan air tempat mahluk laut hidup, dengan daratan tempat ribuan manusia berjejal dalam peradaban dan kemartabatan. Senja turun dengan sempurna di pantai Kuta hari ini.

Langit diatas laut masih sama seperti langit enambelas tahun silam. Lautnya juga masih laut yang sama, dengan pantainya yang tidak berubah sejak enambelas tahun lalu. Kesendirian menenggelamkan diri dalam ingatan tentang sepotong sejarah yang tidak tercatat, yang hidup dalam darah dan mengisi ingatan sampai sekarang. Yang membedakan semua keadaan dalam hidup kita sebenarnya adalah pikiran kita sendiri. Pengalaman sepanjang riwayat perjalanan tentu akan membentuk pandangan pandangan baru tentang makna setiap peristiwa, menjadikan pribadi lebih matang dan juga menjadikan raga semakin berkurang fungsinya. Sang waktu hanya menjalankan tugasnya; memberi anugerah cuma cuma pada setiap detiknya. Sedangkan segala mahluk yang hidup hanyalah pejalan yang melintasinya dunia fana. Tanah yang purba menjadi semakin tua.

Kota ini, secuil tanah Australia ini, dalam timbunan tanah dan kotorannya menyimpan catatan yang tertulis diatas batu pengalaman. Pandangan mata yang baru terbuka menakjubi setiap apapun yang dilihat dalam dimensi warna yang sangat sederhana. Sedangkan segala urusan nasib sungguh dipasrahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan takdir Tuhan. Romantisme masa muda berjalan dalam porsi cerita setiap hati, yang lalu terpatri abadi dalam ingatan. Lengan yang kokoh menafikan segala bentuk penghalang, menjadikannya musuh yang rantas sekali tebas. Kelaparan akan pengetahuan memompakan semangat baja menjadi tekad sebulat bola untuk bertahan dan mengecap nikmat setiap rasa hidup yang terjadi. Bertahan hidup sendiri dan jauh terpencil sungguh adalah guru kehidupan yang sejatinya. Keadaan itu akan membentuk pengertian pengertian yang kaya dengan ajaran ajaran mulia, pengetahuan lebih banyak tentang isi dunia. Barang siapa berjalan sendirian, maka ia akan menempuh jarak yang lebih jauh.

Enambelas tahun telah merubah hampir segalanya dalam kehidupan. Semua yang bernyawa, segala yang berbentuk berubah bentuk, segala yang berwajah berubah wajah. Tetapi tidak akan berubah, apa yang tertanam dan tumbuh diam diam dalam ingatan dari peristiwa enambelas tahun silam. Ia sudah tertanam oleh alam, hidup dengan diam diam dan berkembang dalam alam pikiran. Dimensi ruang, dimensi waktu telah merampas semua pengetahuan tentang aura kota ini. Setiap perubahan membutuhkan pengetahuan baru untuk dapat beradaptasi, dan enambelas tahun adalah waktu yang cukup untuk mengubur banyak hal dengan kelupaan. Dan, Dhyanapura entah ada dimana.

Kuta hari ini menjadi lembaran peta baru yang mengurung setiap orang asing dengan deja vu yang menyesatkan, ketidak tahuan. Kuli kuli yang menggali parit panjang bakal menyembunyikan kabel telepon masih ada, dengan pacul dan peralatan pencari makan mereka, dengan pikiran dan cita cita serta kehidupan di kampung halaman mereka. Orang orang datang ke kota ini untuk prestise, gengsi, sekaligus bertamasya menyenangkan hati. Kesengajaan memanjakan kesenangan adalah budaya universal yang tertumpah di kota ini, maka segalanya bisa menjadi barang dagangan jika demikian adanya; demi menyenangkan hati para pelancong. Dan para kuli penggali tanah, tetap menempati kastanya dengan ikhlas, menyerahkan nasib kepada kebijaksanaan takdir.

Rumah atap sirap dengan gubuk kecil berdinding gedek ditengah sawah jauh dari tetangga, masihkah masa memeliharanya? Dan sepasang mata remaja dibawah rimbun pohon mangga, kemanakan waktu telah menyembunyikannya?


Seminyak – Kuta, 091008