Monday, April 27, 2015

Bingkai Cahaya


Kembali kepada bingkaian masa, sepi yang menghujam hujam rasa. Kita telah kehilangan kencan dan rencana, sedangkan demikian kukuhnya terbangun kisah dua hati tanpa sengaja. Tempat ini telah membuntalku dalam kenangan mati, mengombang ambingkan keinginan dan permainankan khayal. Trotoar dan jalan setapak membeku ditumbuhi semak keinginan yang menjelma jadi luka dalam diam diam.

Nanyian burung pagi ini melolong menyayat hati, seolah tembang pengiring sapamu yang perlahan lenyap ditelan sepi. Atas nama kepantasan semua harus terjadi dan tak perlu diceritakan kupasan perih akibatnya. Mulut mulut diam dalam hati lebam, sedangkan peristiwa merekam segala percakapan yang hilang tercecer disepanjang jalan. Catatan demi catatan membeku kehilangan pembaca maupun kikik tawa yang mengiring setiap kali kita bersama.

Ujung belati tersembunyi diantara lompatan lompatan ilusi. Selamanya bayangan tentang kenyamanan batin adalah sesuatu  menggoda harapan, menerbitkan cahaya dan menimbulkan senandung riang setiap mata terbuka. Di langit yang berwarna jingga, kita menimbun ketakutan akan tersesat didalam nyamannya, dalam keleluasaan pelangi tanpa warna. Ragu mengayun antara berhenti atau terus jelajahi keajaiban yang menantang.

Oh, engkau menjelma dari semburat warna, mengaburkan pandang dari monumen kesejatian yang terbangun dari bongkah bongkah waktu. Sedangkan kita berdiri memandang cermin yang membuaikan, satu halaman sama dari dua buku yang berbeda. Terbingungkan oleh dunia kembar yang datang ketika bimbang menikam jiwa yang kehilangan. Khayal menghambur dari keruh pikirah, menyemikan lagi angan pengantar tidur paling menakjubkan.

Maka sejatinya, waktulah penguasa kehidupan. Guru alam yang mengajarkan kecerdikan akan kesempatan maupun trik trik mengakali harapan. Hanya waktu jua yang menyimpan rahasia keajaiban, menjadikan khayal menjadi kenyataan mengejutkan. Sesungguhnya seluruh sendi hidup hanya patuh kepada kuasa waktu.

 

Rungkut 150427