Friday, August 18, 2006

Perubahan membawa perubahan

Perubahan akan segala sesuatu terjadi karena kehendak alam atau takdir yang tak bisa lagi dielakkan. Segala bentuk perubahan terjadi dan muncul dari pola perubahan lainya yang mungkin langsung atau tidak langsung memberi dampak karambol kepada dimensi lain, kehidupan lain pula. Menganggap hari yang berganti adalah perubahan adalah cara berfikir primitive yang menyesatkan. Bukankah manusia sendiri yang membuat perubahan dengan menitipkan nama nama hari yang berbeda beda, pengkotak kotakan dimensi waktu? Bukankah pagi hanya berupa rutinitas siklus alam yang ada sejak pertama alam diciptakan? Sungguh, tidak ada yang berubah, saudara.

Lalu manusia, mahluk sosial yang berkelompok dalam penjara peradaban dengan aturan kepantasan sebagai teralinya, batasan batasan yang tak dikenal dalam dunia bathin. Setiap perubahan akan membawa efek karambol bagi perubahan masadepan setiap individu. Orang bisa saja menemukan kesadaran yang menyebabkannya berubah dalam tingkah laku yang didasari dari cara berfikir. Sebuah tragedy, atau peristiwa tertentu yang dialami seseorang akan meninggalkan impact yang kemudian mempengaruhi rute jalan fikiran. Jalan fikiran yang terpengaruhi kemudian juga akan berimbas kepada implementasi sikap sesuai dengan perintah dari sang fikiran. Besar kecil perubahannyapun akan sangat tergantung dengan seberapa kuat pengalaman akan bisa mendedikasikan optimisme dan pesimisme kepada alam fikiran.

Perubahan tingkah laku (baca; kepribadian) yang positif timbul dari fikiran fikiran positif hasil dari penangkaran kumpulan pengalaman. Sebaliknya, perubahan negative menjadi lebih rendah tingkah laku seseorang banyak pula dipengaruhi oleh cara mencerna pengalaman secara negative. Apapun bentuk perubahan dari si seseorang, tentulah akan berdampak kepada lingkungan dan personal environment-nya, menimbulkan perubahan yang menggerbong kepada aspek aspek kehidupan yang lainya. Proses keseluruhan perubahan terjadi searah laju waktu di alam maya. Labilitas emosi manusia adalah kunci dari dinamika perubahan di sekitarnya, dan pada beberapa kasus membawa dampak bagi kemajuan maupun kemunduran kemajuan peradaban. Dampak dari labilitas emosi individu secara mutlak dialami oleh si individu itu sendiri, kemudian berefek kepada kehidupan pribadi disekitarnya.

Perubahan pada kisah hidup seseorang timbul karena adanya pengalaman yang memiliki efek kejut besar dimasa lalu, efek kejut yang besar timbul dari cara menerima si pengalaman masuk menjadi property psikologisnya. Dunia tidak berubah, hanya manusia saja yang tak berhenti bergerak dinamis. Gagasan gagasan yang mungkin hanya berbuah ketidak mungkinan dimasa lalu bisa deterjang menjadi mungkin pada dimensi waktu lainya, bertahun ataupun berabad sesudah gagasan itu lahir. Emosi adalah hal wajib manusia yang terus dan selalu berubah ubah, sesuai dengan alam fikiran yang diisi oleh catatan pengalaman. Sebuah ketidak mungkinan hari ini bisa menjadi sesuatu yang harus terjadi dikemudian hari.

Terlalu optimis bahwa sesuatu tidak mungkin terjadi adalah mempertaruhkan hati untuk disakiti oleh kekecewaan. Optimisme hanya perkiraan, demikian juga pesimisme. Mengingat bahwa segala hal dalam kehidupan selalu bergerak dan berubah, maka tak terkecuali juga hal hal yang mengandug sifat ‘tidak mungkin’. Segalanya bisa terjadi, dan ungkapan sederhana itu mengandung kebenaran mendekati seratus prosen. Mungkin kita kadang terlalu yakin bahwa orang lain akan melakukan anu atau orang lain tidak akan melakukan anu. Kita tidak pernah bisa mengenal seseorang secara tepat, saudara. Menganalisa kepribadian hanyalah mengira ira jalan fikiran orang itu kemudian menganggap diri mengetahui persis segala hal tentang seseorang, dan analisa memberi peluang sangat lebar untuk salah. Judulnya jadi sederhana, yaitu salah mengira ira atau kata lainya tidak menduga. Semua terjadi dengan sederhana juga, dengan optimisme berlebih menganggap bisa membaca fikiran orang selama berinteraksi.

Bagaimana kita bisa tahu apa yang diketahui dan tidak diketahui orang lain secara lebih? Terlebih lagi bagaimana mungkin kita bisa mengetahui apa yang orang sukai dan tidak sukai? Jawaban dari segala pertanyaan sejenis hanyalah dugaan, perkiraan berdasarkan perhitungan pengalaman. Kita tidak pernah tahu apa yang dikandungkan emosi seseorang terhadap kita. Bahasa tubuh hanya menyampaikan isyaratnya, hasil provokasi yang intens dari otak pengendali urat syaraf. Bisa saja, seseorang yang pada satu saat sangat membenci akan berubah menyayangi. Demikian pula, bisa saja orang yang kita anggap tidak memiliki ketergantungan emosi dengan kita pada suatu saat nanti menyatakan cintanya.

Bagiku, masa depan adalah ribuan pintu kemungkinan sebagai jubah dan seragam bagi optimisme yang hampir padam…

Tertitip salam untuk Novan somewhere

Gempol, 060818