Monday, August 07, 2006

Kemanusiaan yang manusiawi

(hari ke 27 serangan Israel ke Libanon)

Manusia adalah binatang yang paling sempurna. Sempurna karena sifat dari semua jenis binatang yang ada dimuka bumi dimilikinya, masih ditambah lagi bonus berupa akal dan tentu nafsu. Akal dan nafsu inilah yang sering kali dijadikan tunggangan demi kelangsungan sifat kebinatangan, sebagai alat legalitas hukum yang sebenarnya dan sangat purba; hukum rimba. Dalam dunia binatang kita mengenal kekerasan ketika teritori terancam dan sebagai upaya untuk bertahan hidup seperti memang digariskan oleh kehidupan dalam mata rantai panjang mahluk hidup. sekali lagi, manusia menempati podium tertinggi dari mata rantai itu dengan kemajuan akal dan fikiran yang menghasilkan nafsu, lengkap dengan lemah dan kokohnya pengendalianya.

Dibelahan bumi bagian timur tengah sana sebuah kebanggaan lain lagi sedang dibangun dengan menyusun kepingan kepingan tubuh manusia mulai dari bayi, anak anak, remaja, dewasa, orang tua, dan manula, pria wanita maupun waria. Pun semua atas prakarsa manusia lainya juga. Mesin mesin pembantaian diciptakan untuk mempertontonkan kebodohan dan kerendahan akal yang disangkakan sebagai sebuah keunggulan. Sikap perwira semakin tipis dan membias ketika anyir bau mayat menjadi aroma rutin disela sela keporak porandaan tatanan peradaban maupun bangunan kemapanan.

Membedakan antara manusia dan binatang bukanlah dari sekedar penampilan fisik semata. Dari anatomi tubuh tentulah semua memiliki pola dan fungsi yang sama hanya kemudian implementasinya dibedakan oleh kemampuan otak untuk menganalisa dan mengolah fikiran menjadi sebuak tindakan, lepas dari penilaian biadab, beradab maupun laknat. Sebagai binatang yang paling sempurna, sebagian (kecil) manusia diberi keberuntungan dengan memegang kendali atas manusia lain dan bebas menentukan nasib baik buruk yang kemudian diserahkan dengan acak menjadi paradigma takdir. Sungguh malang mereka, manusia yang tersesat jauh dari batu pengingat jati diri kemanusiaan yang bernama nurani. Lebih malang lagi bagi mereka yang dengan sadar mengingkari suara nuraninya sendiri dan menuruti nafsu manusiawinya dengan menggunakan patron binatang. Maka manusia yang malang itu kemudian pantas untuk mendapat predikat baru sebagai binatang yang mengatasnamakan manusia. Semakin terlihat jelas marka batas antara manusia dan binatang justru dari caranya memperlakukan semua mahluk pelaku kehidupan, benda hidup maupun benda mati yang semua memiliki andil dan fungsinya sendiri sendiri.

Ketidak puasan manusia menjadi ciri khas yang kemudian dimahfumkan dengan sifat ‘manusiawi’, sedangkan efek negative yang timbul dari penggelontoran nafsu oligarki selalu saja mencari dalil dalil “kemanusiaan” sebagai wujud dasar dari kata; kasihan. Sedangkan binatang yang sebenar benarnya binatang, hanya mencari apa yang dibutuhkan, mennggunakan insting untuk bertahan hidup dan mengambil peran dalam siklus kehidupan secara wajar, dengan kewajiban yang dibenihkan oleh insting mereka untuk menjaga keturunan demi keberlangsungan siklus kehidupan. Jadi, sangat sederhana memahami pola hidup binatang, mereka hanya mengambil peran sesuai porsi dan menjalani kehidupan sesederhana mengirup dan menghembuskan nafas yang diatur oleh organ pernafasan masing masing, berbagi oksigen yang sama untuk sama sama mengukir kisah yang bisa jadi saling berbeda antara satu dan lainya.

Belajar dari sifat dasar binatang dan mau mengakui kebinatangan sendiri tentu akan menerbitkan sikap cinta kasih dan kemanusiaan yang manusiawi, terhadap manusia maupun mahluk lain penghuni bumi. Semua benda dan semua mahluk memiliki haknya sendiri sendiri, kewajibanya sendiri sendiri, dalam kapasitasnysa sendiri sendiri yang kesemuanya adalah pot puzzle dari sebuah kehidupan makro kosmik jagad raya. Sedikit saja memangkas hak eksis mahluk lain sama halnya dengan mengolok kepiawaian mengolah akal budi, mempertontonkan kebodohan diri sendiri. Perang juga semata adalah mengolok kerendahan atas akhlak binatang yang terperangkap dalam jiwa jiwa manusia yang mengalami krisis pengertian tentang makna kemanusiaan yang manusiawi. Dengan maksud dan dalih apapun, perang hanya pabrikasi dari satu rantai panjang kepiluan bernama korban.

Mari hentikan perang tanpa perang, tebarkan cinta kasih kepada sesama demi siklus kehidupan jagad raya…kita hanyalah debu di langit tak bertuan mayapada.

Salam cinta dari bunga langit!

Gempol, 060807