Sunday, November 27, 2005

Kontemplasi Perjalanan


Engkau hendak kemana?
Pergi, jauh menuju rumah teduhan hati. Menembus awan dan gerimis, melintasi lautan membunuh jarak yang membentang.
Atas kuasa apa?
Hati murni. Tuhan tak membuat aturan. Tapi manusia yang pintar menciptakan permainan nurani. Setiap hati punya parameter kelakuan dengan ukuran kekuatanya sendiri. Aturan peradaban diciptakan bagi nurani yang tak punya itu hati. Hanya hukum alamlah yang terbantahkan, aturan manusia selamanya adalah permainan diluar ruang hati.
Akan sampai kapan perjalananmu?
Sampai kucium tanah tujuan dimana bingkai jarak tak lagi berjejak. Sampai kutertidur diteduh rumah titipan hatiku.
Engkau ada dimana wahai hati?
In the middle of nowhere. Diatas air, ditengah udara dibawah langit dan awan gemawan tanpa matahari. Aku tengah menjelajah belantara kekosongan dimensia ruang, keluar dari kotak kubus kehiudupan logika. Tak ada masalalu, dan masa depan kecuali angan angan sepanjang jalan.
Letihkah engkau?
Hanya indah. Dan nikotin yang tak lagi mengalir di darah sejak kemarin pagi.
Lalu apa yang engkau lakukan itu?
Kontemplasi. Menjadi gila yang paling sempurna diplanet bumi.

Diatas KM Kambuna I – ditengah perairan selat sunda 26 November 2005,

Friday, November 25, 2005

Matinya Doktor Azahari


Salut dan angkat jempol untuk kerja Polisi dengan detasemen 88 antiterornya yang akhirnya berhasil menemukan persembunyian orang nomor satu yang dicari cari karena disangka sebagai begawan perakit bom handal yang dipakai buat membunuh secara acak dan massal sejak tahun 2000an. Doktor Azahari Husin, mati dengan tiga lubang ditubuhnya ditembusi peluru, hancur oleh bom yang dirakit dan dipasang ditubuhnya sendiri pada satu penggerebekan mirip adegan film Hollywood pada 9 November lalu di sebuah rumah sewaan di Songgoriti yang sejuk di Batu Malang. Profesionalisme institusi polisi Indonesia patut dihargai, minimal dengan angkat kedua ibu jari buat mereka. Good job!

Doktor Azahari lelaki kelahiran Jasin, Malaka Malaysia yang berumur 45 tahun itu pun jadi mayat tanpa sempat membela diri. Dia seorang lelaki cerdas dan berpendidikan tinggi yang meraih gelar doktor bidang statistika dengan predikat cum laude di Reading University London. Menurut infomasi intelijen Azahari mulai bergabung dengan islam radikal yang menginduk ke Al Qaeda setelah mengikuti latihan bersama ribuan mujahiddin lainya di Afganistan. Pendidikan itu rupanya merubah pula pandangan hidupnya tentang perjuangan melawan kebathilan dimuka bumi. Sayang sekali, pemahaman itu terlalu ekstrim dan egois, sekaligus impulsive. Menganggap diri adalah martir utusan Tuhan yang punya lisensi untuk membunuh dan akan dapat pass card gratis ke surga apabila terbunuh. Pemahaman itulah yang lantas membubuhkan gelar baru baginya sebagai “The demolition man” alias sang pengancur, gembong teroris.

Sebagai mahluk sosial Azahari dikaruniai kehiudupan dunia yang baik, dengan istrinya Wan Noraini Jusoh dan kedua anaknya Aisyah 7 tahun dan Zaid Abil 5 tahun, pekerjaan yang baik sebagai dosen di Universitas Teknologi Malaysia Sayang itupun kurang disyukurinya. Sebagian analisa menyimpulkan Azahari menjadi keblinger dengan konsep jihad dan menobatkan diri sebagai syuhada adalah sebagai pelarian atas kekecewaanya terhadap kehidupan, dimana istrinya menderita kanker tenggorokan sejak setelah kelahiran anak keduanya pada 2001. Bisa jadi memang ada kontribusi yang membentuk kelakuanya, tetapi mungkin lebih sederhana kalau simpatinya terhadap perjuangan Islam diartikulasikan sebagai perang salib era baru, yang jelas sudah bukan pada zamanya untuk diterapkan. Makna ketuhanan disikapinya sebagai pemahaman horizontal, mematikan hukum dasar ‘habluminallah wal habluminanaas” (berbakti kepada Tuhan dan menjaga hati kepada sesama).

Azahari melupakan kodratnya sebagai manusia, sebagai lelaki yang sudah mengambil keputusan untuk bertanggung jawab kepada dua orang manusia yang atas prakarsa dan kesengajaanya menjadi penghuni dunia, tanggung jawab sebagai ayah dan suami, kepala rumah tangga serta panutan bagi keluarganya. Keputusanya untuk menjadi pembunuh dan meninggalkan tanggung jawab sebagai kepala keluarga adalah sikap pengecut paling kentara. Islam mengajarkan untuk mencintai kehidupan, dan kehidupan yang paling nyata adalah kehidupan keluarga sendiri, kehidupan anak anak kita. Bagaiman membesarkan dan mendidik mereka, memberikan irah irah bagaimana hidup dalam harmoni didunia dengan menggandeng ajaran suci Tuhan didalam jiwa.

Ternyata, kecerdasan dan pendidikan tinggi bukanlah jaminan untuk menjadikan seseorang menjadi manusia berakhlak mulia. Doktor Azahari, meskipun mungkin menjadi legenda bagi sebagian orang berotak tengik, tetaplah seorang pembunuh keji tanpa hati manusia. Otaknya terpelintir oleh teori akidah dengan landasan kesombongan egonya sendiri, dan terjerumus kedalam pengertian yang sangat dangkal, sangat bodoh tentang sebuah ajaran agama.

Tetapi Azahari tetap manusia biasa ucapan ‘Innalillahi wainailaihi roji’un’ atas kematianya, juga doa selamat bagi keluarga yang ditinggalkanya. Sangat disesalkan dia mengingkari tanggung jawabnya sebagai seorang manusia, sebagai kepala rumah tangga, gantungan hidup tiga nyawa anggota keluarganya. Dimana letak tanggung jawab kepada Tuhan apabila tanggung jawabnya kepada sesamapun tak dihiraukanya?

Kadang kadang kecerdasan dan pendidikan tinggi membuat orang menjadi terlalu bodoh!


Kost Simatupang, 24 November 2005

Thursday, November 24, 2005

Tempat Kencing


(Endapan dari percakapan didalam limousine sepanjang Nagoya – Bandara)

Sejak Kapolri Jendral Sutanto mengeluarkan kebijakan tegas, melarang perjudian ditanah air sekitar lima bulan lalu, tempat kencing itu jadi susut pengencing, menjadi sepi. Glamour Batam sebagai tempat kencing yang mewah dan menyediakan segala equipment perkencingan menjadi sepi, menjadi merana. Para penjudi dari Singapura tak lagi datang dan menghamburkan dollarnya di sini, juga penjudi domestik tak lagi datang untuk mengadu untung dan bersenang senang lagi. Kasino gulung tikar, maka dampak ekonominya mengimbas kebanyak sisi, dari tukang jual liquor, tukang jual rokok, tukang ojek, tukang taksi, pelayan hotel, sampai ke perempuan yang mengkomoditikan tubuhnya menjadi equipment pelengkap para pengencing.

Pada tahun 1971, dengan keputusan Presiden No. 74 / 1971, Pemerintah pusat mengumumkan secara resmi bahwa pulau Batam sebagai suatu zona industri. Konsep dari pulau kecil bernama Batam yang dikembangkan oleh BJ Habibie sejak 1983 dengan sistem Otorita pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) atau lebih dikenal dengan Otorita Batam-nya adalah sebuah kawasan industri dan zona perdagangan bebas, yang dalam bahasa sederhananya menciptakan sebuah metropolitan yang terlokalisir. Gagasan itu mengandung harapan bahwa Batam akan menjadi pintu gerbang ekonomi global ke Indonesia. Walhasil, Batam menjadi spill out industri dan barang bekas dari Singapura yang kekurangan daratan itu.
“Tapi Batam ini kota yang belum siap mas, infrastrukturnya masih awut awutan. Lihat saja bangunan yang ada hanya ruko dan ruko semata” kata Hasyim yang mengantarku. Konsep itu berjalan mulus sampai nama Batam menjadi mencuat, karena perdaganganya, industrinya, pelabuhanya, dan black marketnya. Tetapi sudah jadi adat negeri bahwa ganti pimpinan sama dengan pintu gerbang menganga untuk mengganti kebijakan.

Tempat kencing itu begitu semrawutnya dalam konsep yang hampir ngoyoworo . Dalam pemandanganku, Batam adalah a piece of Singapore – meskipun aku sendiri belum pernah melihat Singapura itu seperti apa. Pulau batam hanya dipisahkan perairan seluas 20km arah tenggara dengan daratan Singapura. Mobil mobil mewah berseliweran sepanjang jalan dan sepanjang hari, mobil secondhand yang diimpor dari Singapura tanpa beban pajak bea masuk. Mobil mobil itu kabarnya diperjual belikan dengan harga pantas di Batam, dan ditandai dengan letter X anu dibelakang plat nomornya untuk membedakan bahwa mobil itu bebas bea dan dilarang keluar dari pulau Batam. Dipelataran kantor pelayanan bea dan cukai dekat pelabuhan barang Batu Ampar, ratusan mobil sedan mewah berjajar parkir sampai karatan karena penyelundupan, impor gelap. Lumayanlah, paling tidak Batam memiliki stok cukup untuk besi tua.

Pulau seluas 415 Km2 (41.500 Ha) .itu juga menjadi surga bagi barang barang secondhand dari Singapura. Dari hand phone yang dipajang di mal mal, televisi dan elektronik sepanjang jalan di Nagoya, furniture sampai pakaian yang berderet di Tanjung Singkuang, dari kulkas, mesin cuci sampai kasur dan sepatu semua tersedia, semuanya seken dan masih menyisakan kebanggaan bagi pemiliknya karena buatan luar negeri.

Sebagai tempat kencing, Batam juga menyisakan bau busuk dari kapitalisme. Kawasan Batam Center, Nagoya, dan Muka Kuning menjadi urat nadi penting bagi kehidupannya. Bau busuk itu berupa “peluang” untuk menempatkan kepentingan pribadi pada porsi yang strategis. Jangan berharap akan menemukan taksi dengan argo, karena dealnya adalah tawar menawar dari luar pintu seperti kalau kita ingin naik bajaj di Jakarta. Bahkan, sebagian taksi memberlakukan sistem yang sama dengan angkutan kota dimana penumpang tidak terbatas hanya kita. Armada taksi yang resmipun wujudnya lebih banyak yang reot dan buruk. Tetapi dibalik itu kita bisa mendapatkan sistem transportasi alternatif seperti ojek yang bisa kita jumpai hampir disetiap persimpangan jalan, atau taksi gelap mobil mewah berplat nomor hitam. Semua menciptakan peluang untuk melakukan hal sesuai ketrampilan dan pengalaman, ketrampilan untuk memperdaya orang baru, pengalaman untuk memanfaatkan ketidak tahuan orang lain demi keuntungan materi pribadi. Hal umum dimuka bumi!

Tanah tanah kekuningan yang kosong menganga sepanjang Punggur sampai ke Kabil dan daerah daerah lainya menimbulkan tanda tanya besar dikepala tentang sistem tatakota pulau ini. Dari penduduk yang berjumlah 527.151 (data tahun 2001) jiwa tersebar di delapan kecamatan, 35 kelurahan dan 16 desa. Hanya penyebarannya tidak merata sehingga mengakibatkan kepadatan penduduk per Km2 di daerah ini bervariasi. Orang lebih suka berjejal jejal tinggal di flat atau semacam rumah susun ditengah kota dan membiarkan berpuluh hektar tanah hanya menjadi penangkis curah hujan dan panas matahari. Roda ekonomi berbagai aspek yang digenjot otorita batam memang menjadi gula bagi semut semut yang datang mencari makan, mencari kenyang dari pulau pulau lain di nusantara. Semua datang dengan tujuan hampir sama dikepala; mencari uang, menciptakan kehidupan. Dalam praktiknya, interaksi menciptakan banyak sekali ekses sosial yang terkadang rumit. Ternyata tidak semua datang dengan tujuan sama. Orang Singapura datang untuk numpang kencing, hepi hepi, dan bagi beberapa perempuan yang jeli melihat peluang bisnis memanfaatkan moment itu sebagai peluang untuk menyalahgunakan kodrat keperempuananya; menyediakan diri sebagai tempat kencing orang Singapura.


Hang Nadim Airport – 23 November 2005

Wednesday, November 23, 2005

Catatan dari Bukit Senyum


Apa yang dikatakan hati ketika diri tiba tiba terasa –untuk sekian kali- terlempar dan terdampar jauh di negeri asing? Entahlah, kesombongan yang bertahun tahun menjadi senjata lesap ditelan keterasingan, menjadi bukan apa apa. Apakah sebenarnya kesombongan yang sedang bicara atas diri jika kekosonganlah sebenarnya yang mengisi angkasa jiwa?

Tempat baru dengan kemisterianya selalu saja menyajikan selain pertanyaan juga ketidak mengertian baru tentang sesuatu, mungkin memperkaya pemahaman atau malah membangkrutkan pendalaman tentang maknanya hidup. Dari tepi jalan yang meliuk di Bukit Senyum ketika pandangan tertebar sejauh kemampuan, diri menjadi setitik air yang tersesat diselat Malaka. Dari ketinggian dan kejauhan diri menemukan betapa dalamnya menduka, sedalam mencinta.
Lalu datang Tuhan menemani hati, ketika pertanyaan demi pertanyaan hanya menumpuk menjadi rombeng di gudang kepala. Hukum Tuhan, hukum alam dan hukum peradaban berpilin pilin menjadi adonan kue kehidupan. Kelahiran dan kematian tak lagi menjadi penting selain pelengkap data statistik ilustrasi kependudukan. Dia bekerja dengan sangat rahasianya, menciptakan setan setan dan pembela pembelaanya, menciptakan malaikat dan malaikat dengan berbagai penjelmaanya. Dia bekali manusia dengan akal, nurani dan hati dan pada saat yang sama menciptakan segala peraturan yang ambigius…lihat, tapi jangan sentuh, sentuh, tapi jangan rasa, rasa tapi jangan dihayati, hayati tapi jangan hanyut, hanyutlah dengan kata hati, tapi tetaplah pergunakan otak sebagai senjata penegas dan perisai pelindung…kunyah…tapi jangan ditelan… Tuhan memang bekerja dengan misterius, sementara Dia ciptakan hati untuk merasa, otak untuk mencipta logika, dan pada saat yang sama Dia juga menciptakan aturan aturan yang tak terbantahkan; keadaan, dimensi waktu dan ruang.

Catatan empiris dari Bukit Senyum mencari kompromi dari pemandangan demi pemandangan yang sempat menyinggahi mata, sempat menyinggahi hati. Kota ini, begitu miskin dalam kekayaanya, begitu semrawut dalam keteraturanya. Kota ini, secuil negeri asing dalam kehidupanku sendiri, surga bagi siapa saja yang jadi penguasa. Mungkin semuanyapun akan kembali menjadi semu ketika nanti, kesombongan telah diakui sebagai anak rohani dari setan setan yang menggerakkan roda dunia meninggalkan peradaban purba, peradaban paling manusiawi milik manusia.

Dan aku tersesat entah dimana, menunggu jawaban dikirim Tuhan dari langitNya….Sementara, kubiarkan keindahan yang memabukkan perih menjajah jiwa…


Batam 22 November 2005

Monday, November 21, 2005

To reflect and Act


The difference between the poor countries and the rich ones is not the age of the country. This can be shown by countries like India and Egypt, that are more than 2000 years old and poor. On the other hand, Canada, Australia & New Zealand, that 150 years ago were inexpressive, today are developed countries and are rich.

The difference between poor & rich countries does not reside in the available natural resources. Japan has a limited territory, 80% mountainous, inadequate for agriculture & cattle raising, but it is the second world economy. The country is like an immense floating factory, importing raw materials from the whole world and exporting manufactured products. Another example is Switzerland, which does not plant cocoa but has the best chocolate in the world. In its little territory they raise animals andplant the soil during 4 months per year. Not enough, they produce dairy products of the best quality. It is a small country that transmits an image of security, order & labor, which made it the world's strong safe.

Executives from rich countries who communicate with their counterparts in poor countries show that there is no significant intellectual difference. Race or skin color are also not important: immigrants labeled lazy in their countries of origin are the productive power in rich European countries.

What is the difference then?
The difference is the attitude of the people, framed along the years by the education & the culture.On analyzing the behavior of the people in rich & developed countries, we find that the great majority follow the following principles in their lives:
1.Ethics, as a basic principle
2.Integrity
3.Responsibility
4.Respect to the laws & rules
5.Respect to the rights of other citizens
6.Work loving
7.Strive for saving & investment
8.Will of super action
9.Punctuality

In poor countries, only a minority follow these basic principles in their daily life.
We are not poor because we lack natural resources or because nature was cruel to us.We are poor because we lack attitude. We lack the will to comply with and teach these functional principles of rich & developed societies.
If you do not forward this message nothing will happen to you. Your pet will not die, you will not be fired, you will not have bad luck for seven years and also you will not get sick. If you love your country, let this message circulate, for a major quantity of people could reflect about this.

CHANGE , ACT !

Thursday, November 17, 2005

Waton Suloyo (as long as disagree)


“Orang Indonesia memang berbakat menjadi kritikus” celetuk pak Keith Loveard, seorang wartawan senior koresponden majalah asing yang sudah di Indonesia sejak 1962, pada suatu siang diruangan kerjaku yang tenang. “It is so easy to say ‘everything is not good enough’”. Aku merenung dalam. Aku orang Indonesia dengan nenek moyang orang Indonesia. Tetapi pemikiranku yang tumpul justru disentakkan oleh pandangan analitikal dari seorang yang neneknya moyangnya entah dibelahan bumi mana.

Gotong royong, sekarang tak lagi kudengar gaungnya. Diganti dengan budaya baru. Semua hal sudah ada petugasnya, sudah ada pegawainya. Bahkan petugas pembersih jalanan, petugas pembersih selokan, bahkan semua ruang publik telah memiliki petugasnya sendiri sendiri. Petugas petugas ini diorganisir oleh instansi instansi bisa swasta bisa negeri, atau sub kontraktor subkontraktor. Orang jadi kehilangan sense of belonging, roso handarbeni, hangrungkebi, hangroso wani. Cuek, toh sudah ada petugas yang mengurusnya.

Orang jadi mudah mengkritik ‘ini tidak benar, itu salah, si anu tidak becus', dan bermacam kritik negatif yang senada. Bahkan sampai kepada elemen sosial terbawah yaitu tingkat RT sekalipun, orang akan memandang pak RT sebagai petugas yang bertanggung jawab atas semua hal dilingkungannya, dan dengan mudah melontarkan kritik distruktif. Melihat sampah menggunung atau jalan bopeng bopeng dilingkungan, orang akan lebih mudah meng-komplain bahwa pengelola kebersihan atau pengelola jalan bahkan pelaku pemerintahan tidak becus, tidak professional ketimbang berupaya melakukan sesuatu hal untuk membereskanya, misalnya inisiatif gotong royong.

Dalam istilah intelijen, type orang orang seperti itu apalagi yang punya akses ke media massa dan rajin melontarkan kritik seperti itu diistilahkan sebagai WTS, bukan wanita tuna susila melainkan si Waton Suloyo; dimana setiap kebijakan maupun keputusan disikapi dengan kritik negatif dan sinis pesimistik. Kesukaanya hanya komplain dan komplain, kemudian atas fasilitas media komplain itu menjadi konsumsi public yang akhirnya membentuk opini. Kesukaan itu jadi membudaya dan mengakar sampai ketingkat rakyat jelata. Mungkinkah ini karena efek laten dari kebebasan pers? Wah, kok aku jadi ikutan latah jadi WTS? Karena salah satu sifat WTS ini adalah dengan enteng menunjuk orang lain atau lembaga lain sebagai kambing hitam.

Setelah tujuh tahun reformasi, apakah negeri kita ini akan terus melangkah ‘mundur’?. Kalau kita menengok sedikit ke China yang mengambil start pada era yang hampir sama yaitu 1998 ketika Uni Soviet membubarkan diri sebagai negara Union, China merasa tertantang untuk membangun diri dengan perombakan total (yang di Indonesia dinamakan reformasi), mulai dari kebijakan pemerintahan, ekonomi, penegakan hukum, politik, yang pada giliranya ikut merubah juga tatanan sosial dan budaya. Reformasi di China memberlakukan sistim yang ketat dan samarata, dan kepercayaan terhadap lembaga penyelenggara negara. Hasilnya, China dalam tempo tujuh tahun telah berhasil mencatat prestasi gilang gemilang hampir disegala bidang. Pada saat yang sama kita masih berkutat dengan ketidak percayaan dan kebanggaan menjadi WTS. Reformasi diartikulasikan sebagai sebuah gerakan ganti suasana, dengan ribuan konsep yang selalu di aborsi sebalum sempat teruji. Zaman serba instant, demikian juga orang ingin menganggap reformasi adalah salah satu produk jadi dengan hasil instant.

Memang tidak semua tokoh, tidak semua orang lantas menjadi WTS. Akan tetapi kecenderungan untuk asal mencela itu mau tidak mau membentuk prinsip pemikiran subyektif bagi banyak orang terutama yang tidak merasa puas dengan keadaan, apalagi yang kecewa. Yang akan terjadi adalah reformasi demi reformasi, konsep demi konsep dengan Indonesia sebagai kelinci percobaanya. Stop waton suloyo (asal mencela), cancut taliwondo, kencangkan ikat pinggang. Konsep dari masyarakat madani bukan semata kebebasan meng-komplain dan mengkritik, tetapi tanggung jawab nurani dari semua penghuni negeri untuk mencapai kemajuan disegala bidang. Aturan dan undang undang dibuat sebagai cermin penegas disiplin nurani, bahwa kita menuju kehilangan budaya malu.
Bukankah itu akan lebih memalukan jika terjadi?


Kost simatupang, 16 November 2005.

Wednesday, November 16, 2005

Surat Untuk Bunda


Bunda,
Apa kabarmu nun jauh disana? Aku rindu senyumanmu yang meredupkan bara, aku rindu pada tatapanmu yang mendamaikan seisi dunia, aku rindu pada belaianmu yang melenyapkan lara, dan suaramu yang syahdu merayu kalbu. Aku rindu keseluruhan keberadaanmu, bunda.

Bunda sayang,
Telah kutempuh jarak dan kejadian sepanjang pengalaman, melewati hutan, gunung dan samudera bahkan menjelajah angkasa sendirian. Telah kupijakkan kaki di bumi bumi impian kuhirup udara dari negeri negeri yang jauh, melangkahkan kakiku ditanah tanah basah maupun keras berdebu yang dulu hanya kita kenal dalam dongeng buku perpustakaan. Berbekal pelampung cintamu, kuarungi samudera hidup, mengikuti kemanapun arus menuntun dan mengayun.

Bunda,
Aku tak pernah letih, aku tak pernah sedih, menjadikan matahari dan embun sebagai teman hati, menjalani hidup dengan ringan tanpa beban penyesalan masalalu. Ribuan hati telah kusinggahi, bunda, dan ribuan jiwa kukenali. Terkadang aku bertemu manusia, iblis juga, tetapi Tuhanlah yang selalu setia menemani. Hari hariku berisi tawa dan senyuman, sebab cinta dalam jiwaku meluber kemana mana.

Bunda,
Anakmu kini menjadi naga yang menumpas badai dan angin lesus didalam kepala. Telah pula aku selesaikan episode demi episode getir dan tetap mengangkat kepala tegak tanpa sandaran. Berdiri lebih tinggi setelah menempuh lebih jauh. Kularung selruh dukaku kekuburan bernisan masalalu. Aku menjadi matahri yang lahir bayi setiap pagi, bangga menjadi anakmu.

Bunda,
Lewat angin yang berhembus melewati bukit dan gegunungan sepanjang jalan, kutitip sembah sujud baktiku padamu, kutitipkan segudang rindu yang menjadi belati tajam disetiap perkelahianku, menumpas getir zaman yang kukalahkan.

Oh Bunda,
Anakmu kini jadi laki laki…


Kost Simatupang, 15 November 2005

Sunday, November 13, 2005

Back Azimuth



(Catatan perjalanan menyusuri jejak keberangkatan)

0246hrs/65km
Dilangit penuh bintang, aku sendirian sepanjang jalan. Tak ada masalalu juga masadepan. Betapa sempurnanya hidup dalam angan angan. Menembus embun membelah gelap aku melaju, menuju tempatku memeluk angkasa; rumah jiwaku yang menenteramkan. Dingin menyapa tulang dan duka meraba hati. Kutinggalkan kenangan hampa tenggelam dalam pekat malam.

0520hrs/212km
Fajar tiba di Cepiring. Kajaiban pagi kunikmati dihamparan jagung muda sawah tepi jembatan kecil. Matahari malu malu dikepungan gunung slamet, merbabu, merapi dan sindoro, dikawal oleh kabut yang menyelimuti bukit bukit sepanjang pemandangan. There is no appropriate word to express how beautiful it is, or because you live inside of me and make it so perfectly adorable, dragon’s soul mate?

0635hrs/271km
Soto ayam dan teh manis Pekalongan sedikit mengendurkan syaraf yang mulai menegang kencang. Hari baru telah mulai, kehidupan terang benderang telah berjalan. Kerumunan orang menempatkan diriku dipojokan warung, ditepi jalan tempat lalulalang riuh menarik Jakarta ke hadapan.

0949hrs/374
Bengkel motor resmi Brebes kuketuk. Steering sepeda motorku mendekati gerakan pantat Inul pada kecepatan 90km/h. Tolong di diperbaiki, nanti pasti saya bayar. Tidak ada yang salah, coba stel velg racingnya nanti kalau di Jakarta. Asal jalan pelan pelan, dan jangan rem mendadak. Pfuuiiih…apa guna bengkel kalau hanya bisa mengkotbah? Apa guna ketrampilan mekanik kalau tidak bisa menemukan solusi permasalahan berdasarkan dari apa yang dipelajari dan digeluti? Dimana orang orang ini menempatkan profesionalisme ketika pelayanan dibutuhkan? Pelayanan yang tidak gratis pula! Apa makna “AUTHORIZED BLABLABLA BLABLABLA SERVICE STATION” dan adakah kriteria yang menentukan sertifikasi dari label nama keren itu?? Jawabanya membias dalam kekesalan yang kupendam jadi peneman sepanjang jalan, dibawah terik matahari yang membakar seluruh isi bumi!

1244hrs/434km
Otak jadi touchy tiba tiba. Something sad, knocking on my head. Lihat satu keluarga kembali dari mudik dengan motor. Membayangkan betapa letihnya para penumpang motor bebek itu, wanita sebagai si ibu dan bocah kuyu sebagai anak, dan pengemdinya lelaki sebagai bapak, dan barang bawaan dijok belakang yang disambung bambu penyangga, boneka Dora the explorer menempel diantara luggage. Diseberang kantor polsek Susukan Cirebon, dibawah miskin rindang pohon lamtoro aku terlentang dikurung langit gilang gemilang. Bersama letih, bersama kenang kenangan yang datang dan pergi, bersama bangkai kucing yang tertabrak dan mengeras ditepi jalan. Bersama the dragon’s soul mate yang menemani percakapan sepanjang jalan, memenuhi ruangan hati.

1447hrs/491km
Sore akan segera tiba, panas masih juga meraja. Di Indramayu kunikmati kelapa muda yang tak manis tanpa es, dan rokok berbatang batang melewati kerongkongan. Kesedihan merajai hati. Anak dekil sepuluhan tahunan mengikut bapaknya berjualan siomay pikul, sepanjang jalan dibawah terik matahari tepi pantai yang mencipta hawa bagai oven terbuka. Anak anak, selalu menjadi gedibal (korban yang diperbudak) tak perlu dari kerasnya hukum material; kemiskinan. Betapa malang! Selembar uang yang kuberikan kepada anak itu tak juga menepis penderitaan bathinku karena simpati. Selamanya charity tak bisa menjawab satu persoalan secara komprehensif memang. Dengan permaisuri sang naga kubagi sedihku, kubiarkan hatiku luluh lantak ditikam pemandangan dan perasaanku…langakahku melambat menuju angkasa yang kutuju…


1752/648km
Curtain of the sky descended few minutes ago. The busy town of Karawang has welcomed me along with the bumpy road all the way down to the town where I wish I never pass it for my entire life. I lost in this stupid, messy, ignorant town. Drowned by anger and millions of bad memories I lost my destination path to go thru. I am looking for a fight with an army looking man who drives his motorcycle like an intoxicated insane human being. I hate this town and everyone lived in it!!

1928hrs/670km
Kulonuwun…. my heavens home sweet home! Finally! And my middle aged “fat mermaid” hostess addresses me with four pieces of cake and a glass of almost clear colored hot tea. I am home, my dragon’s soul mate, to the place we built with thoughts, dreams and hopes, colored with passion and longing touch, up high beyond the ground of reality where I sense like I deserve for happiness of my deepest heart. I can feel your kiss thru the breeze eased my entire weary mind, and take me to the deep sleep. Barely naked!!


Baturetno – Jakarta November 08, 2005

Thursday, November 10, 2005

Renungan Lebaran 2005



Malam lebaran, kutembus desa desa dalam perjalananku. Tak ada kemeriahan kutemukan. Aku kehilangan masa kecilku yang riang penuh kegembiraan. Orang orang, berpasang pasangan berkumpul diwarung warung atau tempat tempat berlampu listrik terang. Takbir tak riuh berkumandang, hanya suara samar dari loudspeaker masjid, mungkin suara tape. Kampung jadi sepi, euphoria menyambut datangnya hari lebaran yang selama berpuluh tahun bersarang didalam kepalaku lenyap entah kemana. Semua berjalan biasa saja, seperti besok adalah hari biasa saja. Kampungku sepi, suara anak anak dengan oncor yang berbaris atau bergerombol mengumandangkan takbir keliling kampung (seperti waktu aku kecil dengan semangat baja melakukannya) tak ada lagi. Jalan jalan tanah yang dulu jadi rute tempuhanku sudah beraspal, listrik dari lampu merkuri 300watt terang benderang menerangi prapatan, episentrum kehidupan kampungku. Dibawahnya anak anak muda bergerombol, menyambut lebaran dengan alcohol dan ganja!!!

Kulewati kota dimalam takbiran dalam perjalananku. Mobil mobil bak terbuka, mengangkut puluhan manusia. Berpeci, sebagian bersarung. Ada wanita, anak anak dan laki laki. Corong loudspeaker diatas kabin mengumandangkan takbir dengan iringan musik dari tape recorder. Mulut mulut diatas mobil rapat terkatup, takjub pada pemandangan lampu lampu kota dan kemeriahanya diwaktu malam. Beriring iringan mobil dengan sarat penumpangnya, entah dari mana, entah mau kemana. Aku hanya ingin lewat, melaju menuju tempat yang kutuju. Dan…dusun dusun makin sunyi, seperti besok tak ada sesuatu terjadi.

Allahuakbar…allahuakbar…wallilahilhamd……Takbir menggema dalam hati, bersama sunyi dan kecut hati…mengiring penat perjalanan 687 kilometer diatas sepeda motorku. Bathin menangisi kemeriahan masakecilku yang lesap ditelan arus tehnologi. Pohon pohon bambu apus pemasok lampu oncor tak gampang lagi ditemukan, tak banyak lagi diperlukan.Anak anak kehilangan dunianya terganti dengan tontonan televisi, kehilangan inisiatif apalagi kreatifitas. Menjauh dari alam, menjauh dari kehidupan mula mula, menjadi generasi munafik penuh kepraktisan. Melanjutkan catatan zaman dengan kepribadian plastik, hati elektronik, dan mental karbitan.

Dan lebaran tiba ketika matahari muncul diangkasa. Masjid ramai orang sholat Ied, dengan baju baju baru dan kendaraan berjejer bagai pajangan dagangan di pasar loak. Usai sholat pulang, bersalam salaman dengan hati dangkal belaka. Minal aidzin wal faidzin, selamat idul fitri mohon maaf lahir bathin. Kemana anak anak? Tak ada bergerombol datang untuk “balal”. Tak ada orang kerja, setiap rumah televisi menyala. Disanalah anak anak lebih nyaman menikmati lebaran. Kegembiraanya terkurung oleh pencipataan kreasi yang kerdil. Tontonan tivi lebih menemani, dan ‘balal’ hanya dilakukan kepada orang orang tua yang datang kerumah. Tak perlu uang saku, apalagi kompilasi kue kue. Baju barupun biasa, bisa beli kapan saja. Kegembiraan bisa didapat kapan saja. Lebaran hanya hari libur biasa saja!


Greget masakecil tak kunjung tiba. Baju baru dan uang saku, kompilasi kue kue dari rumah kerumah tetangga. Hari bahagia sedunia, hari dimana aku menjadi raja. Mercon dan kembang api bersahutan meninmpahi kegembiraan hati. Tak ada orang bekerja. Semua orang baik hati dan dermawan, sepanjang jalan orang berjualan; cao, es cendol, pecel, bakwan, mentho, sampai bakso atau apapun yang kita mau. Perut penuh, hati riang, uang saku tersedia dan jajan terlaksana dengan baju baru, sandal baru, kopiah baru juga celana baru. Tak ada tugas rumah, tak ada kewajiban sekolah, tak ada orang marah marah. Semua orang tersenyum dan tertawa. Semua pintu rumah terbuka pertanda kita diundangnya; menikmati hidangan sesudah pura pura meminta maaf. Hari bahagia, tak ada letih menyapa sampai senja. Orang orang perantau dari kota berdatangan pulang, berpakaian kekaguman, dan beraroma ketakjuban. Betapa hebatnya menjadi orang kota! Cerita tentang negeri negeri perantauan dan tempat tempat diantah berantah ribuan mil dari jangkauan fikiran, serba menggiurkan. Aku ingin berpakaian kekeaguman dan beraroma ketakjuban; menjadi yang paling sempurna!

Lebaran 2005, hati kecut mengangisi kenangan yang hilang ditelan zaman. Tinggal ritual imitasi dan tipis makna. Aku rindu masakecilku yang hilang…

Jakarta-Boyolali-Baturetno, 3-4 November 2005.

Friday, November 04, 2005

Zero mileage notes


2251hrs/okm
As ther second day of the new month arises by the sun this morning, my trip to the beloved homeland has just begin. Fresh cloths run ready “leaking gasoline tank” motorcycle, safety motorist gear. Whallla!! The first inch of my hundreds kilos journey is ready to begin. Brushing the cold atmosphere of the morning dew, my mind warmed with thousands of reflection of the destination. I have everything to go except your physical presence on my passenger seat…my dragon's soul mate....

0124hrs / 127 km
First stop after 243 minutes trip. Somewhere, on the main road’s side of Indramayu. The sky is so dark, nothing visible. The street is very busy as everybody rushing on their hurry trip to the same destination; homeland! The floor of closed grocery store is so cold, where I lay down may body freely. My mind can not stop thinking about you. This is a beautiful night and I belong to nothing but the nighty sky; no room, no home. The picture of your caring fragmented on my busy thoughts along the road. Are you sleeping up there? Are you dreaming of me in this affectionately quiet night?
I have to go again now, kill the distance on my wheels. Sleep tight, sweet dream hey my dragon’s soul mate…

0313hrs/150km
The other edge of Indramayu border. Stop by for mid-dawn meal for fasting. Ambushed with tired, the rain drops blurring my helmet wind shields. At the warung tegal next to the mosque, I order rice and fish. The fat lady dish up my meal without smile. Old tv set on the corner, present a blur picture of cheap formatted stupid joke show. Kratingdaeng mixed with dry coffee powder is my stamina doping this morning. The picture of my dragon’s soul mate is filling every rooms of my heart, conversing everything that matter to every single breath circulate into my lung.
0346 got to go again. Makan sahur has just finished, and my helmet windshield is clear.

0435hrs/190km
Lohbener busy mosque. Stop by again for Subuh prayer, the worship for welcoming the new day. Teenagers wash my motorcycle and I do not expect result from what they are doing. Breaking the morning dew along this precious journey, my peaceful world left behind in my kost room, my ICQ window, our virtual home, and in your deepest heart.

0531hrs/224km
God blessed my journey. I was doing 100 on the wide cold asphalt bumpy road when suddenly my front tire went flat. Pfffuuuiih…I can be killed easily on this speed. Thank you God, for keeping me alive, thank you god for keeping me calm and control the steering of my vehicle…change the new tire tube at the closest repair station and carry on…

0917hrs/365km
The sun is pouring its brightness seriously. At the small mosque of the Pemalang gas station I stop again for resting. My engine needs a tune up and so does my body.

1211hrs/386km
Entering the town of Pekalongan, I experience the broken chain of my main gear. Life is so beautiful, even when troubles come and gone in this journey. My motorcycle is getting older and it is my loyal friend that takes me wherever I take it.

1714hrs/530km
Finally I feel my body exhausted of . Stop by at the border of Ungaran, where Salatiga the beautiful exotic town is one step ahead. I was surrounding by the hills of coffee plantation. The cool breeze of mountainous nature brings the feeling of my deepest affection to the dragon’s soul mate far away across the sea. I really wish I could share this wonderful view and dramatically romantic feeling of love with my dragon’s soul mate. This is peace of feeling is to empty in my loneliness. Fresh fruit and flower stall along the road side offering stronger desire to have your presence here in my passenger seat and feel the warmth of your touch. I miss the dragon’s soul mate so very much….

1712hrs/598km
The place where I was born tens of years ago. The atmosphere of takbiran is so thin. people gathers on the food stalls and other bright places with friends, watching the busy streets and expecting someone they know arrive from far away. I feel emptiness inside of me, it is sad to lost my childhood memory in my own village. People changed or the world changed? Dragon’s soul mate in my heart, ease my soured soul of this moral experience. My beloved mother welcome me, I will be here only for few minute before running again to another destination of my ‘home’.

2220hrs/687 km
Here I am, stepping my lousy feet into my ‘home’. The place where I used to built my dreams and hopes, the place where I poured my life dedication to. This used to be the place where my heart always redirected to. The plants of happiness faded away, and the air of this environment is so pitiable. This house is nearly dying since I take my heart and mind away from its rooms. I do not belong here as well as I do not belong to anywhere else called home…this is the place where thousands of zero mileage ended previously. Thousands of long way journeys headed for this place I created from nothing, and entrust my proud in. Now, it is just a building, the blend of bricks, cements, sand and other materials formed as the settlement of the human being, to protect from the rain drops and the heat of the sun. To hide from bare eye’s sight of the people, and especially to hide the disgraced attitude of the occupants….

Dragon’s soul mate….I do not belong here…I belong to the virtual paradise of ‘our home’…here I am, crying like a baby on your lap where you treat me like an egg…

Simatupang-Baturetno, 3 November 2005






Thursday, November 03, 2005

Percakapan sepanjang jalan

: dragon’s soul mate

Percayakah bahwa segala hal yang berawal pasti akan berakhir jua?
Ya, aku percaya itu.
Selalu berakhir pada kemisterian, entah berapa miliar jumlahnya bahkan kitalah obyek dan subyek dari kemisterian itu sendiri. Hidup selalu terlalu kaya dengan kisah yang menjadi pakem penegas kemisteriannya sendiri. Hanya proses dengan hasil selalu nihil tak tertebak.

Tapi bukankah karma adalah jawaban hitam putih atas kemisteiran itu?

Ya, sealalu. Dengan mekanisme perputaran yang membosankan keyakinan atas kemutlakanya.

Itukah akhir?

Misteri! Nihil tak tertebak. Dan Cuma kuasa waktu belaka penayanganya, membiarkan tanda Tanya yang berpautan bahkan atas pertanyaan itu sendiri, menjadi atom peradaban yang ternyata tak berakhiran. Riwayat selalu menjadi bukti betapa rapuh da labilnya hidup, yang dalam hitungan detik bisa terhempas berantakan.

Jadi, mufakat?

Ah, dia pola berantai yang merangkai gelembung gelembung dunia yang menyerati setiap manusia. Tiap mataratai adalah gelembung dunia yang selalu mencari lekatan atau bersimbiosis mutualisme dengan gelembung lainya. Gelmbung rapuh dan labil itu adalah kisah awal dan kisah akhir setelah menitipkan ruh misteri. Tak akan pernah ada akhir yang betul betul berakhir sepanjang udara masih mengidupi dunia dan kita. Alam masih menghormati kemuliaan peradaban, sebab hidup hanyalah kisah besar dari dengan miliaran adegan.

Masa depan tidak pernah ada, sebab ia adalah misteri juga akhiran. Hidup adalah hari ini yang mengumpulkan kontribusi jawaban atas kemisterian sebuah akhir; masadepan!

Jakarta – Boyolali diatas Honda Tiger AD 4875 DR 3 November 2005.