Wednesday, February 24, 2016

Sengaja Disleksia

Sudah bukan menjadi pengetahuan baru bahwa setiap hubungan antar manusia akan mengalami pasang surutnya, kencang dan renggangnya sendiri dengan sebab akibat yang bervariasi. Terkadang bahkan diluar pemikiran logika apa yang menjadi penyebab dua orang bisa begitu akrab dan pada momen lainnya dua orang yang akrab itu perlahan atau tiba tiba menjadi asing.

Suami istri bisa berpisah dalam bentuk perceraian, padahal tekad menjadi suami istri justru bertentangan dengan perceraian itu sendiri. Ketidak cocokan yang dijadikan alasan bisa menjadi bemper alasan, mengesampingkan kepentingan lain yang lebih besar; anak misalnya. Ketika perceraian terjadi maka terciptalah dua manusia asing baru. Entah keduanya atau salah satunya telah menemukan dunia ideal diluar perkawinan yang mereka bina dengan awalan penuh perayaan. Penyebabnyapun bukan sekedar keinginan, karena pasti telah didahului oleh konflik, percekcokan yang kemudian mencetuskan ide peceraian. Dalam perceraian pasti ada pihak yang merasa menang dan ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi jika kita jeli, korban yang sebenarnya adalah anak anak yang telah terlanjur lahir dari perkawinan tersebut. Betapa egoisnya orang tua yang bercerai karena arogansi pribadi dan tidak mempertimbangkan kebutuhan psikologis anak. Sedangkan keadilan kepada anak anak, dijustifikasi dengan kebutuhan materi yang bakal terpenuhi.

Kemudian orang pacaran. Semenggebu gebu apapun rindu, sedahsyat apapun perasaan cinta asmara yang menggilakan, maka waktu akan memudarkannya juga, berubah menjadi hari hari yang biasa. Penghargaan dan pemujaan akan bergeser kualitasnya, skala prioritas akan pula turut bergerak mengikuti perkembangan keadaan. Semakin bertumbuhnya waktu, orang orang baru akan datang dalam pergaulan. Orang orang baru yang terkadang ternyata dirasa lebih memesona dari dia yang sudah ada sebelumnya. Asmara yang meluap luap, pemujaan yang berlebih lebihan yang dulu menggilakan telah menguap seolah lupa. Dalam tahap yang kritis, hubungan pacaranpun bisa berakhir dengan status putus, tak lagi berpacaran tinggal menyandang gelar sebagai mantan.

Selanjutnya adalah teman. Teman yang sebenar benarnya teman adalah hubungan yang tumbuh bukan karen apa yang terlihat tetapi apa yang dirasa. Segala bentuk hubungan khsusus dua manusia didasari atau paling tidak diawali dengan pertemanan, bukan? Konon teman yang baik adalah titisan malaikat yang akan menjaga kita dari keadaan buruk yang mungkin terjadi. Menguatkan hati dan kaki kita ketika keadaan melemahkan, dan menjunjung tinggi itikad baik dalam setiap kesempatan. Tenggang rasa menjadi kunci sedangkan komunikasi yang tidak berlebihan tanpa sadar akan mengikat dua pribadi dalam bentuk yang kuat. Akan tetapi, waktu juga akan menentukan akhirnya. Sebagian pertemanan berakhir tragis dalam bentuk permusuhan, sebagian lagi tetap ada meskipun hanya tinggal dalam kenangan.

Yang lebih menarik dari fenomena biasa tentang berpisahnya dua orang yang sebelumnya terikat hati adalah cara cara mengakhirinya. Muslihat dan tipu daya kadang digunakan hanya untuk menyatakan maksud meninggalkan. Apalagi jika itu terjadi oleh adanya godaan baru yang lebih menjanjikan. Musuh manusia adalah kebosanan, dan terkadang orang bisa bosan berinteraksi intensif dengan seseorang lainnya. Demi menjaga persaan maupun atas nama etika kemanusiaan, maka strategi culas kadang dimainkan. Yang paling umum dan sering terjadi adalah berpura pura lupa. Pura pura lupa cara membaca jalan pikiran partnernya. Itu namanya disleksia yang disengaja, dimana setelah sekian tahun berjalan bersama dan sama sama berada di halaman buku yang sama tiba tiba menyimpulkan pengakuan bahwa dia lupa caranya mengerti jalan pikiran dan sikap partnernya. Sikap tiba tiba seperti itu dapat menimbulkan kebingungan dan kekecewaan, terkadang malahan kemarahan. Tidak dipungkiri memang , tidak ada satupun manusia yang bisa menyelami jalan pikiran orang lain  apalagi dapat membaca isi hati orang lain. Tetapi interaksi istimewa bertahun tahun pasti akan menciptakan intuisi dari kedua orang tersebut yang tanpa sadar terbentuk dalam sebuah jalinan telepati. Jadi ketika seseorang yang begitu dekat dan hidup dihati bertahun tahun, seolah telah manjadi satu bagian dari kehidupan biasa sehari hari tiba tiba menyatakan bahwa dia tidak memahami apa yang kita rasa, sesungguhnya itu adalah disleksia yang disengaja. Kebohongan memang dipraktekkan tanpa perasaan!

Kesengajaan untuk lupa cara membaca perasaan hati partnernya sama saja mengabaikan tenggang rasa yang selama ini sudah ada dan membentuk semacam perekat tak terlihat bagi dua jiwa. Ketika sengaja disleksia dilancarkan sebagai strategi, sesunggunya mudah saja menyimpulkan keadaan bahwa sebetulnya hubungan istimewa itu sudah tidak lagi istimewa. Penjagaan dan penghargaan yang begitu tinggi selama ini menjadi seolah olah tidak berarti. Sengaja disleksia dalah tindakan yang sangat menyakiti dan dapat membalikkan keadaan yang harmonis menjadi antagonis bahkan terkadang melahirkan dendam. Sungguh kasihan bagi mereka yang diabaikan begitu saja dengan sengaja hanya karena datangnya fase baru di dunia baru yang tersembunyi.

Nasehat saya untuk mereka yang teraniaya oleh sikap sengaja disleksia ini adalah, berhentilah menjerit, berhentilah meratap, berhentilah memvisualisasikan perihnya  perasaan dalam rangkaian kata kata. Terimalah sakit hati sebagai sakit yang harus terjadi. Sebab, sebanyak apapun ekspresi dan visualisasi perasaan hati, sudah samasekali tidak ada arti. Dia sudah pura pura lupa membaca perasaan hati kekasihnya. Maka segala yang tertulis dengan penuh perasaan akan terbaca tanpa perasaan.


Rungkut 160224




Monday, February 22, 2016

No Name

Yang lahir dari pikiran subyektif ketika kegusaran menguasai siang malam adalah pukulan demi tikaman yang dialamatkan kepada diri sendiri. Pencarian yang melelahkan hanya memproduksi musuh musuh tak kasat mata yang memperpanjang malam hingga subuh datang. Pikiran disiksa oleh tebakan tebakan tak karuan yang didasari oleh perasaan dikalahkan. Inilah pertempuran dahsyat yang terjadi dengan sangat diam. Pertempuran yang memporak porandakan seluruh tatanan kepercayaan yang tertanam sejak belia.

Dia yang datang dari ingar bingar dunia muda, kesatria berbaju zirah dengan pelindung kepala hingga muka. Tangan kirinya mengekang perisai, sedang di tangan kanannya pedang tajam seolah menawarkan kematian.  Dia yang mengelilingi hati dengan setangkai bunga di tangan, menawarkan keindahan dan mengaburkan pandangan pada kenyataan. Dia yang mengelilingi hati dan mencari celah celah pintu yang tak terkunci, hanya untuk mencuri. Apa yang sudah ada biarlah mati, sebab tunas tunas mudah jauh lebih menjanjikan. Seiringnya, tawa dan cerita asamara membahana di langit maya, mengabarkan kepada dunia tentang dua hati yang berbahagia. Tak peduli siapa yang akan membacanya!

Dia yang datang padamu dengan gemuruh dan gempita, menawarkan tawa dan lautan bunga bunga, pun rapi tersembunyi demi sakit hati. Hilang sudah ketulusan yang terbangun delapan tahun dengan kesahajaaan, semuanya musnah begitu saja, berganti dengan sandirwara sikap; menjadi basa basi belaka dalam setiap ucapan. Rengekan menghibakan berhari hari seolah tidak ada arti, oleh sebab memang sudah tak ada arti. Tak perlu disesali sebab semua rasa telah diungkapkan dengan semua bahasa dan semua cara.

Dia yang datang dengan pedang ditangan, mengelilingi hati dan hari hari taburan api. Ke kepala, dada hingga mematikan matahari. Ternyata luka yang terasa hanya menjadi milik pribadi, tak dapat terbagi. Empati telah mati sejak datangnya pelangi dalam hari hari yang tersembunyi. Ribuan kata yang tersusun sebagai visualisasi rasa tak memiliki makna sedikitpun, semua bisu bak lembaran koran bekas pembersih kotoran ayam di lantai. Kata kata yang terukir penuh perasaan telah terbaca tanpa perasaan, bahkan persaaan sebagai manusia sekalipun. Etika hubungan manusia yang terbangun sekian lama telah sia sia hanya oleh datangnya ksatria baru penyilau pandang.

Dia yang datang dengan segudang harapan bagimu, telah mengajarkan ilmu baru tentang bagaiaman kebal terhadap rasa orang lain. Kepekaan hanya dimiliki oleh mereka yan memiliki hati, dan ketika rintihan yang tak dapat dipahami sebagai sebuah siksa, maka sesungguhnya semua hanya sia sia. Semua menjadi hambar dan basa basi belaka. Menyisakan jutaan anak iblis yang menyerbu dari setiap sudut bumi, menusukkan jarum  jarum beracun disekujur kepala. Kebinngungan telah merajam keyakinan baru tentang azas kebaikan sebagai landasan semua sikap. Pertanyaan yang terlalu besar dan terlalu banyak menjadi bukti bahwa kita tak lagi berpijak di bumi yang sama.

Jika memang harus pergi dengan ksatria pembawa bunga, berjalanlah dengan santun tanpa meninggalkan bibit bibit dendam kepada orang yang tulus menyayangi. Kenangan masalalu bukan lagi menjadi milikmu sebab bagimu masa depan melempang sepanjang jalan. Kenangan dan masalalu biar menjadi racun mematikan bagi yang dia yang gemar mengasihani diri. Tak perlu pula mencoba menterjemahkan isi tangis dan cerita duka lara darinya, sebab percuma saja, tak akan dapat dimengerti.

Noname, ksatria tanpa nama, tersembunyi rapi dirimbunya hati. Dia yang datang dengan pedang dan bunga telah memenangkan hatimu untuk berlalu tanpa empati dari cerita yang terbangun menjadi bukit kenangan, monumen abadi yang sebentar akan menjelma menjadi gunung berapi. Gunung berapi yang siap menghanguskan segala  yang didekatnya ketika erupsi terjadi. Dia yang datang tanpa nama dan tanpa muka, telah menjadi hantu blau yang meluluh lantakkan kebanggaan dan kepercayaan yang terbangun tanpa sengaja.

Berbahagialah menyambut datangnya dunia baru dengan tunas tunas baru bertumbuhan yang akan merinmbunkan kehidupan.
Rungkut 160222

Friday, February 19, 2016

Yang Tersembunyi

: mp

Pada akhirnya langkahpun perlahan goyah, meniti pematang karang dengan kaki nurani telanjang menuju kepada akhir kisah. Batin tak sanggup lagi menahan jutaan jari menunjuk muka, menghempaskan pada ketidak berdayaan akut. Hari hari terakhir tercatati dengan dada sesak sebagai hitungan mundur menuju penghabisan. Tangis menderu ketika satu demi satu batu kerikil dan lumpur kita rangkai agar menjadi tembok yang memisahkan untuk selamanya. Bukankah dunia sudah berbeda seratus delapan puluh derajat ketika tembok penghalang sudah terbangun kelak? Dan bukankah kehidupan menjadi buta  ketika kita tak harus saling tahu kisah hidup yang menyertai perjalanan kita sendirian kelak?
Langkah kecil telah dinobatkan sebagai niat, meskipun batin tak bisa berhenti menggusiri setiap lapis rahasia di langit maya. Dan itu sama halnya dengan menikam nikamkan belati karatan kedalam jantung sendiri yang terbakar, mengetahui begitu banyak kejadian terlewatkan selama ini, dan begitu banyak yang temuan diantara coretan coretan kenangan di dinding langit. Kegusaran memporak porandakan tegguh yang terbangun dengan susah payah, dengan segala upaya rahasia lewat jalan sangat teramat sepi.

Berkelahi melawan ego sendiri, dan lalu tersungkur oleh kekalahan telak saat ini, seolah berharap bumi akan kehilangan matahari untuk selamanya; sebab dalam gelap kita hanya berteman pikiran. Mengajari hati untuk memahami harapan yang terlahirkan premature, sama halnya menelanjangi keegoisan sendiri yang selama ini berjubah kompromi. Rasanya memang tidak ada hak  untuk untuk menolak kemauan itu, seolah mengebiri cita cita mulia yang tak sanggup terwujud nyata dari semula.

Pada saat batin lelah dan sengsara oleh tindasan rasa, kenangan masa lalu dan bayangan masa depan mempermainkan ingatan dengan kejamnya. Sepasukan iblis bernama prasangka menyerbu tak pandang bulu, melesat dari kisi kisi langit maya dan langsung menghujam kedalam metabolisme kehidupan amat pribadi. Raga telah kehilangan ruhnya, bergerak seolah hidup bagai zombie ditengah pasar. Pikiran dan hati telah pergi meninggalkan kerangka, mengembara memunguti kisah kisah tersembunyi yang terkumpul sebagai bahan menyiksa diri. Mestinya kejujuran menjadi cahaya ketika pandangan gelap oleh keruh pikiran. Ya, kejujuran memang menyakitkan laksana godam yang menghantam dada, tetapi terungkapnya kebernaran justru lebih menyakitkan ibarat mata pedang yang menusuk punggung tembus ke dada.

Sabana cosmic maya meninggalkan begitu banyak jejak, sehingga tak sanggup mata menghidarinya. Firasat firasat terangkai menjadi kronologi yang akurat melalui catatan catatan yang sengaja tersebar di dinding langit. Ingar bingar kasih sayang dirayakan sebagai monument pribadi, seolah lukisan perjalanan cerita baru yang tersembunyi di balik dinding goa. Inilah kisah baru dari dunia lama yang sebentar lagi tinggal cerita, dunia baru berisi kisah kisah baru yang sedang bertumbuh dengan perkasanya. Kisah kisah perjalanan terabadikan dalam kubangan suka cita. Kesuka citaan yang membunuh semua kata kata jawaban dari pesan pesan yang terkirim dalam rangkaian kalimat panjang berisi jerit kesakitan dan tangis kekanakan. Tidak ada satupun tanya terjawab, tidak ada satupun pernyataan yang tertanggapi oleh sebab memang jerit tangis tak lagi memilki arti.

Sesungguhnya hidup hanyalah perjalanan pada seutas pita rekam panjang, dan mustahil untuk dapat menghapuskan dari satu adegan untuk melompat kepada frame lainnya tanpa harus menjejakkan kaki di keduanya. Membagi kisah tersembunyi justru akan memberikan kekuatan karena penghargaan, bahwa telah tumbuh tunas baru yang akan menggantikan kisah lama yang konon istimewa. Kompromi ego akan memberikan pengertian yang dewasa dengan kesadaran bahwa kita menyudahi sebuah kesalahan yang kita sadar sejak dini dan kemudian menyesatkan kita hari ini. Tidaklah mungkin langit dapat menyembunyikan semuanya, dan segala yang tersembunyi akan bermetamorfosa menjadi kenyataan yang mematikan.  

Niat baik untuk tidak melukai terkadang justru menimbulkan luka yang lebih mengerikan dan dapat berakibat pada kematian. Segala kebaikan akan bisa musnah seketika oleh kenyataan yang disembunyikan dengan sengaja karena sesungguhnya tidak ada yang patut disembunyikan, tidak ada yang pantas menjadi sesuatu yang tersembunyi bagi sebuah hubungan yang terjalin penuh percaya. Bukankah tidak ada pertanyaan gusar maupun keraguan selama kita saling pecaya? Dan ketika keguasaran membumi hanguskan keberadaan siang dan malam, maka sesungguhnya tak lebih dari kepercayaan yang dipertanyakan.

Pada akhirnya, pengakuan atas kekalahan, atas kesalahan akan mengakhiri kisah indah salaam bertahun tahun dan berganti dengan hari hari sepi penu rasa nyeri, ketika setiap detik yang dijalani melulu berisi cerita tentang lolongan mengasihani diri.

 

Rewwin, 160219

Wednesday, February 17, 2016

Langkah Kecil


Tadinya, dari dinding dinding bangunan rumah maya mengalir pesan pesan harum tentang kemanusiaan, sekaligus mengabarkan kepada dunia tentang peradaban yang tekadang pincang di salah satu sudutnya. Menggugah sesiapa yang berkunjung dan cukup bernurani untuk memelihara etika kemanusiaan. Terkadanng bahkan tampak sebagai selalu bermuram durja si pemilik rumah maya. Padahal sesungguhnya itulah kisi kisi wajah dunia yang ditampilkan cuma untuk dinikmati para pelintas dengan persepsi seni masing masing. Dari padanya terkandung pesan pesan agung mulia, bahkan terkadang pesan kesahajaan yang sering terlupakan. Disana kita bisa belajar semangat dari mereka yang tak patah arang oleh nasib. Belajar bersyukur dari mereka yang seolah selalu tersungkur di megahnya negeri makmur. Bahkan terkadang kita bisa belajar tentang kebijakan dari potret mereka yang terabaikan. Sesekali tersaji keindahan karunia Tuhan yang tak dapat ditiru oleh tangan para seniman.
Rumah maya itu perlahan sepi. Jendela jendela yang semula terbuka telah satu persatu tertutup dan terkunci dengan paku. Rumah maya yang laksana sebutir debu di angkasa itu akan perlahan lesap dan dilupakan orang. Tidak ada rasa kehilangan dari sang pemilik, seperti halnya tidak ada satupun orang yang merasa kehilangan atas kemusnahannya dari jagat maya. Pertemanan, interaksi dan sanjung puja puji di dunia maya ternyata hanya formalitas maya belaka. Itulah sebabnya bahkan tak seorangpun akan merasa kehilangan ketika kita menghilang dari pergaulan maya. Bahkan teman yang terkumpul sekalipun terkadang terbentuk dari sekumpulan orang yang mungkin tidak saiing kenal. Tata pergaulan di dunia maya menjadi sangat pragmatis, cenderung hambar kehilangan esensinya.

Menutup jendela rumah maya  juga menutup mata atas peradaban yang berkembang penuh dengan niat pamer dan keluhan, bahkan keterangan sederhana mengenai kegiatan seseorang, aktifitas biasa yang dipublikasikan dengan serta merta, supaya semua orang diseluruh dunia tahu dan mengaguminya. Bagi si pemamer sendiri tentu dimaksudkan juga sebagai catatan jejak perjalanan yang bebas untuk ditengok, diingat, dikenang kembali kapan saja sesuka hati. Menutup jendela rumah maya adalah memilih jalan sepi untuk kembali ke bumi kenyataan dimana semua hal yang nyata terjadi disana.

Dunia nyata lebih realistis karena tak mencatat kenangan maupun dan juga tidak merumuskan idealisme dalam bentuk visualisasi. Kenangan seperih dan separah apapaun akan rapi tersimpan dalam benak dan menjadi domain sangat pribadi yang terbawa dalam angan angan dan menjadi warna bagi hari hari yang dijalani. Ada kalanya kenangan berubah menjadi hujan beling yang merajam kepala, dan menembus masuk hingga ke dada menjadi bara api yang membabi buta. Ketika itu terjadi, jendela langit akan menyajikan jutaan tayangan menyiksa yang tak lagi mengandung makna positif bagi si penderita. Bagi mereka yang pandai menghayati rasanya sakit hati, setiap tarikan nafas dalam meniti umur akan terasa bagai menyeret barongan (- rumpun bambu berduri) kedalam badan, berat, perih dan menyesakkan. Tak ada tempat untuk sembunyi dari kenangan buruk yang dialami. Umumnya cinta menjadi penyebab termudah dari penyiksaan subyektif tersebut, sedangkan tidak ada media apapun atau sesiapapun yang dapat dijadikan teman berbagi. Itu derita diri sendiri yang harus dialami sendiri, dirasakan sendiri, dilalui sendiri tanpa bersuara. Memang pertempuran paling brutal adalah pertempuran hati yang disebabkan oleh perasaan murni, seperti cinta dan benci.

Menutup jendela rumah maya adalah sebuah langkah kecil untuk berpaling dari kenangan yang dapat melahirkan cemburu dan prasangka, atau kesedihan yang menggelombang. Jejak kenangan tak mungkin terhapuskan dari ingatan, tetapi setidaknya dengan tidak melihat display grafiti di sepanjang dinding memori akan membantu untuk tidak mengembangkan asumsi asumsi negatif yang merajam batin. Sungguh, hanya waktu yang dapat menyembuhkan segala bentuk luka luka. Sebuah kehilangan akan terasa berat untuk diterima akal sehat. Meskipun demikian tekad harus dikuatkan untuk dapat menjalaninya. Tak lagi berada di dunia maya adalah langkah kecil yang akan membantu menguatkan diri kembali kepada kenyataan. Di dunia nyata kita masih berkemungkinan untuk menghindari kenangan, sedangkan di dunia maya kenangan akan selalu ada.

Sudah menjadi aturan alam manusia, bahwa segala bentuk awalan pastilah akan berbuah akhiran. Segala bentuk pertemuan akan berujung dalam perpisahan. Dan perpisahan akan melahirkan rasa kehilangan. Sedangkan kisah sepanjang proses dari pertemuan dan perpisahan terbentuk secara alami, menjadi kisah keseharian yang tanpa sadar mendarah daging tanpa pandang bulu. Kisah darah daging itulah yang berubah menjadi beling ketika indahnya kebersamaan harus berakhir tragis dalam semua bentuk kisah percintaan.

Langkah kecil sudah lahir sebagai penguat tekad mengarah kepada tujuan perpisahan. Bahwa perpisahan terkadang bermakna baik dan ketenangan dan kekuatan diperlukan untuk dapat melihat dengan jernih, memilih dengan bijak pilar pilar pemandu langkah meninggalkan kebersamaan. Egoisme harus dengan hati hati dan pelan pelan ditanggalkan, ditinggalkan di tanah kenyataan agar kehidupan ideal dapat berjalan bagi orang yang dikasihi. Kesedihan bukanlah sesuatu yang layak untuk didramatisir demi belas kasihan. Justru mengumpulkan nilai nilai positif akan menguatkan tekad untuk melihat dengan gemilang bahwa kebersamaan yang tercipta tanpa rekayasa, cinta yang tumbuh alami tanpa rencana adalah anugerah indah yang layak untuk disyukuri. Bersyukur karena Tuhan memberi kesempatan untuk menikmati indahnya kebersamaan dengan seseorang yang sangat luar biasa dalam bentuk hubungan yang istimewa.

Ketika pintu dan jendela dunia maya tertutup dan mati, maka kaki telanjang akan merasakan kembali nikmatnya menjejak bumi. Rumput rumput surga dengan butir embun disetiap pucuk helai daunnya akan menyejukkan luka dari hati yang compang camping karena kehilangan cinta. Keheningan akan menjadi teman yang menciptakan pemahaman pemahaman baru akan segala kejadian.

Semoga Tuhan menguatkan kita dalam memelihara kebaikan serta dikuatkan dalam melawan keburukan.

Rungkut 160217

Tuesday, February 16, 2016

Hello…!


Sungguh ajaib karya Tuhan. Perasaan manusia salah satunya, akal dan pikiran yang diberikan kepada manusia menciptakan peradaban, lengkap dengan ukuran kepantasan dan etikanya masing masing. Ketika sebuah sapaan dilakukan dengan sepenuh perhatian, sepenuh hati sebenarnya merupakan kehendak paling murni dari satu orang ke orang lainnya untuk berkomunikasi, menjalin silaturahmi dalam bentuk yang sangat pribadi. Pertanyaan sesederhana “apa kabar?’, jika dilakukan sepenuh hati sebenarnya mengandung keharuan luar biasa. Pertanyaan itu mendasari keinginan kita untuk mengetahui kabar yang sebenar benarnya dari orang yang kita sapa, bukan sekedar basa basi pemanis pergaulan. Dan sapaan sepenuh hati hanya bisa terjadi ketika kita berempati sepenuh hati berkonsentrasi kepada orang yang kita sapa.

Ketika seseorang yang telah menjadi bagian dari kehidupan kita selama bertahun tahun, telah menjadi bagian dari kebiasaan yang tebangun tanpa sengaja untuk waktu yang lama memutuskan untuk pergi menjauh dari bangunan hubungan yang begitu kukuh, maka pertanyaan apa kabar tadi dapat diartikan sebagai sesuatu yang penuh kesedihan. Keinginan untuk mengetahui kisah hidup yang dijalani setelah beberapa waktu saling menutup pandang terterjemahkan semua dalam sapaan sederhana itu. Sama halnya ketika seseorang dari masa lalu tiba tiba menyapa kita dengan kalimat yang sama, mengartikan bahwa ada kerinduan yang menyeruak untuk menanyakan keadaan sekarang sesudah sekian lama seolah saling mengabaikan.

Semuanya hal peradaban berangkat dari perasaan dasar manusia; kasih sayang. Dalam makna yang lebih populer adalah cinta. Dan kehidupan percintaan bisa selalu menciptakan sesuatu yang ganjil di dunia. Hubungan dua orang yang diikat dalam perkawinan bisa menjadi seolah formalitas sosial, sedangkan hubungan batin tanpa ikatan perkawinan dapat menciptakan ikatan yang lebih kuat ketimbang status suami istri dalam perkawinan. Inilah keganjilan yang terjadi disekitar kita tanpa kita sadari, dan keganjilan itu ada membentuk kisah kisah kehidupan dunia dari masa ke masa. Semua bermula dari sapaan, dari pecakapan biasa. Semula bermula dari keinginan untuk mengetahui kabar kehidupan orang lain dan kemudian tanpa sadar terlibat secara dalam dan kental dalam hubungan. Sungguh mujur bagi kebanyakan orang yang memulai sebuah hubungan dengan komunikasi penuh kedewasaan dan lalu tercipta ikatan batin yang kemudian berlanjut ke perkawinan. Orang orang seperti itu sangat beruntung. Meskipun sebenarnya kebanyakan perkawinan hambar juga berasal dari interaksi serupa.

Sapaan yang datang dari hati tentu  akan diterima oleh hati juga. Sedangkan sapaan basa basi pemanis pergaulan hanya akan lewat begitu saja sebagai sesuatu yang manis bagi interaksi manusia, sebagai lambang kesopanan belaka.  Tragisnya, terkadang sapaan sopan itupun berakhir tanpa response, tanpa tanggapan sepatah katapun. Ucapan “selamat pagi” dan “ terimakasih” di gardu toll ketika kita melakukan pembayaran misalnya, acap kali berakhir dengan tanpa jawaban. Tetapi jangan berkecil hati, karena bukan sikap orang yang menentukan kualitas diri kita, tetapi bagaimana kita bersikap kepada orang, itulah ukuran kualitas kedewasan etika kita. Kebaikan hati tidak bisa dicerminkan dari sikap orang kepada kita karena terkadang kebaikan kita dimanfaatkan oleh orang berhati jahat bahkan seringkali dicurigai sebagai suatu sikap cabul bahkan kriminal. Bagi orang orang kota yang lebih tebal tembok individualistiknya, sapaan bisa menjadi sesuatu yang ganjil dalam pergaulan dengan orang asing. Padahal, jika kita kembali kepada pemahaman sapaan dari hati yang merindu kepada orang yang kita rindui, maknanya lebih besar dari sejuta percakapan di dunia.

Ketika dua hati dipisahkan oleh jarak, oleh waktu dan oleh keadaan maka hal yang paling berarti adalah kabar. Menanyakan kabar orang yang kita kasihi dapat mewakili seluruh perasaan kasih dan rindu yang tersembunyi dibalik tembok jarak, waktu dan keadaan itu.  Maka seyogyanya pertanyaan sederhana itu dijawab pulalah dengan cerita kehidupan biasa yang dialami tanpa tendensi, sekaligus menanyakan kembali kabar dari si penanya supaya terjadi keseimbangan dalam berbagi cerita kehidupan. Perpisahan memang selalu tidak mengenakkan, perpisahan adalah kematian kecil dalam kehidupan. Dan, menanyakan kabar dengan penuh kesungguhan adalah bentuk dari itikad memelihara cinta yang ada dalam batin dua  manusia yang istimewa.

Apa kabarmu, matapedang?


Rewwin, 160216