Wednesday, March 21, 2007

Hikmah Prasangka

:kepada syak wasangka yang menyudutkan pikiran

Ketika sesuatu terjadi tanpa sengaja, terkadang terasai bagaikan puting beliung yang membokong dari belakang, mendorong dan membuat diri terjerembab ke tanah kering membatu. Maka atas nama dosa, kesalahan itu ditutupi dengan kebohongan lagi, dengan kesalahan lagi. Jadilah beranak pinak si kesalahan hingga merontokkan kualitas kemanusiaan. Sesuatu yang terjadi dan dengan mudah bisa dicerna nalar, dibelitkan pada cerita cerita rekaan baru yang sangat jauh dari logika, dari pemikiran orang dewasa.

Sebagian orang dikaruniai dengan kedewasaan intelektual yang diperoleh setelah bertahun tahun berkutat dengan buku dan bangku, ruang kelas dan diktat. Sebagian lagi diberkahi dengan kemampuanya memungut setiap serpihan pengalaman sepanjang hidupnya, kemudian menjadikannya cermin pembanding, galah pengukur atas segala hal yang terjadi kepadanya di kemudian hari. Kesimpulan sederhana yang mengandung kebenaranpun terkadang dianggap sebagai sebuah sangkaan belaka, sebuah kesalahan cara berfikir dan sebuah penghakiman yang tidak benar.

Terkadang kita begitu cepat bisa menilai dan menyimpulkan sesuatu hal lumrah yang dirahasiakan. Maka kemudian, munculnya kesimpulan adalah dari pengendapan logika, berdasarkan hal hal lumrah pula. Tidak susah saudara, menyimpulkan segala sesuatu yang sudah terjadi menjadi intisari maksud, yang lalu bisa dituangkan ke cawan kenyataan untuk dicicip rasanya; kadang pahit, kadang manis mempesona, kadang meruntuhkan air mata.

Sedangkan prasangka adalah rabaan atas kejadian semata, yang lebih berkonotasi negatif terhadap perilaku seseorang. Perilaku negatif ini yang sering disebutkan sebagai kesalahan yang ditutupi dengan kesalahan yang jika tidak dikontrol dengan baik akan menggelinding menjadi bola salju bernama – tetap – kesalahan. Frustrasi akhir akhirnya karena kesalahan yang ditutupi dengan kesalahan hanya akan memperjelas inti kesalahan itu sendiri. Tidak selamanya prasangka muncul sebagai reaksi kesalahan. Terkadang sikap atau apaun yang dilakukan orang lain yang barangkali tidak ada sangkutanya dengan kitapun bisa menimbulkan prasangka. Itulah cara batin melindungi pikiran, cara ego membentengi diri dari penganiayaan fikiran yang sudah nyata rasanya jauh lebih perih dari nyeri fisik semata.

Perasaan tersindir sebenarnya membenarkan sebuah fakta atas diri, kemudian mengayunkanya dalam reaksi adalah soal lain. Sikap berlebihan memperlakukan rasa tersindir juga hanya akan menyoroti kebenaran yang diingkarkan, memperjelas bahwa kenyataan memang sulit untuk diterima secara mentah. Sebuah salah akan tinggal sebagai sebuah salah bila diakui sebagai salah, bukan dipoles bermacam rupa supaya menjadi kebenaran. Sebab, membelokkan kebenaran yang gampang dicerna akal manusia anak anak maupun dewasa, hanya akan menyebabkan luka di hati; luka yang bisa abadi.


Gempol, lewat tengah malam 070321