Saturday, April 29, 2006

Nanyian indah dari amarah

(Membaca Pramoedya Ananta Toer)
Membaca Pramoedya Ananta Toer, adalah membaca pendalaman bathin dari karakter karakter yang sangat kuat yang sebetulnya dimiliki oleh setiap individu. Dengan latar belakang dan perwatakan sesuai status sosial yang beragam, Pram dengan cermat dan akurat menuturkan ‘cara berfikir’ si tokoh, bahkan cara menggambarkan background si figuran sekalipun. Jadi membaca Pram adalah membaca sebuah drama kehidupan dari banyak sekali sudut pandang pemikiran yang sangat individual. Karya karya tulis Pram yang luar biasa mengantarkan pembacanya untuk mendramatisasi jejak sejarah dari sudut pandang pelaku sejarah itu sendiri, dengan tokoh sentral yang timbul tenggelam dipermainkan kepiawaian Pram dalam memandu emosi pembacanya. Semua meninggalkan kesan bahwa pembaca sendirilah yang mengalami perjalanan emosional sang tokoh.

Tetralogi Buru (Bumi Manusia, Jejak Langkah, Anak Semua Bangsa dan Rumah Kaca) misalnya, pembaca dimanjakan dengan gaya bertutur Pram yang luar biasa lancar mengalir lembut dan sangat dalam, sangat detail. Pram dengan sangat genius mampu menggambarkan sebuah kemuraman produk dari tirani kekuasaan (apapun bentuknya) dengan sangat menakjubkan, bahkan mengkamuflasekan kemuraman itu sedemikian rupa sehingga ketika lembar terakhir selesai terbaca pembaca masih terapung apung dalam lautan dramatisme yang dipaparkan. Tetralogi itu (ataupun secara individual).

Pram sang individualis, karya tulisanya sanggup menelusup jauh kedalam bilik bilik sempit sanubari pembacanya, meninggalkan jejak sebagai satu pemahaman yang luar biasa nikmat. Mencermati tulisan pram selalu meninggalkan kepiluan yang indah, cerita yang barangkali biasa bagi kehidupan umat manusia. Tulisan Pram juga jauh dari kesan seronok ataupun vulgar, Pramoedya seperti memiliki semua pengetahuan yang dibutuhkan pembacanya yang tidak tersedia lagi dimasa kini.

Pram yang sudah beberapa kali dinominasikan sebagai peraih hadiah nobel bidang sastra adalah nyanyian sunyi dari seorang yang dibisukan. Berpuluh tahun Pram menjalani kehidupanya dari penjara ke penjara tanpa satupun melalui proses peradilan. Namun konsistensi sebagai penulis dan individualitasnya menjadikan Pram sebagai penulis yang menempatkan dirinya sekelas lebih diatas penulis penulis lainya.

Membaca Pramoedya Ananta Toer adalah mendeskripsikan kepada diri kita sendiri tentang bagaimana emosi bermain dalam situasi dan kondisi, dalam ruang waktu yang berbeda beda, selamanya mengajarkan kita menjadi orang yang bijaksana. Meski demikian, kehebatan Pram tidaklah kemudian menjadikan dirinya ternobatkan secara de jure sebagai penulis kebanggaan Indonesia, hanya karena pandangan pandangan oligarki dari penguasa yang memoles sejarah dengan cerita buatan dan benih ke antian. Bagaimanapun juga, Pram tetap mencuat tak tertandingi dihati para pembacanya yang kemudian membentuk embrio menjadi sebuah aliran pemikiran moderat sosialis; pramis-me.

Hari ini Pramoedya pulang ke rahmatullah dalam usia 81 tahun. Tubuhnya yang renta kehabisan tenaga karena usia, sementara pemikiranya tetap produktif sampai detik beliau tidak lagi produktif. Dimakamkan di TPU Karet Bivak, satu kompleks pemakaman dengan tokoh pertama jurnalistik dan Sang Pemula kebangkitan Indonesia yang tak terecatat dalam sejarah pelajaran sekolah dan yang juga sebagai ilham dari tetralogi Buru. RM. Tirto Adi Soerjo.
Telah engkau buktikan bahwa sehebat apapun manusia, dia bukan apa apa jika tak menulis apa apa. Maaf, tak ada tangis kepiluan sebab engkau tak pernah pergi dari sanubari. Selamat jalan, Bung Pram!

Gempol, 060429