Saturday, June 09, 2012

Itik berbulu ayam


Sejak semula dia memang seekor ayam, yang ditetaskan oleh induk ayam hasil persetubuhan dari ayam jantan dan betina. Ia bermula dari bukan apa apa pun, berubah jadi telur dan menetas jadilah ia memiliki hidup individu sebagai seekor anak ayam. Ia menetas dalam komunitas ayam. Hidup memberinya kaki yang mampu berjalan dan menjelajah bumi mencari makan, tetapi juga memberikan pengetahuan pengetahuan baru tentang segala sesuatu yang berbeda dan maha luas seperti tak berbatas.

Syahdan, si ayam kecil beranjak dewasa jua setelah masa kanak kanak dan remajanya dihabiskan dengan kesederhanaan kandang ayam.  Si ayam muda mengelana, melintasi sungai sungai serta bebukitan, bahkan gurun dan lelautan. Langkah kecilnya tiba dikeramaian baru, sekerumunan itik dengan susunan masyarakat itiknya. Si ayam kini berada di dunia itik. Itik itik lain menerima kehadiran si ayam sebagai saudara jauh dalam silsilah unggas. Sang ayam muda bergaul dengan itik segala usia, dari yang kekanak kanakan hingga itik dewasa. Di dunia itik, sang ayam disambut baik, yang lalu berbagi cari makan di bumi itik. Ia belajar tumbuh bersama sekawanan itik, hatinya semakin menjauh dari asal muasalnya sebagai ayam dengan keturunan ayamnya. Ia kini berbahasa itik dan berkehidupan sesuai gaya itik. Segala perbedaan tentang asal usul dikamuflasekan meskipun hasilnya wagu semata. Ia berbicara dan bergaya layaknya itik sungguhan. Ia kemudian tersesat dalam kesadaran, merasa dirinya adalah itik, bukan ayam. Bahkan ia merasa dirinya lebih baik daripada itik itik lainya. Padahal dimata itik itik dalam lingkungannya, ia tak lebih hanya ayam yang medapatkan kebaikan hati dari para itik di dunia itik.

Maka iapun tidak sadar bahwa ia hanya punya durasi waktu tertentu untuk menikmati dunia itiknya. Sebab segala sesuatu yang berawal pasti akan ada akhirannya. Segala sesuatu yang hidup akan mati, dan segala sesuatunya akan kembali kepada ketiadaan. Prosesnya evolusi usia akan membawanya naik turun, meluncur berselancar dan kadang ibarat kaki tertancap di lumpur yang mengering. Pahit manis, sedih senang, jaya dan sengasara. Segalanya berporos pada cinta, pada hubungan sosial dalam budaya itik. Kejayaan membuat sang ayam durhaka terhadap asal dan leluhur ayamnya, ibarat kacang yang lupa akan kulitnya. Ia telah merasa berbeda denagan teman teman kecilnya, ayam ayam lain yang tetap bangga dengan identitas ayam meskipun ada di dunia asing di alam perburungan.

Memelihara nilai nilai pergaulan yang terbangun semasa kecil sama halnya menghormati kesebermulaan. Sejarah asal usul diri semestinya tetap terpelihara meskipun badan sekeping terbawa arus ke bumi asing yang jauh dari kampung halaman. Mengingkari asal usul sungguh tak ubahnya menghancurkan jalan setapak yang seharusnya dipelihara sebagai jalar yang sama untuk kembali diretas kelak. Tetapi sebagian orang memang masih meyakini slogan rukun agawe santosa, bahwa kekuatan hanya dapat terwujud dengan kerukunan dan persatuan. Perbedaan serharusnya disisihkan, kepentingan kepentingan pribadi mestinaya semestinya dikorbankan demi terpelihara kebersamaan. Materi, dan kehormatan yang didapat di perantauan semestinya bukan menjadi hal yang dipersombongkan. Kesederhanaan dan kerendahan hati justru mengajarkan kepada kebesaran sebuah pribadi. Sayangnya materi dan gila hormat kerap merubah orang kampung menjadi raja kecil yang harus selalu disembah dan dianggap penting oleh orang lain.  

Menaruh hormat pada kehidupan sosial sebenarnya memberikan satu peringkat lebih tinggi martabat kita. Kehidupan sosial melalui organisasi sederhana yang bertekad kuat untuk menjaga hubungan sesama teman sekampung di perantauan. Sesuatu yang tidak menghasilkan keuntungan materi. Sesungguhnya keuntungan yang bisa didapat dari menjaga silaturahmi, merasa menjadi bagian dari niat baik paguyuban memperoleh keuntungannya sendiri yang jauh lebih bernilai dibanding materi.  Sungguh, orang yang bisa mementingkan sesuatu yang lain sesudah diri sendiri akan menemukan kebahagiaan yang tidak dapat dinilai dengan angka. Sebuah kebahagiaan tulus yang dapat meruntuhkan kesombongan, melahirkan perasaan syukur atas hidup yang penuh karunia.

Kehidupan kampung halaman yang selalu menyenangkan dan selalu ada dalam ingatan dikarenakan oleh kesederhanaan para warganya. Kehidupan kota besar yang pragmatis dan materialistis diyakini dapat menggerus bekal kesederhanaan yang menjadi watak asli orang kampung. Peradaban orang kota yang cenderung berlomba untuk kemegahan imitasi dan rasa hormat imitasi sering menjadi budaya baru yang diadopt oleh orang kampung. Tidak jarang orang kampung menjadi (pura pura) lupa asalnya. Dari gaya berbicara, berpenampilan dan bertingkah laku sudah menjadi orang kota; meskipun tetap wagu. Kepura puraan menjadi orang kota yang diperbanggakan menggambarkan betapa rendahnya pemahaman terhadap pengetahuan etika. Tetapi ada yang tidak bisa berubah dan tidak bisa menipu; ialah dari wajahnya! Dia tetap orang kampung dimata siapapun.

Tabik hormat untuk kawan kawan yang tetap berkeras menjaga dan memelihara kerukunan sesama warga kampung di bumi perantauan. Tetaplah bersatu, untuk keteguhan dan kejayaan nama kampung kita; Indonesia.

Gempol, 120609    

Saturday, June 02, 2012

Tenggur




Si Lia anak Mak Layur hari ini menikah. Kelas dua SMU, tiga bulan hamil oleh Jay pacarnya yang anak Kampung Lubang Buaya. Pestanya besar besaran, tiga malam anak anak remaja teman kakaknya begadangan. Puncaknya hari ini, pagi pagi ke KUA, akad nikah dengan maskawin uang seraturs ribu. Acaranya khidmat, si Mada Caplang kakaknya yang jadi walinya oleh sebab bapaknya lia sudah enam tahun di akherat. Seharian speaker besar melantumkan lagu lagu campur aduk, dari lagu Sunda, Dangdut, Barat, Betawi, bahkan lagu lagu alay jaman sekarang; girl band dan boy band!

Lia bukan jenis gadis periang dan banyak inisiatif, haus ilmu pengetahuan dan punya khayalan liar tentang penjelajahan, tentang pengetahuan dan pengalaman. Dia hanya anak bontot pendiam dengan sorot mata yang nyaris tak bercahaya, dan kabarnya jika ada kemauannya tidak dituruti, atau dia ada dipuncak marahnya, maka segala perabotan dan barang barang dirumah akan hancur lebur menjadi sasaran kedahsyatan amukannya. Dia sejenis anak yang harus selalu terpenuhi keinginannya dan emaknya tidak punya pilihan lain dikarenakan kecintaanya pada titisan darah dan ruhnya yang menjelma jadi cantik jelita, hamil pula. Pacarnya kebetulan sesama ABG, bermuka tiris dan punya potensi merusak kehidupan orang lain. Type cowok ABG yang diidamkan cewek cewek ABG karena tampang. Enah bagaimana ceritanya, yang pasti Lia hamil oleh lelaki yang hari ini resmi menjadi suaminya. Jay.

Sewaktu zaman dimana nilai moral masih menjadi azas yang berwibawa, kejadian Lia tentu adalah aib keluarga yang menghancurkan banyak aspek. Orang menyebutnya Tenggur, sebuah abreviasi dari Meteng Nganggur (hamil tanpa nikah). Berbulan bulan orang orang akan memperbincangkan dengan sembunyi sembunyi perihal kehamilan yang tidak dilengkapi dengan status suami bagi si hamil. Dari gossip, berkembang jadi desas desus yang selalu ditunggu kelanjutan kisahnya. Menjadi pembicaraan negatif orang orang dilingkungan tentunya aib sebagai hukuman yang sangat berat bagi nama baik keluarga. Sebab keluarga adalah investasi sosial.

Saking aibnya, banyak usaha dilakukan orang kurang cerdas ini untuk menutup nutupinya. Meng- abort proses yang sedang jalan menjadi solusi paling umum; gugurkan kandungan. Pada level yang lebih ekstrim, aib justru dicoba di delete pada saat si janin sudah menjadi orok yang berarti menjadi seorang manusia yang kelak mungkin jadi pemimpin dunia. Untuk menyembunyikan pelanggaran moral memang kadang diperlukan laku amoral. Sebuah jibaku dengan taruhan nyawa yang mengandungkan atau yang dikandungkan. Banyak contoh teman teman Lia yang mati dicekik pacarnya hanya karena diminta bertanggung jawab atas sperma yang mulai menggumpal di rahim.  Lia sungguh orang yang beruntung!

Miris juga, ternyata soal tenggur bukan lagi menjadi hal yang terlalu mengganggu. Ada degradasi moral di lingkungan kita yang sebenarnya sangat memprihatinkan. Mak Layur mungkin bisa menjadi salah satu prototype statement diatas itu. Nyatanya pernikahan anak bungsu tersayang berjalan lancar jaya, semua seusai dengan anggaran dan lebih melegakan lagi pihak mertua yang kebagian sebagai donatur wajib dan lagi tunggalnya. Mertuanyalah yang harus menanggung sejumlah angka atas kebejatan anak laki laki mereka membejati anak perempuan Mak Layur. Prosesnya sama dengan prosesi pernikahan Betawi pada umumnya. Pakai nyebar undangan, pakai datang kerumah rumah memberitahu, pakai pengajian majlis taklim, pakai acara resepsi juga meski kali ini tanpa organ tunggal.

Sama sama pernikahan, tetapi motif dari terjadinya pernikahan itu sebenarnya yang menentukan ruh yang dapat dirasa dari pesta perkawinan. Perkawinan normal datang dari dua orang dari dua lembaga berbeda yang menggalang niat sangat kuat untuk mendirikan satu lembaga baru sebagai penanaman modal sosial. Persiapannya bertahun tahun, kalkukasi segala macamnya termasuk kriteria pasangan pengantin sudah diperhitungkan masak masak dan hati hati, menghindari zero accident. Pernikahan seperti itu akan terasa memang khidmat, dihadiri teman dan kenalan yang datang mengucapkan selamat dengan tulus, membagi kebahagiaan dengan perjamuan dan suasana menyenangkan. Perkawinan karena tenggur kebalikan dari itu semua!

Betapa nikmatnya menjadi masyarakat sederhana, yang menjunjung tinggi kepatutan dan perilaku susila. Sebuah lingkungan beradab yang jauh dari intervensi hukum karena sedikitnya kejahatan dan pelanggaran norma sosial. Dari lingkungan seperti itulah semestinya bayi bayi lahir dan tumbuh dewasa dengan ketulusan dan memegang teguh misi untuk selalu mengumpulkan kebaikan dimuka bumi. Bukankah dengan mengumpulakn kebaikan maka seseorang akan memiliki kesempatan lebih untuk membagi kebahagiaan yang lebih besar (?). Ketika setiap perilaku tunduk pada mazab formalistis, niscaya setiap yang beridentitas Indonesia adalah agung dan mulia, oleh perilaku warga negara maupun tamu tamunya.

Betapa nikmatnya menjadi masyarakat sederhana, dimana setiap orang berlaku dan bersikap apa adanya. Ternyata, sejarah peradaban dunia bermula dari hubungan cinta antar manusia. Tidak peduli jenis kelaminnya!

Gempol 120602