Tuesday, February 16, 2016

Hello…!


Sungguh ajaib karya Tuhan. Perasaan manusia salah satunya, akal dan pikiran yang diberikan kepada manusia menciptakan peradaban, lengkap dengan ukuran kepantasan dan etikanya masing masing. Ketika sebuah sapaan dilakukan dengan sepenuh perhatian, sepenuh hati sebenarnya merupakan kehendak paling murni dari satu orang ke orang lainnya untuk berkomunikasi, menjalin silaturahmi dalam bentuk yang sangat pribadi. Pertanyaan sesederhana “apa kabar?’, jika dilakukan sepenuh hati sebenarnya mengandung keharuan luar biasa. Pertanyaan itu mendasari keinginan kita untuk mengetahui kabar yang sebenar benarnya dari orang yang kita sapa, bukan sekedar basa basi pemanis pergaulan. Dan sapaan sepenuh hati hanya bisa terjadi ketika kita berempati sepenuh hati berkonsentrasi kepada orang yang kita sapa.

Ketika seseorang yang telah menjadi bagian dari kehidupan kita selama bertahun tahun, telah menjadi bagian dari kebiasaan yang tebangun tanpa sengaja untuk waktu yang lama memutuskan untuk pergi menjauh dari bangunan hubungan yang begitu kukuh, maka pertanyaan apa kabar tadi dapat diartikan sebagai sesuatu yang penuh kesedihan. Keinginan untuk mengetahui kisah hidup yang dijalani setelah beberapa waktu saling menutup pandang terterjemahkan semua dalam sapaan sederhana itu. Sama halnya ketika seseorang dari masa lalu tiba tiba menyapa kita dengan kalimat yang sama, mengartikan bahwa ada kerinduan yang menyeruak untuk menanyakan keadaan sekarang sesudah sekian lama seolah saling mengabaikan.

Semuanya hal peradaban berangkat dari perasaan dasar manusia; kasih sayang. Dalam makna yang lebih populer adalah cinta. Dan kehidupan percintaan bisa selalu menciptakan sesuatu yang ganjil di dunia. Hubungan dua orang yang diikat dalam perkawinan bisa menjadi seolah formalitas sosial, sedangkan hubungan batin tanpa ikatan perkawinan dapat menciptakan ikatan yang lebih kuat ketimbang status suami istri dalam perkawinan. Inilah keganjilan yang terjadi disekitar kita tanpa kita sadari, dan keganjilan itu ada membentuk kisah kisah kehidupan dunia dari masa ke masa. Semua bermula dari sapaan, dari pecakapan biasa. Semula bermula dari keinginan untuk mengetahui kabar kehidupan orang lain dan kemudian tanpa sadar terlibat secara dalam dan kental dalam hubungan. Sungguh mujur bagi kebanyakan orang yang memulai sebuah hubungan dengan komunikasi penuh kedewasaan dan lalu tercipta ikatan batin yang kemudian berlanjut ke perkawinan. Orang orang seperti itu sangat beruntung. Meskipun sebenarnya kebanyakan perkawinan hambar juga berasal dari interaksi serupa.

Sapaan yang datang dari hati tentu  akan diterima oleh hati juga. Sedangkan sapaan basa basi pemanis pergaulan hanya akan lewat begitu saja sebagai sesuatu yang manis bagi interaksi manusia, sebagai lambang kesopanan belaka.  Tragisnya, terkadang sapaan sopan itupun berakhir tanpa response, tanpa tanggapan sepatah katapun. Ucapan “selamat pagi” dan “ terimakasih” di gardu toll ketika kita melakukan pembayaran misalnya, acap kali berakhir dengan tanpa jawaban. Tetapi jangan berkecil hati, karena bukan sikap orang yang menentukan kualitas diri kita, tetapi bagaimana kita bersikap kepada orang, itulah ukuran kualitas kedewasan etika kita. Kebaikan hati tidak bisa dicerminkan dari sikap orang kepada kita karena terkadang kebaikan kita dimanfaatkan oleh orang berhati jahat bahkan seringkali dicurigai sebagai suatu sikap cabul bahkan kriminal. Bagi orang orang kota yang lebih tebal tembok individualistiknya, sapaan bisa menjadi sesuatu yang ganjil dalam pergaulan dengan orang asing. Padahal, jika kita kembali kepada pemahaman sapaan dari hati yang merindu kepada orang yang kita rindui, maknanya lebih besar dari sejuta percakapan di dunia.

Ketika dua hati dipisahkan oleh jarak, oleh waktu dan oleh keadaan maka hal yang paling berarti adalah kabar. Menanyakan kabar orang yang kita kasihi dapat mewakili seluruh perasaan kasih dan rindu yang tersembunyi dibalik tembok jarak, waktu dan keadaan itu.  Maka seyogyanya pertanyaan sederhana itu dijawab pulalah dengan cerita kehidupan biasa yang dialami tanpa tendensi, sekaligus menanyakan kembali kabar dari si penanya supaya terjadi keseimbangan dalam berbagi cerita kehidupan. Perpisahan memang selalu tidak mengenakkan, perpisahan adalah kematian kecil dalam kehidupan. Dan, menanyakan kabar dengan penuh kesungguhan adalah bentuk dari itikad memelihara cinta yang ada dalam batin dua  manusia yang istimewa.

Apa kabarmu, matapedang?


Rewwin, 160216